Pengertian Tawassul
Pemahaman tawassul sebagaimana yang dipahami oleh umat islam selama ini
adalah bahwa Tawassul adalah berdoa kepada Allah melalui suatu perantara,
baik perantara tersebut berupa amal baik kita ataupun melalui orang sholeh
yang kita anggap mempunyai posisi lebih dekat kepada Allah. Jadi tawassul
merupakan pintu dan perantara doa untuk menuju Allah SWT.
• Orang yang
bertawassul dalam berdoa kepada Allah menjadikan perantaraan berupa
sesuatu yang dicintainya dan dengan berkeyakinan bahwa Allah SWT juga mencintai
perantaraan tersebut.
• Orang yang bertawassul tidak boleh berkeyakinan bahwa
perantaranya kepada Allah bisa memberi manfaat dan madlorot kepadanya da.
Jika ia berkeyakinan bahwa sesuatu yang dijadikan perantaraan menuju Allah
SWT itu bisa memberi manfaat dan madlorot, maka dia telah melakukan perbuatan
syirik, karena yang bisa memberi manfaat dan madlorot sesungguhnya hanyalah
Allah semata.
• Tawassul merupakan salah satu cara dalam berdoa. Banyak
sekali cara untuk berdo'a agar dikabulkan Allah, seperti berdoa di sepertiga
malam terakhir, berdoa di Maqam Multazam, berdoa dengan mendahuluinya dengan
bacaan alhamdulillah dan sholawat dan meminta doa kepada orang sholeh.
Demikian juga tawassul adalah salah satu usaha agar do'a yang kita panjatkan
diterima dan dikabulkan Allah s.w.t. Dengan demikian, tawasul adalah
alternatif dalam berdoa dan bukan merupakan keharusan.
Tawassul dengan amal sholeh kita
Para ulama sepakat memperbolehkan tawassul terhadap Allah SWT dengan
perantaraan perbuatan amal sholeh, sebagaimana orang yang sholat, puasa,
membaca al-Qur’an, kemudian mereka bertawassul terhadap amalannya tadi.
Seperti hadis yang sangat populer diriwayatkan dalam kitab-kitab sahih yang
menceritakan tentang tiga orang yang terperangkap di dalam goa, yang pertama
bertawassul kepada Allah SWT atas amal baiknya terhadap kedua orang tuanya,
yang kedua bertawassul kepada Allah SWT atas perbuatannya yang selalu
menjahui perbuatan tercela walaupun ada kesempatan untuk melakukannya dan
yang ketiga bertawassul kepada Allah SWT atas perbuatannya yang mampu menjaga
amanat terhadap harta orang lain dan mengembalikannya dengan utuh, maka Allah
SWT memberikan jalan keluar bagi mereka bertiga.. (Ibnu Taimiyah mengupas
masalah ini secara mendetail dalam kitabnya Qoidah Jalilah Fii Attawasul Wal
wasilah hal 160)
Tawassul dengan orang sholeh
Adapun yang menjadi perbedaan dikalangan ulama’ adalah bagaimana hukumnya
tawassul tidak dengan amalnya sendiri melainkan dengan seseorang yang
dianggap sholeh dan mempunyai amrtabat dan derajat tinggi dei depan Allah.
sebagaimana ketika seseorang mengatakan : ya Allah aku bertawassul kepada-Mu
melalui nabi-Mu Muhammmad atau Abu bakar atau Umar dll.
Para ulama berbeda pendapat mengenai masalah ini. Pendapat mayoritas
ulama mengatakan boleh, namun beberapa ulama mengatakan tidak boleh.
Akan tetapi kalau dikaji secara lebih detail dan mendalam, perbedaan tersebut
hanyalah sebatas perbedaan lahiriyah bukan perbedaan yang mendasar karena
pada dasarnya tawassul kepada dzat (entitas seseorang), pada intinya adalah
tawassul pada amal perbuatannnya, sehingga masuk dalam kategori tawassul yang
diperbolehkan oleh ulama’.
Dalil-Dalil Tentang Tawassul
Dalam setiap permasalahan apapun suatu pendapat tanpa
didukung dengan adanya dalil yang dapat memperkuat pendapatnya, maka pendapat
tersebut tidak dapat dijadikan sebagai pegangan. Dan secara otomatis pendapat
tersebut tidak mempunyai nilai yang berarti, demikian juga dengan
permasalahan ini, maka para ulama yang mengatakan bahwa tawassul
diperbolehkan menjelaskan dalil-dalil tentang diperbolehkannya tawassul baik
dari nash al-Qur’an maupun hadis, sebagai berikut:
A. Dalil dari alqur’an.
1. Allah SWT berfirman dalam surat Almaidah, 35 :
ياأيها الذين آمنوااتقواالله وابتغوا إليه الوسيلة
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah
jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya,
supaya kamu mendapat keberuntungan."
Suat Al-Isra', 57:
أُولَـئِكَ
الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ
أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ
كَانَ مَحْذُوراً
17.
57. Orang-orang yang mereka seru
itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka [857] siapa di antara
mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut
akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti.
[857] Maksudnya: Nabi Isa a.s., para malaikat dan 'Uzair yang mereka sembah
itu menyeru dan mencari jalan mendekatkan diri kepada Allah.
Lafadl Alwasilah dalam ayat ini adalah umum, yang berarti
mencakup tawassul terhadap dzat para nabi dan orang-orang sholeh baik yang
masih hidup maupun yang sudah mati, ataupun tawassul terhadap amal perbuatan
yang baik.
2. Wasilah dalam berdoa sebetulnya sudah diperintahkan sejak jaman sebelum
Nabi Muhammad SAW. QS 12:97 mengkisahkan saudara-saudara Nabi Yusuf AS yang
memohon ampunan kepada Allah SWT melalui perantara ayahandanya yang juga Nabi
dan Rasul, yakni N. Ya'qub AS. Dan beliau sebagai Nabi sekaligus ayah
ternyata tidak menolak permintaan ini, bahkan menyanggupi untuk memintakan
ampunan untuk putera-puteranya (QS 12:98).
قَالُواْ
يَا أَبَانَا اسْتَغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا إِنَّا كُنَّا خَاطِئِينَ.
قَالَ سَوْفَ أَسْتَغْفِرُ لَكُمْ رَبِّيَ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
97. Mereka berkata: "Wahai
ayah kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa kami, sesungguhnya
kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa)".
98. N. Ya'qub berkata: "Aku akan memohonkan ampun bagimu kepada Tuhanku.
Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".
Di sini nampak jelas bahwa sudah
sangat lumrah memohon sesuatu kepada Allah SWT dengan menggunakan perantara
orang yang mulia kedudukannya di sisi Allah SWT. Bahkan QS 17:57 dengan jelas
mengistilahkan "ayyuhum aqrabu", yakni memilih orang yang lebih
dekat (kepada Allah SWT) ketika berwasilah.
3. Ummat Nabi Musa AS berdoa menginginkan selamat dari adzab Allah SWT dengan
meminta bantuan Nabi Musa AS agar berdoa kepada Allah SWT untuk mereka.
Bahkan secara eksplisit menyebutkan kedudukan N. Musa AS (sebagai Nabi dan
Utusan Allah SWT) sebagai wasilah terkabulnya doa mereka. Hal ini ditegaskan
QS 7:134 dengan istilahبِمَا عَهِدَ عِندَكَDengan (perantaraan) sesuatu yang
diketahui Allah ada pada sisimu (kenabian).
Demikian pula hal yang dialami oleh Nabi Adam AS, sebagaimana QS 2:37
فَتَلَقَّى
آدَمُ مِن رَّبِّهِ كَلِمَاتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ
الرَّحِيمُ
"Kemudian Nabi Adam menerima
beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya
Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang."Kalimat yang dimaksud di
atas, sebagaimana diterangkan oleh ahli tafsir berdasarkan sejumlah hadits
adalah tawassul kepada Nabi Muhammad SAW, yang sekalipun belum lahir namun
sudah dikenalkan namanya oleh Allah SWT, sebagai nabi akhir zaman.
4. Bertawassul ini juga diajarkan oleh Allah SWT di QS 4:64 bahkan dengan
janji taubat mereka pasti akan diterima. Syaratnya, yakni mereka harus datang
ke hadapan Rasulullah dan memohon ampun kepada Allah SWT di hadapan
Rasulullah SAW yang juga mendoakannya.
وَمَا أَرْسَلْنَا مِن رَّسُولٍ إِلاَّ لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللّهِ وَلَوْ
أَنَّهُمْ إِذ ظَّلَمُواْ أَنفُسَهُمْ جَآؤُوكَ فَاسْتَغْفَرُواْ اللّهَ
وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُواْ اللّهَ تَوَّابًا رَّحِيمًا
"Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk ditaati dengan
seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang
kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun
untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha
Penyayang."
B. Dalil dari hadis.
a. Tawassul kepada nabi Muhammad SAW sebelum lahir
Sebagaimana nabi Adam AS pernah melakukan tawassul kepada nabi Muhammad SAW.
Imam Hakim Annisabur meriwayatkan dari Umar berkata, bahwa Nabi bersabda :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لما اقترف آدم الخطيئة قال : يا ربى ! إنى
أسألك بحق محمد لما غفرتنى فقال الله : يا آدم كيف عرفت محمدا ولم أخلقه قال :
يا ربى لأنك لما خلقتنى بيدك ونفخت فيّ من روحك رفعت رأسى فرأيت على قوائم العرش
مكتوبا لاإله إلا الله محمد رسول الله فعلمت أنك لم تضف إلى إسمك إلا أحب الخلق
إليك فقال الله : صدقت يا آدم إنه لأحب الخلق إلي، ادعنى بحقه فقد غفرت لك،
ولولا محمد ما خلقتك (أخرجه الحاكم فى المستدرك وصححه ج : 2 ص: 615)
"Rasulullah s.a.w. bersabda:"Ketika Adam melakukan kesalahan, lalu
ia berkata Ya Tuhanku, sesungguhnya aku memintaMu melalui Muhammad agar Kau
ampuni diriku". Lalu Allah berfirman:"Wahai Adam, darimana engkau
tahu Muhammad padahal belum aku jadikan?" Adam menjawab:"Ya Tuhanku
ketika Engkau ciptakan diriku dengan tanganMu dan Engkau hembuskan ke dalamku
sebagian dari ruhMu, maka aku angkat kepalaku dan aku melihat di atas
tiang-tiang Arash tertulis "Laailaaha illallaah muhamadun rasulullah"
maka aku mengerti bahwa Engkau tidak akan mencantumkan sesuatu kepada namaMu
kecuali nama mahluk yang paling Engkau cintai". Allah
menjawab:"Benar Adam, sesungguhnya ia adalah mahluk yang paling Aku
cintai, bredoalah dengan melaluinya maka Aku telah mengampunimu, dan andaikan
tidak ada Muhammad maka tidaklah Aku menciptakanmu"
Imam Hakim berkata bahwa hadis ini adalah shohih dari segi sanadnya. Demikian
juga Imam Baihaqi dalam kitabnya Dalail Annubuwwah, Imam Qostholany dalam
kitabnya Almawahib 2/392 , Imam Zarqoni dalam kitabnya Syarkhu Almawahib
Laduniyyah 1/62, Imam Subuki dalam kitabnya Shifa’ Assaqom dan Imam Suyuti
dalam kitabnya Khosois Annubuwah, mereka semua mengatakan bahwa hadis
ini adalah shohih.
Dan dalam riwayat lain, Imam Hakim meriwayatkan dari Ibnu Abbas
dengan redaksi :
فلولا
محمد ما خلقت آدم ولا الجنة ولا النار (أخرجه الحاكم فى المستدرك ج: 2 وص:615)
Beliau mengatakan bahwa hadis ini adalah shohih segi sanad, demikian juga
Syekh Islam Albulqini dalam fatawanya mengatakan bahwa ini adalah shohih, dan
Syekh Ibnu Jauzi memaparkan dalam permulaan kitabnya Alwafa’ , dan
dinukil oleh Ibnu Kastir dalam kitabnya Bidayah Wannihayah 1/180.
Walaupun dalam menghukumi hadis
ini tidak ada kesamaan dalam pandangan ulama’, hal ini disebabkan perbedaan
mereka dalam jarkh wattta’dil (penilaian kuat dan tidak) terhadap seorang
rowi, akan tetapi dapat diambil kesimpulan bahwa tawassul terhadap Nabi
Muhammad SAW adalah boleh.
b. Tawassul kepada nabi Muhammad SAW dalam masa hidupnya.
Diriwatyatkan oleh Imam Hakim :
عن
عثمان بن حنيف قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم وجاءه رجل ضرير
فشكا
إليه ذهاب بصره، فقال : يا رسول الله ! ليس لى قائد وقد شق علي فقال رسول
الله عليه وسلم : :ائت الميضاة فتوضأ ثم صل ركعتين ثم قل : اللهم إنى أسألك
وأتوجه إليك لنبيك محمد نبي الرحمة يا محمد إنى أتوجه بك إلى ربك فيجلى لى عن
بصرى، اللهم شفعه فيّ وشفعنى فى نفسى، قال عثمان : فوالله ما تفرقنا ولا طال بنا
الحديث حتى دخل الرجل وكأنه لم يكن به ضر. (أخرجه الحاكم فى المستدرك)
Dari Utsman bin Hunaif: "Suatu hari seorang yang lemah dan buta datang
kepada Rasulullah s.a.w. berkata: "Wahai Rasulullah, aku tidak mempunyai
orang yang menuntunku dan aku merasa berat" Rasulullah
berkata"Ambillah air wudlu, lalu beliau berwudlu dan sholat dua rakaat,
dan berkata:"bacalah doa (artinya)" Ya Allah sesungguhnya aku
memintaMu dan menghadap kepadaMu melalui nabiMu yang penuh kasih sayang,
wahai Muhammad sesungguhnya aku menghadap kepadamu dan minta tuhanmu
melaluimu agar dibukakan mataku, Ya Allah berilah ia syafaat untukku dan
berilah aku syafaat". Utsman berkata:"Demi Allah kami belum lagi
bubar dan belum juga lama pembicaraan kami, orang itu telah datang kembali
dengan segar bugar". (Hadist riwayat Hakim di Mustadrak)
Beliau mengatakan bahwa hadis ini adalah shohih dari segi sanad
walaupun Imam Bukhori dan Imam Muslim tidak meriwayatkan dalam kitabnya. Imam
Dzahabi mengatakatan bahwa hadis ini adalah shohih, demikian juga Imam
Turmudzi dalam kitab Sunannya bab Daa’wat mengatakan bahwa hadis ini adalah
hasan shohih ghorib. Dan Imam Mundziri dalam kitabnya Targhib Wat-Tarhib
1/438, mengatakan bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Imam Nasai, Ibnu Majah
dan Imam Khuzaimah dalam kitab shohihnya.
c. Tawassul kepada nabi Muhammad SAW setelah meninggal.
Diriwayatkan oleh Imam Addarimi :
عن
أبى الجوزاء أ وس بن عبد الله قال : قحط أهل المدينة قحطا شديدا فشكوا إلى
عائشة فقالت : انظروا قبر النبي فاجعلوا منه كوا إلى السماء حتى لا يكون بينه
وبين السماء سقف قال : ففعلوا فمطروا مطرا حتى نبت العشب وسمنت الإبل حتى تفتقط
من السحم فسمي عام الفتق ( أخرجه الإمام الدارمى ج : 1 ص : 43)
Dari Aus bin Abdullah: "Sautu
hari kota Madina mengalami kemarau panjang, lalu datanglah penduduk Madina ke
Aisyah (janda Rasulullah s.a.w.) mengadu tentang kesulitan tersebut, lalu
Aisyah berkata: "Lihatlah kubur Nabi Muhammad s.a.w. lalu bukalah
sehingga tidak ada lagi atap yang menutupinya dan langit terlihat
langsung", maka merekapun melakukan itu kemudian turunlah hujan lebat
sehingga rumput-rumput tumbuh dan onta pun gemuk, maka disebutlah itu tahun
gemuk" (Riwayat Imam Darimi)
Diriwayatkan oleh Imam Bukhori :
عن
أنس بن مالك إن عمر بن خطاب كان إذا قطحوا استسقى بالعباس بن عبد المطلب فقال :
اللهم إنا كنا نتوسل إليك بنبينا فتسقينا وإنا ننتوسل إليك بعم نبينا فاسقنا قال
: فيسقون (أخرجه الإمام البخارى فى صحيحه ج: 1 ص:137 )
Riwayat Bukhari: dari Anas bin
malik bahwa Umar bin Khattab ketika menghadapi kemarau panjang, mereka
meminta hujan melalui Abbas bin Abdul Muttalib, lalu Abbas berkata:"Ya
Tuhanku sesungguhkan kami bertawassul (berperantara) kepadamu melalui nabi
kami maka turunkanlah hujan dan kami bertawassul dengan paman nabi kami maka
turunkanlau hujan kepada, lalu turunlah hujan.
d. Nabi Muhammad SAW melakukan tawassul .
عن
أبى سعيد الحذري قال : رسول الله صلى الله عليه وسلم : من خرج من بيته إلى
الصلاة، فقال : اللهم إنى أسألك بحق السائلين عليك وبحق ممشاى هذا فإنى لم أخرج
شرا ولا بطرا ولا رياءا ولا سمعة، خرجت إتقاء شخطك وابتغاء مرضاتك فأسألك أن
تعيذنى من النار، وأن تغفر لى ذنوبى، إنه لا يغفر الذنوب إلا أنت، أقبل الله
بوجهه واستغفر له سبعون ألف ملك (أخرجه بن ماجه وأحمد وبن حزيمة وأبو نعيم وبن
سنى).
Dari Abi Said al-Khudri: Rasulullah s.a.w. bersabda:"Barangsiapa keluar
dari rumahnya untuk melaksanakan sholat, lalu ia berdoa: (artinya) Ya Allah
sesungguhnya aku memintamu melalui orang-orang yang memintamu dan melalui
langkahku ini, bahwa aku tidak keluar untuk kejelekan, untuk kekerasan, untuk
riya dan sombong, aku keluar karena takut murkaMu dan karena mencari ridlaMu,
maka aku memintaMu agar Kau selamatkan dari neraka, agar Kau ampuni dosaku
sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa kecuali diriMu", maka Allah akan
menerimanya dan seribu malaikat memintakan ampunan untuknya". (Riwayat
Ibnu Majad dll.).
Imam Mundziri mengatakan bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah
dengan sanad yang ma'qool, akan tetap Alhafidz Abu Hasan mengatakan bahwa
hadis ini adalah hasan.( Targhib Wattarhib 2/ 119).
Alhafidz Ibnu Hajar mengatakan bahwa hadis ini adalah hasan dan diriwayatkan
oleh Imam Ahmad, Ibnu Khuzaimah, Abu Na’im dan Ibnu Sunni.(Nataaij Alafkar
1/272).
Imam Al I’roqi dalam mentakhrij hadis ini dikitab Ikhya’ Ulumiddin
mengatakan bahwa hadis ini adalah hasan, (1/323).
Imam Bushoiri mengatakan bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ibnu
Khuzaimah dan hadis ini shohih, (Mishbah Alzujajah 1/98).
Pandangan Para Ulama’ Tentang Tawassul
Untuk mengetahui sejauh mana pembahasan tawassul telah
dikaji para ulama, ada baiknya kita tengok pendapat para ulama
terdahulu. Kadang sebagian orang masih kurang puas, jika hanya
menghadirkan dalil-dalil tanpa disertai oleh pendapat ulama’, walaupun sebetulnya
dengan dalil saja tanpa harus menyartakan pendapat ulama’ sudah bisa
dijadikan landasan bagi orang meyakininya. Namun untuk lebih memperkuat
pendapat tersebut, maka tidak ada salahnya jika disini dipaparkan pandangan
ulama’ mengenai hal tersebut.
Pandangan Ulama Madzhab
Pada suatu hari ketika kholifah Abbasiah Al-Mansur datang ke Madinah dan
bertemu dengan Imam Malik, maka beliau bertanya:"Kalau aku berziarah ke
kubur nabi, apakah menghadap kubur atau qiblat? Imam Malik
menjawab:"Bagaimana engkau palingkan wajahmu dari (Rasulullah) padahal
ia perantaramu dan perantara bapakmu Adam kepada Allah, sebaiknya
menghadaplah kepadanya dan mintalah syafaat maka Allah akan memberimu
syafaat". (Al-Syifa' karangan Qadli 'Iyad al-Maliki jus: 2 hal: 32).
Demikian juga ketika Imam Ahmad Bin Hambal bertawassul kepada Imam Syafi’i
dalam doanya, maka anaknya yang bernama Abdullah heran seraya bertanya kepada
bapaknya, maka Imam Ahmad menjawab :"Syafii ibarat matahagi bagi manusia
dan ibarat sehat bagi badan kita"
(شواهد
الحق ليوسف بن إسماعيل النبهانى ص:166)
Demikian juga perkataan imam syafi’i dalam salah satu syairnya:
آل
النبى ذريعتى # وهم إليه وسيلتى
أرجو بهم أعطى غدا # بيدى اليمن صحيفتى
(العواصق المحرقة لأحمد بن حجر المكى ص:180)
"Keluarga nabi adalah familiku,
Mereka perantaraku kepadanya (Muhammad), aku berharap melalui mereka, agar
aku menerima buku perhitunganku di hari kiamat nanti dengan tangan
kananku"
Pandangan Imam Taqyuddin Assubuky
Beliau memperbolehkan dan mengatakan bahwa tawassul dan isti’anah
adalah sesuatu yang baik dan dipraktekkan oleh para nabi dan rosul,
salafussholeh, para ulama,’ serta kalangan umum umat islam dan tidak
ada yang mengingkari perbuatan tersebut sampai datang seorang ulama’ yang
mengatakan bahwa tawassul adalah sesuatu yang bid’ah. (Syifa’ Assaqom
hal 160)
Pandangan Ibnu Taimiyah
Syekh Ibnu Taimiyah dalam sebagian kitabnya memperbolehkan tawassul kepada
nabi Muhammad SAW tanpa membedakan apakah Beliau masih hidup atau sudah
meninggal. Beliau berkata : “Dengan demikian, diperbolehkan tawassul kepada
nabi Muhammad SAW dalam doa, sebagaimana dalam hadis yang diriwayatkan oleh
Imam Turmudzi :
أن
النبي علم شخصا أن يقول : اللهم إنى أسألك وأتوسل إليك بنبيك محمد نبي الرحمة يا
محمد إنى أتوجه بك إلى ربك فيجلى حاجتى ليقضيها فشفعه فيّ (أخرجه الترميذى
وصححه).
Rasulullah s.a.w. mengajari seseorang berdoa: (artinya)"Ya Allah
sesungguhnya aku meminta kepadaMu dan bertwassul kepadamu melalui nabiMu
Muhammad yang penuh kasih, wahai Muhammad sesungguhnya aku bertawassul
denganmu kepada Allah agar dimudahkan kebutuhanku maka berilah aku
sya'faat". Tawassul seperti ini adalah bagus (fatawa Ibnu Taimiyah jilid
3 halaman 276)
Pandangan Imam Syaukani
Beliau mengatakan bahwa tawassul kepada nabi Muhammad SAW ataupun
kepada yang lain ( orang sholeh), baik pada masa hidupnya
maupun setelah meninggal adalah merupakan ijma’ para shohabat.
Pandangan Muhammad Bin Abdul Wahab.
Beliau melihat bahwa tawassul adalah sesuatu yang makruh menurut jumhur
ulama’ dan tidak sampai menuju pada tingkatan haram ataupun bidah bahkan
musyrik. Dalam surat yang dikirimkan oleh Syekh Abdul Wahab kepada warga
qushim bahwa beliau menghukumi kafir terhadap orang yang bertawassul kepada
orang-orang sholeh., dan menghukumi kafir terhadap AlBushoiri atas
perkataannya YA AKROMAL KHOLQI dan membakar dalailul khoirot. Maka beliau
membantah : “ Maha suci Engkau, ini adalah kebohongan besar. Dan ini
diperkuat dengan surat beliau yang dikirimkan kepada warga majma’ah ( surat
pertama dan kelima belas dari kumpulan surat-surat syekh Abdul Wahab hal 12
dan 64, atau kumpulan fatwa syekh Abdul Wahab yang diterbitkan oleh
Universitas Muhammad Bin Suud Riyad bagian ketiga hal 68)
Dalil-dalil yang melarang tawassul
Dalil yang dijadikan landasan oleh pendapat yang melarang tawassul adalah
sebagai berikut:
1. Surat Zumar, 2:
أَلَا
لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاء مَا
نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ
يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا
يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ
Ingatlah, hanya kepunyaan
Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil
pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan
supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya".
Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka
berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang
pendusta dan sangat ingkar.
Orang yang bertwassul kepada orang sholih maupun kepada para kekasih Allah,
dianggap sama dengan sikap orang kafir ketika menyembah berhala yang
dianggapnya sebuah perantara kepada Allah.
Namun kalau dicermati, terdapat perbedaan antara tawassul dan ritual orang
kafir seperti disebutkan dalam ayat tersebut: tawassul semata dalam berdoa
dan tidak ada unsur menyembah kepada yang dijadikan tawassul , sedangkan
orang kafir telah menyembah perantara; tawassul juga dengan sesuatu yang
dicintai Allah sedangkan orang kafir bertwassul dengan berhala yang sangat
dibenci Allah.
2. Surah al-Baqarah, 186:
وَإِذَا
سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا
دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُواْ لِي وَلْيُؤْمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
2. 186. Dan apabila hamba-hamba-Ku
bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat.
Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo'a apabila ia memohon kepada-Ku,
maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka
beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
Allah Maha dekat dan mengabulkan doa orang yang berdoa kepadaNya. Jika Allah
maha dekat, mengapa perlu tawassul dan mengapa memerlukan sekat antara kita
dan Allah.
Namun dalil-dalil di atas menujukkan bahwa meskipun Allah maha dekat, berdoa
melalui tawassul dan perantara adalah salah satu cara untuk berdoa. Banyak
jalan untuk menuju Allah dan banyak cara untuk berdoa, salah satunya adalah
melalui tawassul.
3. Surat Jin, ayat 18:
وَأَنَّ
الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَداً
72. 18. Dan sesungguhnya
mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah
seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.
Kita dilarang ketika menyembah dan berdoa kepada Allah sambil menyekutukan
dan mendampingkan siapapun selain Allah.
Seperti ayat pertama, ayat ini dalam konteks menyembah Allah dan meminta
sesuatu kepada selain Allah. Sedangkan tawassul adalah meminta kepada Allah,
hanya saja melalui perantara.
Kesimpulan
Tawassul dengan perbuatan dan amal sholeh kita yang baik diperbolehkan
menurut kesepakatan ulama’. Demikian juga tawassul kepada Rasulullah s.a.w.
juga diperboleh sesuai dalil-dalil di atas. Tidak diragukan lagi bahwa nabi
Muhammad SAW mempunyai kedudukan yang mulia disisi Allah SWT, maka tidak ada
salahnya jika kita bertawassul terhadap kekasih Allah SWT yang paling
dicintai, dan begitu juga dengan orang-orang yang sholeh.
Selama ini para ulama yang memperbolehkan tawassul dan melakukannya tidak ada
yang berkeyakinan sedikitpun bahwa mereka (yang dijadikan sebagai perantara)
adalah yang yang mengabulkan permintaan ataupun yang memberi madlorot. Mereka
berkeyakinan bahwa hanya Allah lah yang berhak memberi dan menolak doa
hambaNya. Lagi pula berdasarkan hadis-hadis yang telah dipaparkan diatas menunjukakn
bahwa perbuatan tersebut bukan merupakan suatu yang baru dikalangan umat
islam dan sudah dilakukan para ulama terdahulu. Jadi jikalau ada umat islam
yang melakukan tawassul sebaiknya kita hormati mereka karena mereka tentu
mempunyai dalil dan landasan yang cukup kuat dari Quran dan hadist.
Tawassul adalah masalah khilafiyah di antara para ulama Islam, ada yang
memperbolehkan dan ada yang melarangnya, ada yang menganggapnya sunnah dan
ada juga yang menganggapnya makruh. Kita umat Islam harus saling menghormati
dalam masalah khilafiyah dan jangan sampai saling bermusuhan. Dalam menyikapi
masalah tawassul kita juga jangan mudah terjebak oleh isu bid'ah yang telah
mencabik-cabik persatuan dan ukhuwah kita. Kita jangan dengan mudah menuduh
umat Islam yang bertawassul telah melakukan bid'ah dan sesat, apalagi sampai
menganggap mereka menyekutukan Allah, karena mereka mempunyai landasan dan
dalil yang kuat. Tidak hanya dalam masalah tawassul, sebelum kita mengangkat
isu bid'ah pada permasalahan yang sifatnya khilafiyah, sebaiknya kita membaca
dan meneliti secara baik dan komprehensif masalah tersebut sehingga kita
tidak mudah terjebak oleh hembusan teologi permusuhan yang sekarang sedang
gencar mengancam umat Islam secara umum.
Memang masih banyak kesalahan yang dilakukan oleh orang muslim awam dalam
melakukan tawassul, seperti menganggap yang dijadikan tawassul mempunyai
kekuatan, atau bahkan meminta-minta kepada orang yang dijadikan perantara
tawassul, bertawassul dengan orang yang bukan sholeh tapi tokoh-tokoh
masyarakat yang telah meninggal dunia dan belum tentu beragama Islam, atau
bertawassul dengan kuburan orang-orang terdahulu, meminta-minta ke makam
wali-wali Allah, bukan bertawassul kepada para para ulama dan kekasih Allah.
Itu semua tantangan dakwah kita semua untuk kita luruskan sesuai dengan
konsep tawassul yang dijelaskan dalil-dalil di atas.
Wallahu a'lam bissowab
|