Monday, July 27, 2015

Ahli Ma’rifat Adalah Ahli Tauhid

Kisah Nyata…  “cerita penting”


Cerita ini dikutip oleh para ulama kita, di antaranya oleh Syaikh Abd al-Wahhab asy-Sya’rani dalam ath-Thabaqat al-Kubra, Syaikh Yusuf Isma’il an-Nabhani dalam Jami’ Karamat al-Awliya’, Ibn al-Imad al-Hanbali dalam Syadzrat adz-Dzahab Fi Akhbari Man Dzahab, dan lainnya. Bahwa suatu ketika Wali Allah yang sangat saleh; Syaikh Abd al-Qadir al-Jilani dalam khalwat-nya didatangi Iblis yang menyerupai sinar sangat indah, Iblis berkata: “Wahai Abd al-Qadir, Aku adalah Allah, seluruh kewajiban telah aku gugurkan darimu, dan segala yang haram telah aku halalkan bagimu. Maka berbuatlah sesukamu, karena seluruh dosa-dosamu telah aku ampuni….”.

Saat itu pula Syaikh Abd al-Qadir manjawab: “Khasi’ta ya Iblis… Khasi’ta ya la’in… (Kurang ajar engkau wajai Iblis.. Kurang ajar engkau wahai makhluk terkutuk..)”. Iblis kemudian mengaku bahwa dirinya adalah Iblis, ia berkata: “Wahai Abd al-Qadir, engkau telah mengalahkanku dengan ilmumu, padahal dengan cara ini aku telah menyesatkan 70 orang lebih ahli ibadah (yang tidak berilmu)…”.

Dari kisah nyata ini para ulama kita menuliskan catatan penting, sebagai berikut:
  1. Syaikh Abd al-Qadir tahu bahwa yang datang tersebut adalah Iblis, karena Iblis menyerupai sinar. padahal Allah bukan sinar. Allah yang menciptakan segala sinar, maka Allah tidak sama dengan ciptaan-Nya tersebut. Adapun nama Allah (dalam al-Asma’ al-Husna) “an-Nur”, bukan artinya bahwa Allah sebagai cahaya, tetapi artinya “Yang Maha memberi petunjuk”, sebagaimana telah dijelaskan oleh sahabat Abdullah ibn Abbas dalam penafsiran beliau terhadap firman Allah: “Allahu Nur as-Samawati…”.
  2. Bahwa yang datang tersebut Iblis, adalah karena ia berkata bahwa segala kewajiban telah digugurkan, dan segala yang diharamkan telah ia halalkan. jalas, klaim semacam ini bukan dari syari’at Allah dan rasul-Nya, karena seseorang, setinggi apapun derajatnya, tidak akan pernah gugur darinya kewajiban shalat 5 waktu, puasa ramadan, juga tidak akan pernah menjadi halal baginya untuk berzina, mencuri, membunuh, dan perkara haram lainnya. Dengan demikian bila ada yang mengaku dirinya “wali”, sementara ia meninggalkan kewajiban2, atau mengerjakan perkara2 haram, maka ia bukan wali Allah , tapi wali Iblis.
  3. Bahwa yang datang tersebut Iblis, karena ia berkata-kata dengan huruf, suara, dan bahasa. padahal sifat Kalam Allah bukan huruf, bukan suara dan bukan bahasa, karena bila demikian maka Allah sama dengan makhluk-Nya. adapun kitab al-Qur’an; dalam bentuk tulisan-tulisan Arab, huruf-huruf, dibaca dengan lidah dan suara, ditulis di atas lembaran-lembaran, maka itu adalah UNGKAPAN (‘Ibarah) dari Kalam Dzat Allah. (lebih jelas baca tentang “al-Qur’an Kalam Allah”).
  4. Bahwa yang datang tersebut Iblis, karena Iblis berada di tempat syaikh Abd al-Qadir. padahal Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah, karena Allah bukan benda yang memiliki bentuk dan ukuran. Allah bukan benda yang dapat disentuh tangan (bukan Hajm Katsif; seperti manusia, tanah, tumbuhan, dll), dan Allah bukan benda yang tidak dapat disentuh dengan tangan (bukan Hajm Lathif; seperti cahaya, udara, ruh, dll). Allah yang menciptakan Hajm Katsif dan Hajm lathif, maka Allah bukan sebagai hajm (benda). Dan oleh karena Allah bukan benda maka Dia tidak boleh disifati dengan sifat-sifat benda, seperti bergerak, turun, naik, memiliki tempat, memiliki arah, dan lainnya. karena setiap benda dan sifat-sifatnya adalah makhluk Allah, dan Allah tidak sama dengan makhluk-Nya. oleh karenanya, ulama kita sepakat bahwa Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah.

Amir al-Mu’minin Ali ibn Abi Thalib -semoga Allah meridlainya- berkata:

كَانَ اللهُ وَلاَ مَكَانَ وَهُوَ اْلآنَ عَلَى مَا عَلَيْهِ كَان

“Allah ada (pada azal) dan belum ada tempat dan Dia (Allah) sekarang (setelah menciptakan tempat) tetap seperti semula, ada tanpa tempat” (Dituturkan oleh al-Imam Abu Manshur al-Baghdadi dalam kitabnya al-Farq Bayn al-Firaq, h. 333).

Perbedaan antara Ilmu dan Ma’rifat


Menurut Imam Al-Ghazali

Ma’rifat adalah maqam kedekatan (qurb) itu sendiri yakni maqam yang memiliki daya tarik dan yang memberi pengaruh pada kalbu, yang lantas berpengaruh pada seluruh aktivitas jasmani (jawarih). `Ilm (ilmu) tentang sesuatu adalah seperti “melihat api” sebagai contoh, sedangkan ma`rifat adalah “menghangatkan diri dengan api”.
Menurut bahasa, ma`rifat adalah pengetahuan yang tidak ada lagi keraguan di dalamnya. Adapun menurut istilah yang sering dipakai menunjukkan ilmu pengetahuan tentang apa saja (nakirah). Menurut istilah Sufi, ma`rifat adalah pengetahuan yang tidak ada lagi keraguan, apabila yang berkaitan dengan objek pengetahuan itu adalah Dzat Allah swt. dan Sifat-sifat-Nya. Jika ditanya, `Apa yang disebut ma`rifat Dzat dan apa pula ma’rifat Sifat?” Maka dijawab bahwa ma’rifat Dzat adalah mengetahui bahwa sesungguhnya Allah swt. adalah Wujud Yang Esa, Tunggal, Dzat dan “sesuatu” Yang Mahaagung, Mandiri dengan Sendiri-Nya dan tidak satu pun yang menyerupai-Nya.
Sedangkan ma’rifat Sifat adalah mengetahui sesungguhnya Allah swt. Mahahidup, Maha Mengetahui, Mahakuasa, Maha Mendengar dan Maha Melihat, dan seluruh Sifat-sifat Keparipurnaan lainnya.
Kalau ditanya, `Apa rahasia ma`ri fat?” Rahasia dan ruhnya adalah tauhid. Yaitu, jika anda telah menyucikan sifat-sifat Mahahidup, Ilm (Ilmu), Qudrah, Iradah, Sama ; Bashar dan Kalam Allah dari segala keserupaan dengan sifat-sifat makhluk [dengan penegasan bahwa tiada satu pun yang menyamai-Nya].
Lalu, apa tanda-tanda ma`rifat? Tanda-tandanya adalah hidupnya kalbu bersama Allah swt. Allah swt. mewahyukan kepada Nabi Dawud a.s., “Mengertikah engkau, apakah ma’rifat-Ku itu?” Dawud menjawab, “Tldak.”Allah berfirman, “Hidupnya kalbu dalam musyahadah kepada-Ku. “
Kalau ditanya, “Tahap atau maqam manakah yang dapat disahkan sebagai ma `rifat yang hakiki?” [Jawabnya] adalah tahap musyahadah (penyaksian) dan ru’yat (melihat) dengan sirr qalbu. Hamba melihat untuk mencapai ma’rifat. Karena ma’rifat yang hakiki ada dalam dimensi batin pada iradah, kemudian Allah swt. menghilangkan sebagian tirai (hijab), lantas kepada mereka diperlihatkan nur Dzat-Nya dan Sifat-sifat-Nya dari balik hijab itu agar mereka sampai pada ma’rifat kepada Allah swt. Hijab itu tidak dibukakan seluruhnya, agar yang melihat-Nya tidak terbakar.
Sang Sufi bersyair dengan ungkapan pencapaian pada tahap spiritual tertentu :
Seandainya Aku tampak tanpa hijab
Pastilah seluruh makhluk sempurna
Namun hijab itu amat halus
Agar merevitalisasi kalbu para hamba yang `asyiq.
Ketahuilah, bahwa manifestasi (tajalli) keagungan melahirkan rasa takut (khauf) dan keterpesonaan (haibah). Sedangkan manifestasi keelokan (al-Hasan) dan Keindahan (al-Jamal) melahirkan keasyikan. Sementara manifestasi Sifat-sifat Allah melahirkan mahabbah. Dan manifestasi Dzat meniscayakan lahirnya penegasan keesaan (tauhid).
Sebagian ahli ma’rifat berkata, “Demi Allah, tidak seorang pun yang mencari dunia, selain orang itu dibutakan kalbunya oleh Allah, dan dibatalkan amalnya. Sesungguhnya Allah menciptakan dunia sebagai kegelapan, dan menjadikan matahari sebagai cahaya. Allah menjadikan kalbu juga gelap, lalu dijadikan ma’rifat sebagai cahayanya. Apabila awan telah tiba, cahaya matahari akan terhalang. Begitupun ketika kecintaan dunia tiba, cahaya ma’rifat akan terhalang dari kalbu.”
Ada pula yang mengatakan, “Hakikat ma’rifat adalah cahaya yang dikaruniakan di dalam kalbu Mukmin, dan tiada yang lebih mulia dalam khazanah kecuali ma’rifat.”
Sebagian Sufi berkata, “Matahari kalbu Sang `Arif lebih terang dan bercahaya dibandingkan matahari di siang hari. Karena matahari pada siang hari kemungkinan menjadi gelap karena gerhana, sedangkan matahari kalbu tiada pernah mengalami peristiwa gerhana (kusuf). Matahari siang tenggelam ketika malam, namun tidak demikian pada matahari kalbu.” Mereka mendendangkan syair:
Matahari siang tenggelam di waktu senja
matahari kalbu tiada pernah tenggelam
Siapa yang mencintai Sang Kekasih
`Kan terbang sayap rindunya
menemui Kekasihnya.
Dzun Nun berkata bahwa hakikat ma’rifat adalah penglihatan al-Haq atas rahasia-rahasia relung kalbu melalui perantaraan (muwashalah) Kilatan-kilatan lembut (latha’if) cahaya-cahaya:
Bagi orang `arifin, terdapat kalbu-kalbu yang diperlihatkan
Cahaya I1ahi dengan rahasia di atas rahasia
Yang terdapat dalam berbagai hijab
Tu1i dari makhluk, buta dari pandangan mereka
Bisu dari berucap dalam klaim-klaim dusta.
Sebagian di antara mereka ditanyai, “Kapankah seorang hamba mengetahui bahwa dia telah mencapai ma’rifat yang hakiki?” Dijawab, “Tatkala dia mencapai tahapan tidak menemukan dalam kalbunya sedikit pun ruang bagi selain Tuhannya.”
Sebagian Sufi ada pula yang berkata, “Hakikat ma’rifat adalah musyahadah kepada Yang Haq tanpa perantara, tanpa bisa diungkapkan, tanpa ada keraguan (syubhah).” Seperti ketika Amirul-Mukminin Ali bin Abi Thalib r.a. ditanya, “Wahai Amirul-Mukminin, apakah yang anda sembah itu yang dapat anda lihat atau tidak dapat anda lihat?” “Bukan begitu, bahkan aku menyembah Yang aku lihat, bukan dengan penglihatan mata, tetapi penglihatan kalbu,” jawab Ali.
Ja’far ash-Shadiq ditanya, “Apakah anda pernah melihat Allah swt.?”
“Aku tidak menyembah Tuhan yang tidak bisa kulihati” Ditanyakan lagi, “Bagaimana anda melihat-Nya, padahal Dia tidak dapat dilihat mata?”
Ja’far menjawab, “Mata penglihatan fisik tidak bisa melihat-Nya, tetapi mata batin (al-qulub) dapat melihat-Nya melalui hakikat iman. Tidak diketahui melalui penginderaan dan tidak pula dianalogikan dengan manusia.”
Sebagian `arifin ditanya seputar hakikat ma’rifat. Mereka berkata, “Menyucikan sirr (rahasia) kalbu dari segala kehendak ‘ dan meninggalkan kebiasaan sehari-hari, tentramnya kalbu kepada Allah swt. tanpa ada ganjalan (`alaqah), berhenti dari sikap berpaling dari Allah swt. dan menuju selain Allah swt. Mustahil, ma’rifat kepada substansi Dzat-Nya dan Sifat-sifat-Nya, dan tidak akan diketahui siapa Dia, kecuali melalui Dia sendiri, Yang Mahaluhur, Mahatinggi, serta Kemuliaan hanya kepada Diri-Nya saja.”
Bashirah, Mukasyafah, Musyahadah dan Mu’ayanah
Bashirah, Mukasyafah, Musyahadah dan Mu`ayanah merupakan term-term yang sinonim. Perbedaannya pada tataran makna penjelasannya yang utuh, bukan pada tataran makna asalnya. Kedudukan bashirah (mata batin) pada akal sama dengan kedudukan cahaya mata (batin) pada mata penglihatan (fisik). Kedudukan ma’rifat pada bashirah adalah seperti kedudukan bola matahari yang berpijar pada cahaya mata, sehingga dengan sinar itu, objek-objek yang jelas dan yang tidak tampak dapat dikenali.
Di dalam kehidupan (hayah) itu sendiri, Tauhid dapat diketahui.Allah swt. berfirman: “Bukankah orang yang sudah mati, kemudian dia Kami hidupkan?” (Q. s. al-An’am:122).
Sedangkan al-yaqin -ketahuilah – keyakinan (al-i`tiqad) dan ilmu, apabila telah bersemayam dalam kalbu dan tidak ada yang menjadi penghalang (ma’aridh) bagi masing-masing, akan membuahkan ma`rifat dalam kalbu. Dan ma’rifat tersebut dinamakan al-yaqin. Karena hakikat yakin adalah kejernihan ilmu yang didapatkan (acquired) melalui perolehan karunia (muktasab), sehingga menjadi seperti ilmu aksiomatik, dan kalbu menyaksikan keseluruhan, sebagaimana dikabarkan oleh syariat, baik dalarn persoalan dunia maupun akhirat. Dikatakan, `Air menjadi jelas ketika bersih dari kekeruhannya.”
Ilham adalah pencapaian (hushul) ma’rifat tersebut tanpa disertai sebab dan upaya, tetapi dengan ilham langsung dari Allah swt. setelah kalbu menjadi jernih dari segala sikap memandang baik (istihsan) dua jagad – jagad dunia maupun akhirat.
Sementara firasat adalah pengetahuan akan perlambang dari Allah swt., antara Dia dan hamba-Nya, yang memberi petunjuk pada segi esoterik (sisi paling dalam) hukum-hukumNya. Firasat tidak akan hadir, kecuali pada derajat taqarrub. Tetapi dia berada di bawah ilham. Karena ilham tidak membutuhkan alamat-alamat. Namun firasat membutuhkan alamat atau tanda perlambang, baik bersifat umum maupun khusus.
Wallahu a`lam.

MAKRIFAT

Makrifat

Makrifat adalah suatu topik yang sangat sukar untuk difahami, banyak orang tidak mengerti tetapi beranggapan faham,.. mereka beranggapan ilmu makrifat itu adalah Makrifat (Mengenal). Ilmu tidak sedikitpun menyentuh Makrifat, kerana apa,… kerana ilmu adalah yang berkaitan dengan alam. …alam yang dijadikan Tuhan dan alam bukan Tuhan.
Sedangkan Makrifat adalah yang berhubungan dengan Dzat Allah Yang Mutlak, yaitu Tuhan Semesta Alam. Sungguh jauh perbedaannya, contohnya orang yang mempunyai ilmu tentang motor (ia sangat faham tentang motor),..tetapi malangnya dia sendiri tidak ada motor, jadi kalau hendak berpergian ke mana-mana pun terpaksa naik angkot atau bus.
Beginikah yang dikatakan Makrifat, tentu saja bukan. Makrifat adalah berkaitan dengan pengalaman, hal, rasa,..tetapi bukan yang berkaitan dengan ilmu.
Seseorang yang bermakrifat, yang sungguh-sungguh dalam  Makrifatnya kepada Allah, bukan hanya sekadar teori semata, tetapi ia telah benar-benar meresapi Makrifat itu, …. malahan telah menjadi SATU dalam pandangan Tauhid.
Maka,  jika mereka mati, sesungguhnya mereka tidak mati, tetapi mereka hidup di sisi Allah dan mendapat Rahmat Nya.
Allah mengharamkan cacing-cacing dan ulat-ulat tanah untuk memakan jasadnya yang telah dikuburkan itu, …walaupun telah dikuburkan beratus-ratus tahun,  jasadnya masih tetap tidak binasa, malahan masih seperti baru dikebumikan. Segar tidak hancur dan tidak mengalami perubahan, kelihatan seperti orang yang mimpi indah dalam tidur.
Ada sebahagian yang lain mendapat Rahmat dari Tuhan, dengan apa yang disebut “terbang burung terbang sangkar”,  …. jasad dan ruh mereka kembali kepada Tuhan yang dikasihinya.
HAI JIWA-JIWA NAN TENANG  KEMBALILAH KEPADA TUHANMU DENGAN REDO DAN MEREDOI…
MAKRIFATULLAH
Untuk menuju status orang-orang beriman harus melalui tahapan Makrifat. Adapun iman yang ditasdiq di hati, tidak bisa tasdiq kalau tidak mengenal Allah..Tasdiq adalah adalah hasil dari pada pengenalan (makrifat), akan mustahil bisa tasdiq di hati kalau belum kenal,  sama dengan menasdigkan buah simala kama yaitu hayal,  palsu dan  angan-angan sahaja.  Koreksilah makna pengenalan
MAKRIFATULLAH:  Mengenal Allah SWT, pada Zat-nya, pada Sifat-nya, pada Asma-nya dan pada Af’al-nya.
AWALUDIN MA’RIFATULLAH Artinya : Awal agama mengenal Allah.
LAYASUL SHALAT ILLA BIN MA’RIFAT Artinya: Tidak sah  shalat tanpa mengenal Allah.
 MAN ARAFA NAFSAHU FAKAT ARAFA RABBAHU Artinya: Barang siapa mengenal dirinya dia mengenal Tuhannya.
ALASTU BIRAB BIKUM QOLU BALA  SYAHIDNA  Artinya: Bukankah aku ini Tuhanmu ? Betul engkau Tuhan kami,kami menjadi saksi.(QS.AL-ARAF 7:172)
AL INSANNU SIRRI WA ANNA SIRRUHU Artinya: Manusia itu RahasiaKu dan akulah Rahasianya.
WAFI AMFUSIKUM AFALA TUBSIRUUN Artinya: Di dalam dirimu mengapa kamu tidak melihat.
 ANAHNU AKRABI MIN HABIL WARIZ Artinya: Aku lebih dekat dari urat nadi lehermu.
 LAA TAK BUDU RABBANA LAM YARAH Artinya: Aku tidak akan menyembah Allah apabila aku tidak melihatnya terlebih dahulu.
Mereka yang bermakrifat adalah mereka yang melihat Allah dengan mata hati,  yaitu  merasakan Dzahir nya Allah…
Mereka yang merasakan wujud Allah, …mereka itu berkekalan lebur dan tenggelam dalam merasakan NYA.
Makrifat adalah pakaian (pengalaman), kalau masih ditingkat faham, baru ilmu..belum lagi makrifat, ia berkaitan dengan Tuan yang punya ilmu itu sendiri,. Maka, makrifat itu lebih dari kenal dan mengalami sendiri seperti kita merasa manisnya gula dan kenal gula. Oleh karena itu jika kita mendapat rasa gula yang pahit walaupun bentuk gula, maka bukan gula namanya.
HUBUNGAN MANUSIA DENGAN ALLAH
Pada malam Ghaibul Ghaib yaitu dalam keadaan antah-berantah hanya Dzat semata. Belum ada awal dan belum ada akhir, belum ada bulan dan belum ada matahari, belum ada bintang belum ada sesuatupun. Malahan belum ada Tuhan yang bernama Allah, maka dalam keadaan ini, Diri yang punya Dzat tersebut telah mentajalikan diri-Nya untuk memuji diri-Nya.
Lantas tajalilah  Nur Allah dan kemudian tajali pula  Nur Muhammad (Insan Kamil), yang pada peringkat ini dinamakan Anta Ana, (Kamu, Aku) , (Aku,Kamu),Ana Anta. Maka yang punya Dzat bertanya kepada Nur Muhammad dan sekalian Roh untuk menentukan kedudukan dan taraf hamba.
Lantas ditanyakan kepada Nur Muhammad, Aku ini Tuhanmu? Maka dijawablah Nur Muhammad yang mewakili seluruh Roh, Ya…Engkau Tuhanku.
Persaksian ini dengan jelas diterangkan dalam Al-Qur’an surat Al-Araf 7:172: ALASTU BIRAB BIKUM, QOOLU BALA SYAHIDNA. Artinya : Bukan aku ini Tuhanmu? Betul engkau Tuhan kami, Kami menjadi Saksi.
Selepas pengakuan atau persumpahan Roh itu  dilaksankan, maka bermulalah era baru di dalam perwujudan Allah SWT. Seperti firman Allah dalam Hadits Qudsi yang artinya :“Aku suka mengenal diriku, lalu aku jadikan mahkluk ini dan aku perkenalkan diriku. Apa yang dimaksud dengan mahkluk ini ialah : Nur Muhammad sebab seluruh kejadian alam maya ini dijadikan dari pada Nur Muhammad, tujuan yang punya Dzat mentajalikan Nur Muhammad adalah untuk memperkenalkan diri-nya sendiri dengan diri Rahasianya sendiri. Maka diri Rahasianya itu adalah ditanggung dan diakui amanahnya oleh suatu kejadian yang bernama : Insan yang bertubuh diri bathin (Roh) dan diri bathin itulah diri manusia, atau Rohani.
Firman Allah dalam hadis Qudsi: AL-INSAANU SIRRI WA-ANA SIRRUHU
Artinya : Manusia itu RahasiaKu dan Akulah yang menjadi Rahasianya.
Jadi yang dinamakan manusia itu ialah karena ia mengenal Rahasia. Dengan perkataan lain manusia itu mengandung Rahasia Allah.
Karena manusia menanggung Rahasia Allah maka manusia harus berusaha mengenal dirinya, dan dengan mengenal dirinya manusia akan dapat mengenal Tuhannya, sehingga lebih mudah kembali menyerahkan dirinya kepada Yang Punya Diri pada waktu dipanggil oleh Allah SWT. Yaitu  tatkala berpisah Roh dengan jasad. (kembali kepada Allah harus selalu dilakukan semasa hidup, masih berjasad, contohnya dengan solat, kerana solat adalah mikraj oang mukmin atau dengan ‘mati sebelum mati’).
Firman Allah An-Nisa 4:58: INNALLAHA YAK MARUKUM ANTU ABDUL AMANATI ILAAHLIHA. Artinya: Sesunggunya Allah memerintahkan kamu supaya memulangkan amanah kepada yang berhak menerimanya. (Allah).
Hal tersebut di atas dipertegas lagi oleh Allah dalam Hadits Qudsi : MAN ARAFA NAFSAHU,FAQAT ARAFA RABAHU. Artinya : Barang siapa mengenal dirinya maka ia akan mengenal Tuhannya.
Dalam menawarkan tugas yang sangat berat ini, pernah ditawarkan Rahasia-nya itu kepada Langit, Bumi dan Gunung-gunung tetapi semuanya tidak sanggup menerimanya.
Seperti firman Allah SWT Al Ahzab 33:72. INNA ‘ARAT NAL AMATA, ALAS SAMAWATI WAL ARDI WAL JIBAL FA ABAINA ANYAH MILNAHA WA AS FAKNA MINHA,WAHAMA LAHAL INSANNU. Artinya : Sesungguhnya kami telah menawarkan suatu amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung tetapi mereka enggan memikulnya dan merasa tidak akan sanggup, lantas hanya manusia yang sanggup menerimanya.
Oleh karena amanat (Rahasia Allah) telah diterima, maka adalah menjadi tanggung jawab manusia untuk menunaikan janjinya. Dengan kata lain tugas manusia adalah menjaga hubungannya dengan yang punya Rahasia.
Setelah amanat (Rahasia Allah) diterima oleh manusia (diri Batin/Roh) untuk tujan inilah maka Adam dilahirkan untuk bagi memperbanyak diri, diri penanggung Rahasia dan berkembang dari satu abad  ke satu abad, diri satu generasi ke satu generasi yang lain sampai alam ini mengalami KIAMAT  DAN  RAHASIA ITU  KEMBALI  KEPADA  ALLAH.
INNA LILLAHI WA INNA ILAIHI RAAJIUN. Artinya : Kita berasal dari Allah, dan  kembali kepada Allah.
Qs Shad 38:72: Aku tiupkan RuhKu kedalamnya. Rahsiaku adalah RuhKu, dia menanggil dirinya aku, tapi di atasnya ada Aku Allah.
Memang benar Allah itu tidak dapat dihijab oleh sesuatu pun, tapi, itu bagi mereka yang telah mengenal Allah , bagi mereka yang telah Esa, tapi bagi kebanyakan orang Allah dan dirinya adalah dua, jadi anggapan inilah yang menghijab mereka, anggapan inilah yang harus dibuang, tetapi untuk membuangnya bukanlah mudah,, kerana ego akan melawannya mati-matian, kerana ego tahu, apabila manusia itu masuk ke makam keesaan, maka ego akan terkubur., dan ia tidak mhu itu akan terjadi.

Anak Kunci Mengenal Allah

               Anak Kunci Mengenal Allah

Dikutip dari Kitab Kimyatusy Sya’adah – Al Ghazali
 
Mengenal diri itu adalah “Anak Kunci” untuk Mengenal Alloh.   Hadis ada mengatakan :
MAN ‘ARAFA NAFSAHU FAQAD ‘ARAFA RABBAHU (Siapa yang kenal kenal dirinya akan Mengenal Alloh)
Firman Alloh Taala :
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur’an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu? (QS. 41:53)
Tidak ada hal yang melebihi diri sendiri.  Jika anda tidak kenal diri sendiri, bagaimana anda hendak tahu hal-hal yang lain?  Yang dimaksudkan dengan Mengenal Diri itu bukanlah mengenal bentuk lahir anda, tubuh, muka, kaki, tangan dan lain-lain anggota anda itu.  karena mengenal semua hal itu tidak akan membawa kita mengenal Alloh.  Dan bukan pula mengenal perilaku dalam diri anda yaitu bila anda lapar anda makan,  bila dahaga anda minum,  bila marah anda memukul dan sebagainya.  Jika anda bermaksud demikian,  maka binatang itu sama juga dengan anda.  Yang dimaksudkan sebenarnya mengenal diri itu ialah:
Apakah yang ada dalam diri anda itu? Dari mana anda datang? Kemana anda pergi? Apakah tujuan anda berada dalam dunia fana ini? Apakah sebenarnya bagian dan apakah sebenarnya derita?
Sebagian daripada sifat-sifat anda adalah bercorak kebinatangan.  Sebagian pula bersifat Iblis dan sebagian pula bersifat Malaikat.  Anda hendaklah tahu sifat yang mana perlu ada,  dan yang tidak perlu.   Jika anda tidak tahu,   maka tidaklah anda tahu di mana letaknya kebahagiaan anda itu.
Kerja binatang ialah makan,  tidur dan berkelahi.  Jika anda hendak jadi binatang,  buatlah itu saja.  Iblis dan syaitan itu sibuk hendak menyesatkan manusia,  pandai menipu dan berpura-pura.  Kalau anda hendak menurut mereka itu,   lakukan sebagaimana kerja-kerja mereka itu.  Malaikat sibuk dengan memikir dan memandang Keindahan Ilahi.  Mereka bebas dari sifat-sifat kebinatangan.
Jika anda ingin bersifat dengan sifat KeMalaikatan,  maka berusahalah menuju asal anda itu agar dapat anda mengenali dan menuju pada Alloh Yang Maha Tinggi dan bebas dari belenggu hawa nafsu.  Sebaiknya hendaklah anda tahu kenapa anda dilengkapi dengan sifat-sifat kebintangan itu. 
A dakah sifat-sifat kebinatangan itu akan menaklukkan anda atau adakah anda menakluki mereka?.  Dan dalam perjalanan anda ke atas martabat yang tinggi itu,  anda akan gunakan mereka sebagai tunggangan dan sebagai senjata.
Langkah pertama untuk mengenal diri ialah mengenal bahwa anda itu terdiri dari bentuk yang zhohir,  yaitu tubuh ;  dan hal yang batin yaitu hati atau Ruh .  Yang dimaksudkan dengan “HATI” itu bukanlah daging yang terletak dalam sebelah kiri tubuh.
Yang dimaksudkan dengan “HATI” itu ialah satu hal yang dapat menggunakan semua kekuatan,   yang lain itu hanyalah sebagai alat dan kaki tangannya saja.  Pada hakikat hati itu bukan termasuk dalam bidang Alam Nyata(Alam Ijsam) tetapi adalah termasuk dalam Alam Ghaib.  Ia datang ke Alam Nyata ini ibarat pengembara yang melawat negeri asing untuk tujuan berniaga dan akhirnya kembali akan kembali juga ke negeri asalnya.  Mengenal hal seperti inilah dan sifat-sifat itulah yang menjadi “Anak Kunci” untuk mengenal Alloh.
Sedikit ide tentang hakikat Hati atau Ruh ini bolehlah didapati dengan memejamkan mata dan melupakan segala hal yang lain kecuali diri sendiri.  Dengan cara ini,   dia akan dapat melihat tabiat atau keadaan “diri yang tidak terbatas itu”. Meninjau lebih dalam tentang Ruh itu adalah dilarang oleh hukum.  Dalam Al-Quran ada diterang,
Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”. (Bani Israil:85)
Demikianlah sepanjang yang diketahui tentang Ruh itu dan ia adalah mutiara yang tidak bisa dibagi-bagi atau dipecah-pecahkan dan ia termasuk dalam “Alam Amar/perintah”.  Ia bukanlah tanpa permulaan.  Ia ada permulaan dan diciptakan oleh Alloh.  Pengetahuan falsafah yang tepat mengenai Ruh ini bukanlah permulaan yang harus ada dalam perjalanan Agama,  tetapi adalah hasil dari disiplin diri dan berpegang teguh dalam jalan itu,  seperti tersebut di dalam Al-Quran :
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. (Al-Ankabut:69)
Untuk menjalankan perjuangan Keruhanian ini,  bagi upaya pengenalan kepada diri dan Tuhan,  maka
  • Tubuh itu bolehlah diibaratkan sebagai sebuah Kerajaan,
  • Ruh itu ibarat Raja.
  • Pelbagai indera (senses) dan daya (fakulti) itu ibarat satu pasukan tentara.
  • Aqal itu bisa diibaratkan sebagai Perdana Menteri.
  • Perasaan itu ibarat Pemungut pajak,  perasaan itu terus ingin  merampas dan merampok.
  • Marah itu ibarat Pegawai Polisi, 
  • marah sentiasa cenderung kepada kekasaran dan kekerasan.
Perasaan dan marah  ini perlu ditundukkan di bawah perintah Raja.  Bukan dibunuh atau dimusnahkan karena mereka ada tugas yang perlu mereka jalankan, tetapi jika perasaan dan marah menguasai Aqal,  maka tentulah Ruh akan hancur.
Ruh yang membiarkan kekuatan bawah menguasai kekuatan atas adalah ibarat orang orang yang menyerahkan malaikat kepada kekuasaan Anjing atau menyerahkan seorang Muslim ke tangan orang Kafir yang zalim.  Orang yang menumbuh dan memelihara sifat-sifat iblis atau binatang atau Malaikat akan menghasilkan ciri-ciri atau watak yang sepadan dengannya yaitu iblis atau binatang atau Malaikat itu.  Dan semua sifat-sifat atau ciri-ciri ini akan nampak dengan bentuk-bentuk yang jelas di Hari Pengadilan.
  • Orang yang menurut hawa nafsu nampak seperti babi,
  • Orang yang garang dan ganas seperti anjing dan serigala,
  • Orang yang suci seperti Malaikat.
Tujuan disiplin akhlak (moral) ialah untuk membersihkan Hati dari karat-karat hawa nafsu dan amarah,  sehingga ia jadi seperti cermin yang bersih yang akan memantulkan Cahaya Alloh Subhanahuwa Taala.
Mungkin ada orang bertanya,
“Jika seorang itu telah dijadikan dengan mempunyai sifat-sifat binatang,   Iblis dan juga Malaikat,  bagaimanakah kita hendak tahu yang sifat-sifat Malaikat itu adalah sifatnya yang hakiki dan yang lain-lain itu hanya sementara dan bukan sengaja?”
Jawabannya ialah mutiara atau inti sesuatu makhluk itu ialah dalam sifat-sifat yang paling tinggi yang ada padanya dan khusus baginya.  Misalnya keledai dan kuda adalah dua jenis binatang pembawa barang-barang,  tetapi kuda itu dianggap lebih tinggi darjatnya dari keledai karena kuda itu digunakan untuk peperangan.  Jika ia tidak boleh digunakan dalam peperangan,  maka turunlah ke bawah derajatnya kepada derajat binatang pembawa barang-barang. saja.
Begitu juga dengan manusia;  daya yang paling tinggi padanya ialah ia bisa berfikir yaitu Aqal.  Dengan pikiran itu dia bisa memikirkan hal-hal Ketuhanan.  Jika daya berfikir ini yang meliputi dirinya,  maka bila ia mati (bercerai nyawa dari tubuh) ,  ia akan meninggalkan di belakang semua kecenderungan pada hawa nafsu dan marah,  dan layak duduk bersama dengan Malaikat.   Jika berkenaan dengan sifat-sifat Kebinatangan,  maka manusia itu lebih rendah tarafnya dari binatang,  tetapi Aqal menjadikan manusia itu lebih tinggi tarafnya,   karena Al-Quran ada menerangkan bahwa,
Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan) mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan. (Luqman:20)
Jika sifat-sifat yang rendah itu menguasai manusia,  maka setelah mati,  ia akan memandang terhadap keduniaan dan merindukan  keindahan di dunia saja.
Ruh manusia yang berakal itu penuh dengan kekuasaan dan pengetahuan yang sangat menakjubkan. Dengan Ruh Yang Berakal itu manusia dapat menguasai segala cabang ilmu dan Sains. Dapat mengembara dari bumi ke langit dan balik semula ke bumi dalam sekejap mata. Dapat memetakan langit dan mengukur jarak antara bintang-bintang.Dengan Ruh itu juga manusia dapat menangkap ikan ikan dari laut dan burung-burung dari udara.Menundukkan binatang-binatang untuk tunduk kepadanya seperti gajah,  unta dan kuda. 
Lima indera (pancaindera) manusia itu adalah ibarat lima buah pintu terbuka menghadap ke Alam Nyata (Alam Syahadah) ini.
Lebih ajaib dari itu lagi ialah  Hati.  Hatinya itu adalah sebuah pintu yang terbuka menghadap ke Alam Arwah (Ruh-ruh) yang ghaib.
Dalam keadaan tidur,  apabila pintu-pintu dunia tertutup,  pintu Hati ini terbuka dan manusia menerima berita atau kesan-kesan dari Alam Ghaib dan kadang-kadang membayangkan hal-hal yang akan datang.  Maka hatinya adalah ibarat cermin yang memantulkan (bayangan) apa yang tergambar di Luh Mahfuz.  Tetapi meskipun dalam tidur,  pikiran tentang hal-hal keduniaan akan menggelapkan cermin ini.  maka gambaran yang diterimanya tidaklah terang.  Setelah lepasnya nyawa dengan tubuh (mati),  Pikiran-pikiran tersebut hilang sirna dan segala sesuatu terlihatlah dalam keadaan yang sebenarnya.
Firman Alloh dalam Al-Quran :
Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan dari padamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam. (Qaaf:22).

Sunday, July 26, 2015

Tauhidus Sifat

Tauhidus Sifat

Kaifiyat Tauhidussifat memandang segala sifat yang berdiri pada dzat adalah sifat Allah. Tidak ada yang mendengar kecuali dengan mendengarnya Allah. Tidak ada bagi hamba sekalian itu mempunyai sifat, kecuali hanya sebagai madzhar sifat Allah. Mengesakan Allah ta’ala dalam segala sifat, sirna semua sifat mahluk di bawah sifat Allah. Sifat sifat 20 itu pada hakikatnya adalah yang dikehendaki dalam asma’ul husna. Pandang, syuhud, baik dengan mata kepala atau mata hati, i’tiqodkan hasil pandangan syuhud tersebut yakini bahwa segala sifat yang berdiri pada dzat yang madzhar pada mahluk seperti sifat qudroh irodah ilmun hayatun sama’ bashor kalam semua itu nyata terlihat dan dirasakan oleh kita bahkan oleh mahluk lain bahwa itu semua bersifat majazi (ja’iz/ ada tapi bukan milik.  Hakikatnya yang memiliki semua sifat itu adalah Allah. Orang yang mengakui yang bukan haknya itulah seburuk buruk orang dan itulah yang disebut bid’ah dzolalah. Sifat yang berdiri pada dzat Allah yang bisa kita ketahui adalah kuasa, berkehendak,Ilmu, hidup, mendengar, dan berkata (sifat maani) sifat sifat itu ada pada manusia yang kemudian menjadi sifat ma’nawiyah (subyek). berkuasa menjadi yang berkuasa, berkehendak menjadi yang berkehendak dll. Subyek yang ada pada mahluk itu menjadi madzhar nya Alloh sebagai sifat yang majazi. Yang terasa pada kita itu hakikatnya milik Allah, sebut saja itu adalah sekedar pinjaman. Diumpamakan seperti cahaya, itu adalah cahaya Allah. seperti bumi menjadi terang bukan karena bumi itu terang tetapi karena cahaya matahari yang menyinarinya. Jika sudah benar, tahqiq, cara pandang, cara syuhud, niscaya kita akan tenggelam.

Wa Qolbuhu Ladzi Yuddzmiru bi
Kaifiyat tajalli sifat engkau pandang bahwa hamba yang mendengar itu dengan Allah, hamba yang melihat itu dengan Allah, yang berkata kata itu dengan Allah yang berkehendak itu dengan Allah dst, maka lengkaplah keyakinan kita, inna sholati wa nusuki …..lillahi robbil alamin, li adalah milik bukan diartikan untuk.
Syariat qouli wa thoriqotu fi’li wa haqiqotu haali wa ma’rifatul ro’sul maali. Tidak ada harta yang paling istimewa kecuali ilmu yang yuntafa’ ubih, ilmu itu bisa berupa ilmu lahir bisa berupa ilmu bathin, ilmu rahasia, ilmu yang menyinari (linuriyahu) yang rahmah dan berkah, rahmah berkaitan akherat berkah berkaitan dengan dunia. Ilmu sebagai kunci dunia dan kunci akherat. Ilmu adalah sifat Allah yang nyata nurnya pada kita.
Ada beberapa cara para malaikat dan ruh (dalam suroh lailatul qodar) turun ke bumi (intholiqu ila abdi). Ruh itu adalah para auliya’. Malaikat kembali lagi ke langit tapi para auliya’ itu tidak langsung kembali. Kadang secara jasad barzakhi dan jasmani wujud menguji kita. Kadang hanya berupa jasad barzakhi dan meminjam jasmani seseorang di dekat kita (contoh anak) lalu menguji kita dengan polahnya jika kita nggak sabar lalu menyakitinya menamparnya, maka auliya’ itu lalu tertawa, ah segitu to sabarnya.
Faidah tajalli memandang Allah dengan tadrij (sedikit demi sedikit). Tidak usah terburu buru yang penting apa yang diketahui maka amalkan. Jadikan laa ilaha illalloh menjadi pohon tauhid yang kuat dari hembusan nafsu. Benih itu tumbuh dengan tadrij. Pandang terus, meski satu menit dalam sehari. Usahakan di awal kesadaran yaitu bangun tidur dan diakhir kesadaran yaitu mau tidur. Sehingga paling tidak di awali ingat pada Allah dan diakhiri dengan ingat Allah meski di tengahnya bolong. Alhamdulillah ternyata saya masih dihidupkan, ternyata saya masih harus mengahadapi ujian, niscaya Allah akan menolong kita menghadapi semua.Seperti orang sholat diawali dengan qosd “Allahu akbar” meski setelahnya lupa lagi nanti diakhiri salam.
Memang susah menerapkan tauhidussifat, karena ini memang maqom para ambiya dan aulia. Mulailah memandang sifat Allah satu persatu. Kita harus mengenal semua sifat dua puluh. Dilantunkan, difaham, ditanamkan. Fahami sifat nafsiah, yaitu wujud. Kemudian lima sifat salbiyah. Wujud itu artinya diri. Salbiyah itu mahkota wujud, keagungan wujud. selanjutnya tujuh sifat ma’ani. Ma’ani itu masdar akar kata, sumber, atau inti. dan tujuh sifat ma’nawiyah sebagai pengembangan sifat ma’ani. Qudroh artinya kuasa, pada saat nyata berkembanga menjadi qodirun, artinya yang kuasa.Ketika sudah berbentuk ma’nawiyah (maf’ul) maka mengandung makna pelaku dan ada kata kerjanya, dan mengandung pula objek.
Dalam kajian tauhid sebetulnya penambahan kata maha itu tidak dibenarkan. karena artinya memberikan jarak antara Allah dengan mahluk.
Ketika Rosululloh menerima wahyu, beliau menerima dengan lantaran jibril, dengan tabir, dengan suara keras, kecuali pada saat menerima perintah sholat. Kita tidak pernah melihat Allah. Melihat mahluk kita menemukan sifat kuasa. Maka munculah yang kuasa, maka yang kuasa itu pandang sedikit demi sedikit bahwa tidak ada yang kuasa kecuali Allah. Maka fana’lah perbuatan, nama, sifat pada mahluk kembali pada perbuatan, asma, sifat Allah. Tanam dalam hati yang kuat, dikunci jangan sampai goyah. Kembangkan sifat dari sifat sifat ma’ani sampai ke ma’nawiyah.
Adam sebagai kholifah fil ardz. Yang namanya bapak jasmani disebut kholifah fil ardz, maka anak keturunannya juga diberi predikat kholifah fil ardz. Apa itu kholifah? Ilustrasinya adalah:
Sebuah negara mengirimkan perwakilannya kepada yang lain namanya duta besar. Di kantor maupun di rumah dubes itu di pagar dengan rapat untuk membatasi hukum yang berlaku. Apapun yang dikata oleh dubes adalah mewakili negaranya. Apapun hukum yang dikata oleh dubes maka itu mewakili negara. Jika kita memaksa melompat pagar, maka kita terkena hukum negaranya.
Contoh lagi adalah seorang mak comblang. Apapun yang dikata oleh si comblang maka seolah itu datang dari arjuna di telinga srikandi. Karena semua merasa terwakili.
Bagaimana dengan kholifah Allah. Kita tidak pernah melihat Allah. Maka kholifah Allah itu yang mewakili di tengah tengah kita yang menyalurkan kita kepada Allah yang gho’ib. Man arofa nafsah arofa robbah. Barang siapa mengenali diri yang kholifah maka akan mengenal Allah.Kholifah adalah yang diutus Allah untuk menunaikan hukum hukumnya. Dia adalah orang yang sudah ma’rifat kepada Allah yang baginya nggak ada yang tersembunyi. Yang mencapai nafsu muthma’innah.
Kholifah pertama di bumi adalah adam. adam secara bahasa adalah berarti dulu. Sebagai kholifah Adam telah diberi bekal mengetahui segala asma’. Tidak ada yang tersembunyi baik yang terkecil maupun yang terbesar.
Huwa lladzi kholaqo samawati wal ardz….. dia mencipta. Dia siapa? dia insan kamil para arifin billah.Kepadanya dia dilimpahkan ilmu laduni. Dengan Ilmu laduni itu ialah yang sebenarnya yang dikatakan alim (alim robbany). Abu yazid bahkan mengatakan kepada ulama’ dhohir “Akhodztum Ilma Minal Mayyit ila Mayyit Wa Akhodzna Ilma Mina lladzi la yamut”.

TAREKAT




ANTARA ALIRAN DAN AMALAN,ANTARA RITUAL DAN IBADAH
“WANITA BERSUAMI YANG MASIH MENGEMBAN FUNGSI TANGGUNGJAWAB RUMAH TANGGANYA,SEBAIKNYA JANGAN IKUT ORGANISASI TAREKAT”
Pernah mendengar kata-kata tersebut diatas? Atau justru anda adalah pelaku/pengamal Tarekat fanatik dari salah satu organisasi Tarekat? Atau masih samar-samar akan pengetahuan tentang Tarekat ?

Maka bagi anda yang benar-benar belum mengetahui tentang ilmu Tarekat,semoga tulisan ini dapat mengawali pengetahuan tentang hal itu.Dan bagi yang telah familier serta rajin menjalankan amalan-amalan Tarekat,bahkan aktif dalam organisasi ketarekatan ,maka semoga paparan berikut dapat semakin mengisi cakrawala ilmu pengetahuan ketarekatan.Sementara bagi yang masih samar-samar atau setengah-setengah dalam pengetahuan tentang Tarekat,maka semoga penjabaran berikut ini dapat menambah pengetahuan serta dapat menjadikan inspirasi,alternatif dan memperbanyak amalan shalihan dalam rangka beribadah mengabdi kepada Tuhannya.

ANTARA REALITA DAN PROBLEMATIKA
Sepertinya telah sering kita saksikan disekitar kehidupan kita,baik melalui media maupun menyaksikan langsung ,banyak sekelompok umat tampak menjalankan ritual keagamaan tertentu secara berjama’ah dengan khidmat berdzikir menggeleng-gelengkan kepala dengan cepat,ke kanan ke kiri,ke atas ke bawah,kemudian seluruh badan dan kepala terselubung rapat oleh kerudung/kain putih seraya tak lepas jari-jemarinya menghitung bulir-bulir tasbih diiringi gemuruh gumam do’a dan sholawat hingga ribuan kali.Begitu khusyu’ dan berkonsentrasi tinggi tanpa peduli dengan urusan lain.Sementara sering kita lihat di media ketika pemerintah mengumumkan penentuan hari Raya Iedul Fitri ataupun Hari Raya Qurban,maka ada jama’ah Tarekat tertentu di wilayah Aceh,Sumatera Barat,Sulawesi dan wilayah lainnya ada yang merayakannya dua hari sebelum maupun ada yang merayakan dua hari setelah penentuan yang ditetapkan oleh pemerintah.Begitulah berbagai ragam cara-cara manusia berlomba-lomba mereguk amal,menyembah,mengabdi dan mencari jalan menuju kepada Sang Khalik.

Saat-saat hari tertentu jama’ah tarekat mengadakan pengajian yang dibimbing oleh seorang guru atau syeikh.Kesan execlusive tampak kental mewarnai jama’ah ini dengan berpakaian/gamis serba hitam,kelompok lainnya ada yang putih-putih,dan sebagainya.Di Indonesia kelompok jama’ah tarekat terbilang berciri moderat atau lebih tampak menampilkan acara-acara ritual yang damai dan cenderung berkonsentrasi di tempat-tempat yang jauh dari hiruk pikuk kota.Namun di sebagian wilayah negara di Timur Tengah,kelompok jama’ah tarekat banyak yang melaksanakan ritual ekstrim di keramaian orang banyak,seperti ritual mencambuk-cambuk/melukai badannya sendiri hingga berdarah.

“WANITA BERSUAMI YANG MASIH MENGEMBAN FUNGSI TANGGUNGJAWAB RUMAH TANGGANYA,SEBAIKNYA JANGAN IKUT ORGANISASI TAREKAT”
Bagi sebagian kelompok umat,pelaksanaan Tarekat telah menjadi amalan baku dan dapat menjalani dengan lancar tanpa masalah.Hal tersebut terutama bagi insan-insan berkeluarga yang benar-benar telah memahami ilmu pengetahuan bertarekat.Namun bagi kelompok keluarga yang diantara anggota keluarga tersebut ada yang tidak setara ilmu pengetahuan Tarekatnya,maka akan banyak menimbulkan masalah,apalagi bagi yang hanya sekedar ikut-ikutan atau hanya karena faktor diajak pengajian oleh rekannya namun tidak tahu kalau kelompok pengajian yang diikutinya tersebut adalah pengajian dari salah satu organisasi Tarekat.Hal ini lazim terjadi ditengah-tengah keluarga kita dan di sekitar lingkungan kita,biasanya ibu-ibu/istri kita begitu antusias mengikuti ajakan rekan tetangga atau teman maya mengikuti pengajian pada seorang guru/Syeikh ke suatu tempat jauh kadang diluar kota hingga harus menginap,meninggalkan anak/suami.Begitu pulang langsung hari-hari disibukkan dengan bacaan-bacaan wirid sekian ribu kali,puasa ini,puasa itu hingga sering terjadi problem rumah tangga karena suami kesal sang istrinya banyak lalai/meninggalkan tanggung jawab fungsi sebagai ibu rumah tangga yang semestinya.Keluarga,Anak tak diperhatikan/terurus namun sibuk dengan ritual-ritual yang diperintahkan oleh sang guru/Syeikhnya tersebut,yang harus diamalkan setiap hari.Demikian juga sebaliknya ada suami yang meninggalkan keluarganya berhari-hari terlantar tanpa back up dan kompromi yang jelas dalam perkara yang sama.
Maka sebaiknya bagi wanita bersuami/ibu rumah tangga yang kapasitas dan tanggung jawabnya sangat dibutuhkan untuk keluarga,semestinya janganlah larut sibuk atau ikut menjadi anggota jama’ah Tarekat dengan sibuk mengamalkan ritual-ritual setiap harinya tanpa ijin dan kompromi dengan keluarga/ suami.Sebab jika hal demikian tetap dilakukan dengan alasan keyakinan/keimanan menurut prasangka pribadi sendiri,maka sungguh akan banyak mendapatkan mudharat daripada manfaat yang lebih besar.Ibarat menangguk air dengan keranjang bolong.

Sementara disisi lain sangat disayangkan beberapa guru/Syeikh (tidak semua-red.), yang berorganisasi dan menjalankan/memimpin Tarekat,dengan banyak anggota/jama’ahnya namun tidak melakukan evaluasi atau seleksi ter-metodis kepada anggotanya apakah kondisinya sedang memikul tanggung jawab dalam keluarganya atau tidak ,malah kadang langsung main “Bai’at” saja,tanpa memberikan informasi yang jelas dan terstruktur akan organisasi tarekat yang dipimpinnya.Kadang tak ditanya apakah hanya ikut-ikutan atau karena telah berpengetahuan.Atau setidaknya ditolak secara edukatif pada calon jama’ahnya dengan mengatakan,

“Ibu,Jika ibu masih banyak tugas dan tanggung jawab dalam keluarga,masih menyusui,masih ngurusi pekerjaan rumah tangga,masih ngurusi anak/ suami,silahkan ibu pulang kembali dan amalkan tarekat bersama keluarga saja dirumah,sebab melaksanakan tugas dan kewajiban seorang istri,taat dan mematuhi suami adalah sama dengan bertarekat juga.”

Ini baru guru/Syeikh mursyid yang bijak.Cobalah renungkan perkara ini.
Baik sobat budiman Nusantara,
Mari kita dalami pengetahuan tentang TAREKAT ini.Tulisan ini aku persembahkan kepada ikhwan fillah sebangsa setanah air dalam maksud menambah cakrawala pengetahuan dan pemahaman akan nlai-nilai agama agar dapat menjadikan referensi,inspirasi,penambah keimanan dan kecerdasan pikir dalam menjalani kehidupan,beribadah mengabdi kepada Sang Maha Pencipta.Dan tulisan ini tersusun dan terangkum berdasarkan pengamatan,pengalaman,pengelanaan.mengaji langsung ,serta digali dari berbagai sumber.


MAKNA TAREKAT
TINGKATAN KEILMUAN AGAMA (Maqam Al-Ilm Al-Islam)

Dalam Islam telah dikenal adanya jenjang derajat keilmuan agama yakni :

-Syareat – Tareqat – Haqeqat


(sedang Ma’rifat adalah bukan jenjang keilmuan agama seseorang secara standar, melainkan merupakan pangkat (maqam) execlusive pemberian Tuhan kepada hamba-Nya tertentu yang dikehendaki-Nya).
Syareat adalah dimensi perundang-undangan dasar,(S.O.P),sedangkan Tareqat adalah dimensi pengamalannya,sementara Haqeqat (kebenaran) adalah dimensi titik tujuan yang dapat membuka kesadaran pemahaman secara global,atau tingkatan yang dapat mejadikan orang memahami makna kehidupan dan agama.Syariat laksana baju sedangkan hakikat ibarat badan.

Jika dianalogikan ke dalam tataran bahasa disiplin ilmu,maka Syareat merupakan ilmu Praktis,Tarekat adalah Metodologis,Haqeqat adalah Teoritis,sedangkan maqam Ma’rifat adalah dimensi Filosofis.
Imam Malik mengatakan bahwa seorang mukmin sejati adalah orang yang mengamalkan syariat dan hakikat secara bersamaan tanpa meninggalkan salah satunya.Adagium populer : “Hakikat tanpa syariat adalah kepalsuan, sedang syariat tanpa hakikat adalah sia-sia.” Imam Malik berkata, “Barangsiapa bersyariat tanpa berhakikat, niscaya ia akan menjadi fasik. Sedang yang berhakikat tanpa bersyariat, niscaya ia akan menjadi zindik.Barangsiapa menghimpun keduanya [syariat dan hakikat], ia benar-benar telah berhakikat.”


*Syariat adalah hukum-hukum atau aturan-aturan dari Allah yang disampaikan oleh Nabi untuk dijadikan pedoman kepada manusia, baik aturan ibadah maupun yang lainnya. Apa yang tertulis dalam Al-Qur’an hanya berupa pokok ajaran dan bersifat universal, karenanya Nabi yang merupakan orang paling dekat dengan Allah dan paling memahami Al-Qur’an menjelaskan aturan pokok tersebut lewat ucapan dan tindakan Beliau, para sahabat menjadikan sebagai pedoman kedua yang dikenal sebagai hadist. Ucapan Nabi bernilai tinggi dan masih sarat dengan simbol-simbol yang memerlukan keahlian untuk menafsirkannya.
Tarekat berasal dari kata “Toro – Thariqah” yang berarti jalan.Tarekat adalah jalan-jalan yang ditempuh para sufi sebagai jalan yang berpangkal dari syariat sebab jalan utama disebut syar’, sedangkan anak jalan tersebut thariq. Kata turun ini menunjukkan bahwa bagi para sufi, dimensi keruhanian merupakan cabang dari jalan utama yang terdiri dari hukum ilahi, tempat berpijak bagi setiap muslim. Tidak mungkin jika ada anak jalan /gang,bila tidak ada jalan utama tempat berpangkal.Dimensi kebatinan seseorang tidak mungkin diraih bila perintah syariat yang mengikat itu tidak ditaati.

Jika seorang yang mengaku muslim namun hanya sekedar menjalankan perintah agama secara standar saja,(asal memenuhi kewajiban),maka ia dalam katagori bersyareat saja.Sedangkan bagi seseorang yang telah berpengetahuan syareat kemudian ingin meningkatkan qualitas ibadahnya serta berniat ingin mencari jalan mendapatkan ridho Tuhan maka ia telah memasuki tahapan kedua dalam agama yakni ber-TAREKAT.Inilah jalan yang harus ditempuh oleh seorang calon sufi agar ia berada sedekat mungkin dengan Allah.


Namun jika seseorang yang mengaku muslim hanya menjalankan tarekat saja dengan mengabaikan Syareat,maka itu sebuah kefasikan.Dan jika seseorang hanya mengamalkan Hakekat tanpa belajar/mengetahui dan mengamalkan syareat serta tarekat,maka itu sebuah kesesatan.


HUBUNGAN ANTARA TAREKAT DAN TASAWUF :
Tasawuf adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah, sedangkan tarekat itu adalah cara dan jalan yang ditempuh seseorang dalam usahanya mendekatkan diri kepada Allah.Dengan demikian ,Tarekat dan tasawuf adalah jalan atau cara yang ditempuh oleh para salik (pelaku tarekat dan tasawuf) untuk mendekatkan diri pada Allah, dalam rangka melaksanakan perintah Allah.Seperti dalam surat Al-maidah : 35 ,
“ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.” (Al Maidah: 35).
Maka Tarekat ada dua katagori :
1.TAREKAT AMALIAH (Praksis)
2.TAREKAT BAI’AT (LEMBAGA/ORGANISASI)

Tarekat Amaliah adalah tarekat yang tidak berkaitan dengan kelembagaan yang sengaja dibentuk/diikuti dengan mengamalkan suatu ritual-ritual yang diajarkan oleh seorang Guru/Syeikh tertentu, melainkan amalan-amalan baku yang seseorang menjalankannya dengan khusyu dan ikhlas setiap harinya mengikuti ajaran Nabi Muhammad SAW yang bersumber/berpedoman pada syareat dan as sunnah (Al-Quran dan Al-Hadits),yang cara-cara menjalankan dan pengamalan ibadahnya didapat dari mengaji /diajarkan oleh para guru ngaji/Ustadz,dari pesantren,dari sekolah,dan umum lainnya.
Sedangkan Tarekat Bai’at adalah menjalankan amalan-amalan ibadah dengan cara-cara tertentu berdasar bimbingan seorang guru/Syeikh yang tergabung ke dalam suatu lembaga/organisasi ketarekatan yang eksklusif.Kemudian tiap tarikat mempunyai syaikh, upacara ritual, dan bentuk ziir sendiri. Di timur tengah,dikenal dengan “ta’ifdah” .Ada juga dikenal kelompok muslim kebatinan dengan nama Ikhwan Al-Safa*.Anggotanya cenderung para pemuda.

Kemudian setiap anggota dilakukan upacara “pengambilan sumpah” / Bai’at,yang menandakan telah resmi bergabung ke dalam organisasi sebagai anggota dan merupakan deklair kepatuhan serta ketaatan terhadap ritual-ritual yang diamalkan jama’ah organisasi serta fatwa sang guru.
Sumber dalil untuk menjalankan amalan tarekat berasal dari ayat-ayat Al-Qur’an diantaranya dalam surat : Al- Ahzab 41-43 , An- Nur 36-37 , Al- A’raaf 205 , An -Naziat 37-41.

SEJARAH TAREKAT
Pada masa Nabi Muhammad SAW tidak dikenal adanya tarekat lembaga atau terdengar adanya istilah “Tarekat Muhammad Rasulullah”,tidak ada itu,sebab Rasulullah SAW saat itu bertindak sebagai Nabi berdakwah membimbing umat agar manusia menyembah hanya kepada Allah Yang Esa.Kemudian setelah mendapatkan risalah baku yakni Al-Qur’an,yang kemudian dijadikan sebagai Syareat/pedoman baku (S.O.P),bagi seluruh umat manusia dan bagi yang mengikuti millah Beliau,maka barulah Rasulullah mengajarkan Tarekat Amaliah (praksis langsung),bukan tarekat organisasi yang eksklusif,yakni mengajarkan laku perbuatan nilai-nilai Islam secara langsung maupun secara perkataan (As-Sunnah), bersama para sahabatnya,pengikutnya dengan cara melaksanakan sholat,Zakat,Puasa,berhaji serta berbuat kebaikan,bersedekah,berkasih sayang,berbuat manfaat,menyerukan persatuan dan beramar ma’ruf nahi munkar.Itulah Tarekat yang lebih besar tingkatannya.Sedangkan Tarekat organisasi cenderung eksklusif,kebanyakan berorientasi mengumpulkan amal untuk kepentingan pahala pribadi/jama’ahnya.
Setelah Nabi Muhammad SAW,maka seolah umat Islam bagai “anak ayam kehilangan induk semang”,tiada sosok panutan yang kharismatik,agung dan utama.Saat zaman itulah umat-umat Islam mencari jati diri masing-masing dalam mencari jalan mendekatkan diri pada Tuhannya.Kemudian berkembanglah ilmu tasawuf,bermunculanlah tokoh-tokoh sufi bersifat personal.Kemudian tokoh-tokoh sufi yang telah dalam ilmu pengetahuannya memiliki kharisma,kemudian memiliki banyak murid/pengikut yang sejak masa itulah mulai dikenal adanya Tarekat lembaga atau cabang tasawuf yang berorganisasi.Metamorfosa ini tidak terlepas dari perkembangan dan pengaruh ajaran tarekat para pelaku tasawuf itu sendiri yang seolah sangat didambakan umat Islam saat itu.Semakin luas pengaruh tokoh tasawufnya,semakin banyak umat berhasrat menjadi pengikutnya.Maka berkembanglah aliran tarekat yang dibimbing oleh seorang guru/Syeikh dengan berbagai corak dan cirinya.

*Sulit menentukan kapan aliran tarekat dijalankan sebagai suatu lembaga dimulai.Menurut Harun Nasution , bahwa setalah Al Ghozali menghalalkan tasawuf yang sebelumnya dikatakan sesat, tasawuf berkembang dari dunia islam, tetapi perkembangannya melalui tarekat. Tarekat adalah organisasi dari pengikut sufi-sufi besar yang bertujuan untuk melestarikan ajaran-ajaran tasawuf gurunya. Tarekat ini memakai suatu tempat pusat kegiatan yang disebut ribat – organisasi serupa mulai timbul pada abad XII M, tetapi baru Nampak perkembangannya pada abad-abad berikutnya.Tarekat diartikan sebagai jalan yang khusus di peruntukkan bagi mereka para pencari Tuhan yang merupakan perpaduan antara iman dan islam dalam bentuk ihsan.
Secara amaliyah (praksis) tarekat personal timbul dan berkembang semenjak abad-abad pertama hijriah dalam bentuk pelaku zuhud dengan berdasarkan pada Al Qur’an dan Al Sunnah. Zuhud bertujuan agar manusia dapat mengendalikan kecenderungan-kecenderungan terhadap kenikmatan duniawiyah secara berlebihan.

 
Sejak abad VI dan VII hijriyah (XII dan XIII M) tarekat-tarekat lembaga telah memulai jaringannya di seluruh dunia islam, taraf organisasinya beraneka ragam. Perbedaannya yang pertama dari semua itu terletak pada upacara dan dzikir, keanggotaannya sangat heterogen. Kemudian sejak abad VIII H (XIV M) menyebar dari sinegal ke cina. Semenjak itu cabang-cabang tarekat berkembang dengan ciri masing-masing yang berbeda satu dengan yang lainnya.


*BERBAGAI CABANG ORGANISASI TAREKAT
(Silahkan dijadikan referensi bagi sobat yang berminat masuk Tarekat)
1. Tarekat Qodariyah
Tarekat ini didirikan oleh Muhyi al-Din Abu Muhamad ‘Adb al Qodir bin Musa bin ‘Abdullah bin Musa (470-561 H 1077/1166 M) pengikutnya menyebar ke berbagai pelosok dunia islam sampai ke Asia barat dan Mesir. Pada abad XIX M bercabang sampai ke Maroko dan Indonesia. Tarekat ini dinilai sebagai tarekat paling progresif tapi tidak jauh dari faham salf. Tarekat ini lebih berkonsentrasi kepada pemurnian Tauhidullah dan zduhur dalam ibadah. Ia memiliki keunggulan dalam ihwal kedermawanan, kesalehan dan kerendahan hati serta ketidaksetujuan terhadap fanatisme agama dan politik.
Diantara ajaran pokoknya ialah : bercita-cita tinggi (“Aluw al Himmah) menghindari segala yang haram, memelihara hikmah, merealisasikan maksud dan mengagungkan nikmat Allah, beberapa sebab keberhasilan tarekat ini dalam rekkrutmen murid dan calon murid adalah ketaatan yang teguh dalam syariat dan realisasi ajaran salaf, kencamannya yang gencar terhadap paham yang menyandarkan keimanan semata sebagai alat untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan dalam kecamannya terhadap paham reinkarnasi /(tanasukh al ruh). Ajaran-ajarannya dilandaskn secara kuat kepada AL Qur’an dan AL Sunnah.
2. Tarekat Rifa’iyah
Tarekat Rifa’iyah didirikan oleh Ahmad al Rifa’i (570 H / 1173 M) didorong oleh kondisi mengendornya hubungan antara cabang-cabang Qodiriyah dan lahirnya ranting ranting baru yang independen. Tarekat ini dinilai lebih fanatik, memiliki tradisi yang sangat ketat dalam mematikan hawa nafsu dan ketat dengan protokol-protokol seremoni pelantikan/Bai’at yang luar biasa. Pengikutnya yang melakukan dzikir secara baik akan dapat terbawa ke alam fana (dimensi ruhani),dalam keadaan fana’ itu bisa melakukan hal-hal yang menakjubkan seperti sihir(metafisika).
3. Tarekat Suhrowardiyah
Didirikan oleh Syihab al Din al Suhbowardi inspirasi seorang ahli dari Maghrib, Nur al Din Ahmad bin ‘Abdullah al Syadzali. Pengikutnya tersebar di Tunis- karena pemerintah mencemaskannya, sang imam cenderung menyingkir ke Alexandria di mesir keberhasilannya sangat cepat juga di afrika.
4. Tarekat Ahmadiyah / Badawiyah
Tarekat ini disebut juga tarekat badawiyah karena pendirinya bernama Ahmad bi ‘Aly al Husainy al Badawy
Tarekat ini sangat konsisten dengan Al Qur’an dan As Sunnah, ia sangat diminati karena antara lain : mendorong para pengikut / muridnya untuk pandai, kaya dan dermawan, saling mengasihi dan juga karena doktrin-doktrin sifistiknya yang menarik.
5. Tarekat Maulawiyah / Al Rumiyah
Maulana Jalaludin Rumi Muhammad bin Hasain al Khattabi al Kbakri (Jalaludin Rumi) atau sering juga disebut Rumi adalah seorang penyair sufi yang lahir di balk (sekarang Afganistan).Kesufian Rumidi mulai ketika beliau sudah berumur lepas dewasa, 48 tahun.
Rumi memang bukan sekedar penyair, tapi ia juga tokoh sufi ayng berpengaruh pada zamannya. Rumi adalah guru nomor satu pada tarekat maulawiyah. Sebuah tarekat yang berpusat di Turki dan berkembang disekitarnya. Sebagai tokoh sufi, Rumi sangat menentang pendewaan-pendewaan akal dan indera dalam menentukan kebenaran.
Dalam sistem pengajarannya, Rumi mempergunakan penjelasan dan latihan mental, pemikiran dan meditasi, kerja dan bermain. Tindakan dan diam. Gerakan-gerakan tubuh pikiran dari pra darwis berputar dibarengi dengan musik toup untuk mengiringi gerakan-gerakan tersebut merupakan hasil dri metode khusus yang dirancang untuk membawa seseorang salik mencapai afinitas dengan arus mistis untuk ditransformasikan melalui cara ini.
6. Tarekat Syadzaliyah
Abu Hasan al Syadzali mendirikan tarekat ini setelah beliau mendapatkan khirqoh / ijazah dari gurunya Abu ‘Abdullah bin Ali bin Hazam dari Abdullah ‘abd. Al Salam bin Majisy. Kelebihan dari tarekat ini terletak pada lima (5) ajaran pokoknya yaitu :
1.Takwa kepada Allah dalam segala keadaan.
2.Konsisten dalam mengikuti Al-Sunnah,
3.Ridho dalam ketentuan dan pemberian Allah SWT,
4.Saling menghormati,menghargai sesama manusia, dan
5.Suka kembali kepada Allah (taubat) dalam susah/senang.
Sedangkan tiga hal pokok yang menjadi landasan/ azas tarekat ini adalah :
1.Terus mencari ilmu (belajar tak berhenti),
2.Memperbanyak Dzikrulah dan
3.Duhur Ilaallah.
Ketiga hal pokok ini selalu menjadi penekanan kepada murid-murid Al Syadzali, beliau tidak menganjurkan mujahadah seperti tarekat-tarekat lain. Kebenaran baginya, didalam diri manusia itu ada nur ashli/ nur potensial yang akan menjadi kuat, berkembang dan subur bila diperkuat dengan nur ilmu yang lahir akibat dzikrullah.
Tarekat ini menjauhi ramalan-ramalan /anti memprediksi pada hal hal yang belum ataupun bakal terjadi termasuk mengartikan segala kemungkinan dan akibat yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang,(Hari-hari dijalani cukup dengan aktifberkarya,beribadah,memprogram langkah,tak berandai-andai hari ini ya hari ini,nanti ya apa kata nanti).
Doktrin ini diperdalam oleh Ibn Atho’illah dan menjadi doktrin utamanya.Komunitas Syadzaliyah terutama mereka di kalangan kelas menengah, pengusaha, pejabat dan pegawai pemerintah. Oleh karenanya, ciri khas yang kemudian menonjol dari anggota tarekat ini adalah kerapihan mereka dalam berpakaian, ketenangan yang terpancar dari tulisan-tulisan para tokohnya.
Tarekat Syadzaliyah ini tidak menentukan syarat-syarat yang erat kepada syaikh tariqoh, kecuali mereka harus meninggalkan segala perbuatan maksiat, memelihara segala ibadah-ibadah sunnah semampunya, zikir kepada Allah sebanyak mungkin, sekurang-kurangnya seribu kali sehari semalam dan beberapa zikir yang lain.
7. Tarekat Tijaniyah
Didirikan oleh Abul Abbas Ahmad Bin Muhammad Bin Al Mukhtar At Tijani (1733-1815 M) salah seorang tokoh dari gerakan neosufisme. Ciri dari garakan ini ialah penolakannya terhadap sisi eksatik dan metafisis sufisme dan lebih menyukai pengalaman secara ketat ketentuan-ketentuan syariat dan berupaya sekuat tenaga untuk menyatu dengan ruh nabi Muhammad sebagai ganti untuk menyatu dengan Allah.
8. Tarekat Syattariyah
Tarekat Syattariyah adalah tarekat yang pertama kali muncul di india abad XV M, tarekat ini dinisbatkan pada tokoh yang berjasa dan mem-populerkannya,yakni Abdullah Asy Syattar.
Sebagaimana hal tarekat-tarekat lain, Syattariyah menonjolkan aspek dzikir di dalam ajarannya.Dikenal 7 macam dzikir muqodimah sebagai peralatan/tangga untuk masuk kedalam tarekat Syattariyah, yang disesuaikan dengan 7 nafsu pada manusia. Dzikir ini hanya dapat dikuasai melalui bimbingan seorang pembimbing spiritual, guru/Syaikh.
9. Tarekat Naqsabandiyah
Pendirinya adalah Muhammad Baha’ Al Din Al Naqsabandi Al Bukhori (717-791 H / 1317-1388 M). Naqsabandiyah merupakan salah satu tarekat sufi yang paling luas penyebarannya. Terutama di wilayah asia .
Ciri menonjol dari tarekat ini ialah diikutinya syareat secara ketat, keseriusan dalam beribadah, menolak music dan tari budaya barat, lebih ngutamakan berdzikir dalam hati,namun tidak mengharamkan politik dan cenderung mau terlibat didalamnya .
10. Tarekat Kholwatiyah
Tarekat Khalwatiyah, tidak sebagaimana lazimnya tarekat pada umumnya yang diambil dari nama pendirinya. Penamaan ini justru didasarkan kepada kebiasaan sang guru pendiri tarekat ini syekh Muhammad Al Khalwati (w 717 H), yang seringkali melakukan kholwat di tempat-tempat sepi. Tarekat khalwatiyah merupakan cabang dari tarekat As Sahidiyah, cabang dari Al Abhariyah dan cabang dari Al Shrowardiyah yang didirikan oleh Syekh Syihab Al Din Abu Hafsh ‘umar Al Suhrowardi Al Baghdadi.
Ajaran dan dzikir tarekat Khalwatiyah menetapkan adanya sebuah amalan yang disebut Al Asma’ Al Sab’ah (tujuh nama) yakni tujuh macam dzikir /tujuh tingkatan jiwa yang harus dikembangkan oleh setiap salik.
Dzikir pertama melafadzkan kalimat : لا إله إلاالله , Dzikir kedua : الله ,Dzikir ketiga : هو (dia) ,Dzikir keempat : حقّ (maha benar) ,Dzikir kelima : حيّ (maha hidup) ,Dzikir keenam : قيوم (maha jaga) ,Dzikir ketujuh : قهار (maha perkasa).
Ketujuh tingkatan dzikir ini intinya bersumber dalam ayat AL Qur’an.
11. Tarekat Sammaniyah
Tarekat ini didirikan oleh syeikh Muhammad bin Abd Al- Karim Al Samman Al Madani Al Qodiri Al Qubaisi dan lebih dikenal dengan sebutan Syeikh Samman. Semula ia belajar toriqoh kholwatiyah dari damaskus,pada masa berikutnya beliau mulai mengajarkan pengajian yang berisi teknik berdzikir, wirid dan ajaran teosofi lainnya. Beliau menyusun cara pendekatan diri dengan Allah yang kemudian dikenal sebagai toriqoh sammaniyah, sehingga ada yang mengatakan bahwa toriqoh sammaniyah adalah cabang dari khalwatiyah.
Di Indonesia tarekat ini berkembang di sumatera Kalimantan dan jawa. Sammaniyah masuk ke Indonesia pada penghujung abad 18 yang banyak mendapat pengikut karena popularitas Imam Samman.
Ajarannya yang khas ialah memperbanyak dzikrullah dan shalat, lemah lembut kepada fakir miskin, tidak mencintai dunia, menukar akal masyariyah dangan akal robbaniyah dan mentauhidkan Allah dalam dzat, sifat dan af’alnnya. Pengaruh Sammaniyah di Indonesia diabadikan di dalam tariah ruda.


MANFAAT MENGAMALKAN TAREKAT
Telah diketahui bahwa Tarekat ada dua katagori.Tarekat pertama jelas merupakan keharusan bagi setiap umat Islam untuk selalu mencari jalan kepada Tuhannya.Dalam kitab Sulam Taufiq disebutkan bahwa :
فصل : يجب على كافة المكلفين الدخول فى دين الإسلام والثبوت فيه على الدوام والتزام مالزم عليه من الأحكام
“Setiap orang yang telah dewasa (mukallaf) wajib memasuki atau memeluk agama Islam secara kaffah dan tetap dalam agama itu untuk selama-lamanya serta melaksanakan segala kewajiban yang berkenaan dengan hukum-hukumnya , mencari jalan mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala”.
Maka seseorang yang berupaya meniti jalan dalam rangka mendekatkan diri kepada-Nya,(bertarekat) hidupnya selalu dalam kedamaian (anti galau) dan dimudahkan segala persoalan (selalu mendapatkan pertolongan-Nya).Sebab ketika kita mendekat maka Tuhanpun memeluk erat.Kemudian balasan keselamatanpun hingga sampai di hari akherat.Maka jalanilah tarekat katagori apa saja,yang penting niatnya.Maka Pilihlah amalan tarekat yang sesuai dengan keadaan/kapasitas diri.
Sebagaimana kita berniat menuju sebuah titik kota tujuan,tentu ada berbagai sarana jalan untuk mencapainya.Ada jalan yang biasa,ada jalan yang sedang dan ada jalan yang khusus/tol.Jika kita tidak paham betul medan jalan yang akan ditempuh atau masih blank harus memilih jalan yang baik dan cepat yang mana,tentu kita seperti orang buta yang tak tahu arah kiri kanan.Sehingga waktu tempuh yang seharusnya dalam waktu singkat,ini sampai berhari-hari,bahkan berbulan-bulan atau bertahun-tahun.Oleh karena itulah kita memerlukan ahli pemandu,GPS,kompas,dsb.
Demikian pula seperti bertarekat dengan Tarekat organisasi,maka kita di beri bimbingan oleh seorang guru pembimbing untuk mencapai tujuan dengan jalan khusus/pintas.Sebab mereka para guru mursyid yang sebenarnya,telah mencapai derajat ilmu pengetahuan yang lebih luas dibanding kita,maka tentulah beralasan jika telah lebih banyak mengetahui cara maupun rahasia menuju jalan-Nya.
Contoh :
Suatu ketika kita sedang mendapatkan masalah atau cobaan berat,pelik dan membuat depresi.Sudah kesana kemari buntu tiada yang menolong dan tiada yang ahli dalam mengakhiri problematika.Maka daripada berlarut-larut persoalan yang menyesakkan tiada kunjung berakhir,cobalah “sowan” (berkunjung) mendatangi seorang Kyai atau guru spiritual atau guru tarekat.Kemudian sharing dan utarakan niatnya meminta bantuan agar masalah yang menimpanya dapat segera berakhir melalui media sang Kyai tersebut.Maka sang Kyai tersebut tentu akan membantu mendo’akan kita meminta kepada Allah SWT,yang secara lahiriahnya kadang dalam bentuk, dengan cara memerintahkan kita untuk melaksanakan amalan-amalan tertentu,melaksanakan qorban atau melaksanakan puasa sekian hari,dan sebagainya.Hal demikian sah-sah saja,sebab memang realitasnya banyak orang yang telah berhasil bangkit kembali atau berhasil keluar dari lilitan masalah kehidupan.


KEDUDUKAN/HUKUM BER-TAREKAT
1.Adalah fardhu a’in atau wajib atas umat islam yang telah mukallaf,bertarekat secara amaliah.Yakni ikutilah ajaran tarekat yang tidak menyimpang dan yang sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya. Jika menemui ajaran tarekat yang menyimpang dan tidak sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasullullah, tinggalkanlah.
Paling aman adalah ikuti saja cara yang sudah ditetapkan Rasulullah seperti membaca Qur’an secara rutin setiap hari dengan memahami maknanya, shalat sunah seperti sunah rawatib, tahajud, dhuha, puasa senin kamis, berzikir didalam hati ketika berdiri, duduk dan berbaring, dzikir setiap pagi dan petang hari, dzikir setiap selesai shalat.
(Melaksanakan amalan tarekat yang standar saja kesulitan, apalagi mengamalkan kegiatan ritual tarekat organisasi, yang begitu rumit dan melelahkan dengan keharusan mengamalkan wirid,tasbih ribuan kali setiap hari).
Namun,itu jalur biasa,buat orang biasa.Maka jika kita ingin meningkat ke derajat yang lebih eksklusive lagi dan mengetahui lebih dalam jalan menuju rahasia-Nya,silahkan masuk ke dalam dunia tarekat.Ajaran tasawuf dan tarekat merupakan pengembangan dari perintah Al Qur’an tentang dzikir mendekatkan diri pada Allah dan mengendalikan hawa nafsu,yang dipelopori oleh para sufi.Untuk bertarekat Bai’at maka ,Hanya cara dan pelaksanaannya harus memenuhi kaidah atau keadaan tertentu seperti telah terurai diatas.
2.Sunah mengikuti tarekat bai’at jika amalan tarekat standar telah dipenuhi.
3.Makruh mengikuti tarekat bai’at jika tarekat yang diikuti terlalu berat dan mengganggu kewajiban keluarga serta amalan yang wajib saja masih sering ditinggalkan.
4.Dilarang jika tarekat bai’at yang diikuti menyimpang dari aqidah Islam.


PRIA / WANITA YANG DAPAT BEBAS MENGAMALKAN TAREKAT BAI’AT
Adalah orang baik pria maupun wanita yang dalam kapasitas kehidupannya tidak mengabaikan fungsi dan tanggung jawab masing-masing dalam kehidupan rumah tangga maupun keluarga.
Bagi pria yang berkeluarga dalam menjalankan amalan tarekat bai’at seyogyanya telah mempersiapkan diri,mem-back up ekonomi bagi keluarganya sehingga ketika sering meninggalkan rumah tidak menelantarkan anak dan istrinya.


Maka bagi wanita bersuami dan ibu rumah tangga yang kapasitas dan tanggung jawabnya sangat dibutuhkan untuk keluarga,semestinya janganlah larut sibuk atau ikut menjadi anggota jama’ah Tarekat dengan sibuk mengamalkan ritual-ritual setiap harinya tanpa ijin dan kompromi dengan keluarga/ suami.Sebab jika hal demikian tetap dilakukan dengan alasan keyakinan/keimanan menurut prasangka pribadi sendiri,maka sungguh akan banyak mendapatkan mudharat daripada manfaat yang lebih besar.Ibarat menangguk air dengan keranjang bolong.


Kecuali wanita-wanita bebas seperti masih lajang,tidak bersuami/janda atau wanita bersuami namun telah diijinkan oleh suaminya bahkan mendorongnya karena suatu alasan tertentu,atau justru suami ikut mendampinginya bersama sama maka hal demikian adalah baik.


DEVIASI AMALAN TAREKAT (PENYIMPANGAN-PENYIMPANGAN YANG TERJADI PADA JAMA’AH TAREKAT)
Beberapa penyimpangan yang ditemukan antara lain :
1.Penghormatan pada guru secara berlebihan (Qultus individu/taqlid buta) hingga berani tidak mematuhi/taat suami,
2.Larut mengamalkan amalan perintah guru dengan mengabaikan kewajiban keluarga yang semestinya dilaksanakan.
3.Meminum bekas wudhu guru, berebut meminum air sisa guru dan lain sebagainya .
4.Berdzikir dengan suara keras sambil menari dan menghentakan kaki dan badan hingga mengganggu orang lain beristirahat, berdzikir dengan jumlah hitungan melampaui batas kekuatan fisik.
5.Memakai pakaian yang buruk tanpa memperhitungkan keadaan,
6.Membenci kehidupan dunia secara berlebihan, menyebabkan meninggalkan keadaan lemah pada keluarga.
7.Menyakiti diri , menjampi-jampi orang lain agar celaka.
8.Mencampur kegiatan ritual pada Allah dengan ritual untuk jin dan sihir,
Maka semua itu merupakan penyimpangan bertarekat yang tidak sesuai dengan ajaran Qur’an dan Rasulullah.


KESIMPULAN
Umat Islam dalam menjalankan ibadah ,mengabdi kepada Allah Ta’ala hendaknya dilakukan secara ikhlas tanpa pamrih.Ikuti tahapan ilmu agama secara berjenjang dan terarah.Tarekat hanya sebagian dari cara mendekatkan diri kepada-Nya,selain mengamalkan tarekat bai’at masih banyak jalan-jalan lain dalam mencari ridho Allah SWT.
Maka dalam hal sering terjadinya masalah dan penyimpangan penyimpangan dalam pengaplikasian pemahaman serta dalam menjalankan tarekat seseorang hanya ada dua katagori,yakni :
1.Karena gurunya yang salah mengajar,atau ajarannya memang salah,atau
2.Karena murid/jama’ahnya yang salah menerjemahkan ajaran sang guru.
Sekian,semoga bermanfaat dan sukses menjadi sufi .
Sekian,semoga bermanfaat.

Salam Cahaya-Nya,


Kelana Delapan Penjuru Angin,
Bukit Ciketing,15 Muharam 1436 H / 8 November 2014
CopyRights@2014


Reff:
-Risalatul Islam karya K.H. M.Syamsuddin – Prembun – Jawa Tengah.
-Kitab Sulam Taufiq
-http://www.fadhilza.com/2014/07/tadabbur/mengenal-ajaran-tarekat-dan-tasawuf.html
-http://www.metafisika-center.org/2012/06/beberapa-ajaran-tarekat-qadiriyah-wa_06.html
-Al-Qur’anul Karim Terjemah DEPAG RI
-Pengantar pemikiran Neoplatonis,Persaudaraan Kesucian (Ikhwan Al-Safa)-Ian Richard Newton