| 
   
Pengertian Tawassul 
  Pemahaman tawassul sebagaimana yang dipahami oleh umat islam selama ini
  adalah bahwa Tawassul adalah berdoa kepada Allah melalui suatu perantara,
  baik perantara tersebut berupa amal baik kita ataupun melalui orang sholeh
  yang kita anggap mempunyai posisi lebih dekat kepada Allah. Jadi tawassul
  merupakan pintu dan perantara doa untuk menuju Allah SWT.  
•    Orang yang
  bertawassul dalam berdoa kepada  Allah menjadikan perantaraan berupa
  sesuatu yang dicintainya dan dengan berkeyakinan bahwa Allah SWT juga mencintai
  perantaraan tersebut. 
  •    Orang yang bertawassul tidak boleh berkeyakinan bahwa
  perantaranya kepada Allah bisa memberi manfaat dan madlorot kepadanya da.
  Jika ia berkeyakinan bahwa sesuatu yang dijadikan perantaraan menuju Allah
  SWT itu bisa memberi manfaat dan madlorot, maka dia telah melakukan perbuatan
  syirik, karena yang bisa memberi manfaat dan madlorot sesungguhnya hanyalah
  Allah semata. 
  •    Tawassul merupakan salah satu cara dalam berdoa. Banyak
  sekali cara untuk berdo'a agar dikabulkan Allah, seperti berdoa di sepertiga
  malam terakhir, berdoa di Maqam Multazam, berdoa dengan mendahuluinya dengan
  bacaan alhamdulillah dan sholawat  dan meminta doa kepada orang sholeh.
  Demikian juga tawassul adalah salah satu usaha agar do'a yang kita panjatkan
  diterima dan dikabulkan Allah s.w.t.  Dengan demikian, tawasul adalah
  alternatif dalam berdoa dan bukan merupakan keharusan.  
   
  Tawassul dengan amal sholeh kita 
  Para ulama sepakat memperbolehkan tawassul terhadap Allah SWT dengan
  perantaraan perbuatan amal sholeh, sebagaimana orang yang sholat, puasa,
  membaca al-Qur’an, kemudian mereka bertawassul terhadap amalannya tadi.
  Seperti hadis yang sangat populer diriwayatkan dalam kitab-kitab sahih yang
  menceritakan tentang tiga orang yang terperangkap di dalam goa, yang pertama
  bertawassul kepada Allah SWT atas amal baiknya terhadap kedua orang tuanya,
  yang kedua bertawassul kepada Allah SWT atas perbuatannya yang selalu
  menjahui perbuatan tercela walaupun ada kesempatan untuk melakukannya dan
  yang ketiga bertawassul kepada Allah SWT atas perbuatannya yang mampu menjaga
  amanat terhadap harta orang lain dan mengembalikannya dengan utuh, maka Allah
  SWT memberikan jalan keluar bagi mereka bertiga.. (Ibnu Taimiyah mengupas
  masalah ini secara mendetail dalam kitabnya Qoidah Jalilah Fii Attawasul Wal
  wasilah hal 160) 
   
  Tawassul dengan orang sholeh  
  Adapun yang menjadi perbedaan dikalangan ulama’ adalah bagaimana hukumnya
  tawassul tidak dengan amalnya sendiri melainkan dengan seseorang yang
  dianggap sholeh dan mempunyai amrtabat dan derajat tinggi dei depan Allah.
  sebagaimana ketika seseorang mengatakan : ya Allah aku bertawassul kepada-Mu
  melalui nabi-Mu Muhammmad atau Abu bakar atau Umar dll.  
  Para ulama berbeda pendapat mengenai masalah ini.  Pendapat mayoritas
  ulama mengatakan boleh, namun beberapa ulama mengatakan tidak boleh. 
  Akan tetapi kalau dikaji secara lebih detail dan mendalam, perbedaan tersebut
  hanyalah sebatas perbedaan lahiriyah bukan perbedaan yang mendasar karena
  pada dasarnya tawassul kepada dzat (entitas seseorang), pada intinya adalah
  tawassul pada amal perbuatannnya, sehingga masuk dalam kategori tawassul yang
  diperbolehkan oleh ulama’. 
   
  Dalil-Dalil Tentang Tawassul 
      Dalam setiap permasalahan apapun suatu pendapat tanpa
  didukung dengan adanya dalil yang dapat memperkuat pendapatnya, maka pendapat
  tersebut tidak dapat dijadikan sebagai pegangan. Dan secara otomatis pendapat
  tersebut tidak mempunyai nilai yang berarti, demikian juga dengan
  permasalahan ini, maka para ulama yang mengatakan bahwa tawassul
  diperbolehkan menjelaskan dalil-dalil tentang diperbolehkannya tawassul baik
  dari  nash al-Qur’an maupun hadis, sebagai berikut: 
   
  A. Dalil dari alqur’an. 
   
  1.    Allah SWT berfirman dalam surat Almaidah, 35 : 
  ياأيها الذين آمنوااتقواالله  وابتغوا إليه الوسيلة  
  "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah
  jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya,
  supaya kamu mendapat keberuntungan." 
  Suat Al-Isra', 57: 
  
 أُولَـئِكَ
  الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ
  أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ
  كَانَ مَحْذُوراً   
17.  
57. Orang-orang yang mereka seru
  itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka [857] siapa di antara
  mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut
  akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti.
  [857] Maksudnya: Nabi Isa a.s., para malaikat dan 'Uzair yang mereka sembah
  itu menyeru dan mencari jalan mendekatkan diri kepada Allah. 
  Lafadl Alwasilah  dalam ayat ini adalah umum,  yang berarti
  mencakup tawassul terhadap dzat para nabi dan orang-orang sholeh baik yang
  masih hidup maupun yang sudah mati, ataupun tawassul terhadap amal perbuatan
  yang baik. 
   
  2. Wasilah dalam berdoa sebetulnya sudah diperintahkan sejak jaman sebelum
  Nabi Muhammad SAW. QS 12:97 mengkisahkan saudara-saudara Nabi Yusuf AS yang
  memohon ampunan kepada Allah SWT melalui perantara ayahandanya yang juga Nabi
  dan Rasul, yakni N. Ya'qub AS. Dan beliau sebagai Nabi sekaligus ayah
  ternyata tidak menolak permintaan ini, bahkan menyanggupi untuk memintakan
  ampunan untuk putera-puteranya (QS 12:98). 
  
قَالُواْ
  يَا أَبَانَا اسْتَغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا إِنَّا كُنَّا خَاطِئِينَ. 
  قَالَ سَوْفَ أَسْتَغْفِرُ لَكُمْ رَبِّيَ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ 
97. Mereka berkata: "Wahai
  ayah kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa kami, sesungguhnya
  kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa)". 
  98. N. Ya'qub berkata: "Aku akan memohonkan ampun bagimu kepada Tuhanku.
  Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". 
Di sini nampak jelas bahwa sudah
  sangat lumrah memohon sesuatu kepada Allah SWT dengan menggunakan perantara
  orang yang mulia kedudukannya di sisi Allah SWT. Bahkan QS 17:57 dengan jelas
  mengistilahkan "ayyuhum aqrabu", yakni memilih orang yang lebih
  dekat (kepada Allah SWT) ketika berwasilah. 
   
  3. Ummat Nabi Musa AS berdoa menginginkan selamat dari adzab Allah SWT dengan
  meminta bantuan Nabi Musa AS agar berdoa kepada Allah SWT untuk mereka.
  Bahkan secara eksplisit menyebutkan kedudukan N. Musa AS (sebagai Nabi dan
  Utusan Allah SWT) sebagai wasilah terkabulnya doa mereka. Hal ini ditegaskan
  QS 7:134 dengan istilahبِمَا عَهِدَ عِندَكَDengan (perantaraan) sesuatu yang
  diketahui Allah ada pada sisimu (kenabian). 
  Demikian pula hal yang dialami oleh Nabi Adam AS, sebagaimana QS 2:37 
  
فَتَلَقَّى
  آدَمُ مِن رَّبِّهِ كَلِمَاتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ
  الرَّحِيمُ 
"Kemudian Nabi Adam menerima
  beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya
  Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang."Kalimat yang dimaksud di
  atas, sebagaimana diterangkan oleh ahli tafsir berdasarkan sejumlah hadits
  adalah tawassul kepada Nabi Muhammad SAW, yang sekalipun belum lahir namun
  sudah dikenalkan namanya oleh Allah SWT, sebagai nabi akhir zaman. 
 
  4. Bertawassul ini juga diajarkan oleh Allah SWT di QS 4:64 bahkan dengan
  janji taubat mereka pasti akan diterima. Syaratnya, yakni mereka harus datang
  ke hadapan Rasulullah dan memohon ampun kepada Allah SWT di hadapan
  Rasulullah SAW yang juga mendoakannya. 
   
  وَمَا أَرْسَلْنَا مِن رَّسُولٍ إِلاَّ لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللّهِ وَلَوْ
  أَنَّهُمْ إِذ ظَّلَمُواْ أَنفُسَهُمْ جَآؤُوكَ فَاسْتَغْفَرُواْ اللّهَ
  وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُواْ اللّهَ تَوَّابًا رَّحِيمًا 
   
  "Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk ditaati dengan
  seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang
  kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun
  untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha
  Penyayang." 
   
  B. Dalil dari hadis.    
  a. Tawassul kepada nabi Muhammad SAW sebelum lahir 
   
  Sebagaimana nabi Adam AS pernah melakukan tawassul kepada nabi Muhammad SAW.
  Imam Hakim Annisabur meriwayatkan dari Umar berkata, bahwa Nabi bersabda :  
   
  قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لما اقترف آدم الخطيئة قال : يا ربى ! إنى
  أسألك بحق محمد لما غفرتنى فقال الله : يا آدم كيف عرفت محمدا ولم أخلقه قال :
  يا ربى لأنك لما خلقتنى بيدك ونفخت فيّ من روحك رفعت رأسى فرأيت على قوائم العرش
  مكتوبا لاإله إلا الله محمد رسول الله فعلمت أنك لم تضف إلى إسمك إلا أحب الخلق
  إليك فقال الله : صدقت يا آدم إنه لأحب الخلق إلي، ادعنى بحقه فقد غفرت لك،
  ولولا محمد ما خلقتك (أخرجه الحاكم فى المستدرك وصححه ج : 2 ص: 615) 
  "Rasulullah s.a.w. bersabda:"Ketika Adam melakukan kesalahan, lalu
  ia berkata Ya Tuhanku, sesungguhnya aku memintaMu melalui Muhammad agar Kau
  ampuni diriku". Lalu Allah berfirman:"Wahai Adam, darimana engkau
  tahu Muhammad padahal belum aku jadikan?" Adam menjawab:"Ya Tuhanku
  ketika Engkau ciptakan diriku dengan tanganMu dan Engkau hembuskan ke dalamku
  sebagian dari ruhMu, maka aku angkat kepalaku dan aku melihat di atas
  tiang-tiang Arash tertulis "Laailaaha illallaah muhamadun rasulullah"
  maka aku mengerti bahwa Engkau tidak akan mencantumkan sesuatu kepada namaMu
  kecuali nama mahluk yang paling Engkau cintai". Allah
  menjawab:"Benar Adam, sesungguhnya ia adalah mahluk yang paling Aku
  cintai, bredoalah dengan melaluinya maka Aku telah mengampunimu, dan andaikan
  tidak ada Muhammad maka tidaklah Aku menciptakanmu" 
   
  Imam Hakim berkata bahwa hadis ini adalah shohih dari segi sanadnya. Demikian
  juga Imam Baihaqi dalam kitabnya Dalail Annubuwwah, Imam Qostholany dalam
  kitabnya Almawahib 2/392 , Imam Zarqoni dalam kitabnya Syarkhu Almawahib
  Laduniyyah 1/62, Imam Subuki dalam kitabnya Shifa’ Assaqom dan Imam Suyuti
  dalam kitabnya Khosois Annubuwah, mereka semua mengatakan bahwa hadis
  ini  adalah shohih.  
   
  Dan dalam riwayat lain, Imam Hakim meriwayatkan  dari Ibnu Abbas 
  dengan redaksi :  
  
فلولا
  محمد ما خلقت آدم ولا الجنة ولا النار (أخرجه الحاكم فى المستدرك ج: 2 وص:615) 
 
  Beliau mengatakan bahwa hadis ini adalah shohih segi sanad, demikian juga
  Syekh Islam Albulqini dalam fatawanya mengatakan bahwa ini adalah shohih, dan
  Syekh Ibnu Jauzi  memaparkan dalam permulaan kitabnya Alwafa’ , dan
  dinukil oleh Ibnu Kastir dalam kitabnya Bidayah Wannihayah 1/180.  
Walaupun dalam menghukumi hadis
  ini tidak ada kesamaan dalam pandangan ulama’, hal ini disebabkan perbedaan
  mereka dalam jarkh wattta’dil (penilaian kuat dan tidak) terhadap seorang
  rowi, akan tetapi dapat diambil kesimpulan bahwa tawassul terhadap Nabi
  Muhammad SAW adalah boleh.  
   
  b. Tawassul kepada nabi Muhammad SAW dalam masa hidupnya. 
   
  Diriwatyatkan oleh Imam Hakim : 
  
عن
  عثمان بن حنيف قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم وجاءه رجل ضرير 
فشكا
  إليه ذهاب بصره، فقال : يا رسول الله ! ليس لى قائد وقد شق علي فقال  رسول
  الله عليه وسلم : :ائت الميضاة فتوضأ ثم صل ركعتين ثم قل : اللهم إنى أسألك
  وأتوجه إليك لنبيك محمد نبي الرحمة يا محمد إنى أتوجه بك إلى ربك فيجلى لى عن
  بصرى، اللهم شفعه فيّ وشفعنى فى نفسى، قال عثمان : فوالله ما تفرقنا ولا طال بنا
  الحديث حتى دخل الرجل وكأنه لم يكن به ضر.  (أخرجه الحاكم فى المستدرك)  
 
  Dari Utsman bin Hunaif: "Suatu hari seorang yang lemah dan buta datang
  kepada Rasulullah s.a.w. berkata: "Wahai Rasulullah, aku tidak mempunyai
  orang yang menuntunku dan aku merasa berat" Rasulullah
  berkata"Ambillah air wudlu, lalu beliau berwudlu dan sholat dua rakaat,
  dan berkata:"bacalah doa (artinya)" Ya Allah sesungguhnya aku
  memintaMu dan menghadap kepadaMu melalui nabiMu yang penuh kasih sayang,
  wahai Muhammad sesungguhnya aku menghadap kepadamu dan minta tuhanmu
  melaluimu agar dibukakan mataku, Ya Allah berilah ia syafaat untukku dan
  berilah aku syafaat". Utsman berkata:"Demi Allah kami belum lagi
  bubar dan belum juga lama pembicaraan kami, orang itu telah datang kembali
  dengan segar bugar". (Hadist riwayat Hakim di Mustadrak) 
   
  Beliau mengatakan bahwa hadis ini adalah shohih  dari segi sanad
  walaupun Imam Bukhori dan Imam Muslim tidak meriwayatkan dalam kitabnya. Imam
  Dzahabi mengatakatan bahwa hadis ini adalah shohih, demikian juga Imam
  Turmudzi dalam kitab Sunannya bab Daa’wat mengatakan bahwa hadis ini adalah
  hasan shohih ghorib. Dan Imam Mundziri dalam kitabnya Targhib Wat-Tarhib
  1/438, mengatakan bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Imam Nasai, Ibnu Majah
  dan Imam Khuzaimah dalam kitab shohihnya.  
   
  c. Tawassul kepada nabi Muhammad SAW setelah  meninggal. 
   
  Diriwayatkan oleh Imam Addarimi :  
عن
  أبى الجوزاء  أ وس بن عبد الله قال : قحط أهل المدينة قحطا شديدا فشكوا إلى
  عائشة فقالت : انظروا قبر النبي فاجعلوا منه كوا إلى السماء حتى لا يكون بينه
  وبين السماء سقف قال : ففعلوا فمطروا مطرا حتى نبت العشب وسمنت الإبل حتى تفتقط
  من السحم فسمي عام الفتق ( أخرجه الإمام الدارمى ج : 1 ص : 43) 
Dari Aus bin Abdullah: "Sautu
  hari kota Madina mengalami kemarau panjang, lalu datanglah penduduk Madina ke
  Aisyah (janda Rasulullah s.a.w.) mengadu tentang kesulitan tersebut, lalu
  Aisyah berkata: "Lihatlah kubur Nabi Muhammad s.a.w. lalu bukalah
  sehingga tidak ada lagi atap yang menutupinya dan langit terlihat
  langsung", maka merekapun melakukan itu kemudian turunlah hujan lebat
  sehingga rumput-rumput tumbuh dan onta pun gemuk, maka disebutlah itu tahun
  gemuk" (Riwayat Imam Darimi) 
   
  Diriwayatkan oleh Imam Bukhori  :  
عن
  أنس بن مالك إن عمر بن خطاب كان إذا قطحوا استسقى بالعباس بن عبد المطلب فقال :
  اللهم إنا كنا نتوسل إليك بنبينا فتسقينا وإنا ننتوسل إليك بعم نبينا فاسقنا قال
  : فيسقون (أخرجه الإمام البخارى فى صحيحه ج: 1 ص:137 ) 
Riwayat Bukhari: dari Anas bin
  malik bahwa Umar bin Khattab ketika menghadapi kemarau panjang, mereka
  meminta hujan melalui Abbas bin Abdul Muttalib, lalu Abbas berkata:"Ya
  Tuhanku sesungguhkan kami bertawassul (berperantara) kepadamu melalui nabi
  kami maka turunkanlah hujan dan kami bertawassul dengan paman nabi kami maka
  turunkanlau hujan kepada, lalu turunlah hujan. 
   
  d. Nabi Muhammad SAW melakukan tawassul . 
عن
  أبى سعيد الحذري قال : رسول الله صلى الله عليه وسلم : من خرج من بيته إلى
  الصلاة، فقال : اللهم إنى أسألك بحق السائلين عليك وبحق ممشاى هذا فإنى لم أخرج
  شرا ولا بطرا ولا رياءا ولا سمعة، خرجت إتقاء شخطك وابتغاء مرضاتك فأسألك أن
  تعيذنى من النار، وأن تغفر لى ذنوبى، إنه لا يغفر الذنوب إلا أنت، أقبل الله
  بوجهه واستغفر له سبعون ألف ملك (أخرجه بن ماجه وأحمد وبن حزيمة وأبو نعيم وبن
  سنى). 
 
  Dari Abi Said al-Khudri: Rasulullah s.a.w. bersabda:"Barangsiapa keluar
  dari rumahnya untuk melaksanakan sholat, lalu ia berdoa: (artinya) Ya Allah
  sesungguhnya aku memintamu melalui orang-orang yang memintamu dan melalui
  langkahku ini, bahwa aku tidak keluar untuk kejelekan, untuk kekerasan, untuk
  riya dan sombong, aku keluar karena takut murkaMu dan karena mencari ridlaMu,
  maka aku memintaMu agar Kau selamatkan dari neraka, agar Kau ampuni dosaku
  sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa kecuali diriMu", maka Allah akan
  menerimanya dan seribu malaikat memintakan ampunan untuknya". (Riwayat
  Ibnu Majad dll.). 
   
  Imam Mundziri mengatakan bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah
  dengan sanad yang ma'qool, akan tetap Alhafidz Abu Hasan mengatakan bahwa
  hadis ini adalah hasan.( Targhib Wattarhib 2/ 119). 
 
  Alhafidz Ibnu Hajar mengatakan bahwa hadis ini adalah hasan dan diriwayatkan
  oleh Imam Ahmad, Ibnu Khuzaimah, Abu Na’im dan Ibnu Sunni.(Nataaij Alafkar
  1/272). 
   
  Imam Al I’roqi dalam mentakhrij hadis ini  dikitab Ikhya’ Ulumiddin
  mengatakan bahwa hadis ini adalah hasan, (1/323). 
  Imam Bushoiri  mengatakan bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ibnu
  Khuzaimah dan hadis ini shohih, (Mishbah Alzujajah 1/98). 
   
  Pandangan  Para Ulama’ Tentang Tawassul 
Untuk mengetahui sejauh mana pembahasan tawassul telah
  dikaji para ulama, ada baiknya kita tengok pendapat para ulama
  terdahulu.  Kadang  sebagian orang masih kurang puas, jika hanya
  menghadirkan dalil-dalil tanpa disertai oleh pendapat ulama’, walaupun sebetulnya 
  dengan dalil saja  tanpa harus menyartakan pendapat ulama’ sudah bisa
  dijadikan landasan bagi orang meyakininya. Namun untuk lebih memperkuat
  pendapat tersebut, maka tidak ada salahnya jika disini dipaparkan pandangan
  ulama’ mengenai hal tersebut.   
Pandangan Ulama Madzhab 
   
  Pada suatu hari ketika kholifah Abbasiah Al-Mansur datang ke Madinah dan
  bertemu dengan Imam Malik, maka beliau bertanya:"Kalau aku berziarah ke
  kubur nabi, apakah menghadap kubur atau qiblat? Imam Malik
  menjawab:"Bagaimana engkau palingkan wajahmu dari (Rasulullah) padahal
  ia perantaramu dan perantara bapakmu Adam kepada Allah, sebaiknya
  menghadaplah kepadanya dan mintalah syafaat maka Allah akan memberimu
  syafaat". (Al-Syifa' karangan Qadli 'Iyad al-Maliki jus: 2 hal: 32). 
   
  Demikian juga ketika Imam Ahmad Bin Hambal bertawassul kepada Imam Syafi’i
  dalam doanya, maka anaknya yang bernama Abdullah heran seraya bertanya kepada
  bapaknya, maka Imam Ahmad menjawab :"Syafii ibarat matahagi bagi manusia
  dan ibarat sehat bagi badan kita" 
 (شواهد
  الحق ليوسف بن إسماعيل النبهانى ص:166) 
 
  Demikian juga perkataan imam syafi’i dalam salah satu syairnya: 
آل
  النبى ذريعتى # وهم إليه وسيلتى 
  أرجو بهم أعطى غدا # بيدى اليمن صحيفتى 
  (العواصق المحرقة لأحمد بن حجر المكى ص:180)   
"Keluarga nabi adalah familiku,
  Mereka perantaraku kepadanya (Muhammad), aku berharap melalui mereka, agar
  aku menerima buku perhitunganku di hari kiamat nanti dengan tangan
  kananku" 
   
  Pandangan Imam Taqyuddin Assubuky 
  Beliau memperbolehkan dan mengatakan bahwa tawassul dan isti’anah 
  adalah sesuatu yang baik dan dipraktekkan oleh para nabi dan rosul,
  salafussholeh, para ulama,’ serta  kalangan umum umat islam dan tidak
  ada yang mengingkari perbuatan tersebut sampai datang seorang ulama’ yang
  mengatakan bahwa tawassul adalah sesuatu yang bid’ah. (Syifa’ Assaqom 
  hal 160) 
   
  Pandangan Ibnu Taimiyah 
  Syekh Ibnu Taimiyah dalam sebagian kitabnya memperbolehkan tawassul kepada
  nabi Muhammad SAW tanpa membedakan apakah Beliau masih hidup atau sudah
  meninggal. Beliau berkata : “Dengan demikian, diperbolehkan tawassul kepada
  nabi Muhammad SAW dalam doa, sebagaimana dalam hadis yang diriwayatkan oleh
  Imam Turmudzi : 
أن
  النبي علم شخصا أن يقول : اللهم إنى أسألك وأتوسل إليك بنبيك محمد نبي الرحمة يا
  محمد إنى أتوجه بك إلى ربك فيجلى حاجتى ليقضيها فشفعه فيّ (أخرجه الترميذى
  وصححه). 
 
  Rasulullah s.a.w. mengajari seseorang berdoa: (artinya)"Ya Allah
  sesungguhnya aku meminta kepadaMu dan bertwassul kepadamu melalui nabiMu
  Muhammad yang penuh kasih, wahai Muhammad sesungguhnya aku bertawassul
  denganmu kepada Allah agar dimudahkan kebutuhanku maka berilah aku
  sya'faat". Tawassul seperti ini adalah bagus (fatawa Ibnu Taimiyah jilid
  3 halaman 276) 
   
  Pandangan Imam Syaukani 
   
  Beliau mengatakan bahwa tawassul kepada nabi Muhammad SAW  ataupun
  kepada yang lain ( orang sholeh),  baik pada masa hidupnya 
  maupun  setelah meninggal  adalah merupakan ijma’ para shohabat. 
   
  Pandangan Muhammad Bin Abdul Wahab. 
 
  Beliau melihat bahwa tawassul adalah sesuatu yang makruh menurut jumhur
  ulama’ dan tidak sampai menuju pada tingkatan haram ataupun bidah bahkan
  musyrik. Dalam surat yang dikirimkan oleh Syekh Abdul Wahab kepada warga
  qushim bahwa beliau menghukumi kafir terhadap orang yang bertawassul kepada
  orang-orang sholeh., dan menghukumi kafir terhadap AlBushoiri atas
  perkataannya YA AKROMAL KHOLQI dan membakar dalailul khoirot. Maka beliau
  membantah : “ Maha suci Engkau, ini adalah kebohongan besar. Dan ini
  diperkuat dengan surat beliau yang dikirimkan kepada warga majma’ah ( surat
  pertama dan kelima belas dari kumpulan surat-surat syekh Abdul Wahab hal 12
  dan 64, atau kumpulan fatwa syekh Abdul Wahab yang diterbitkan oleh
  Universitas Muhammad Bin Suud  Riyad  bagian ketiga  hal 68) 
   
  Dalil-dalil yang melarang tawassul 
  Dalil yang dijadikan landasan oleh pendapat yang melarang tawassul adalah
  sebagai berikut: 
  1. Surat Zumar, 2: 
أَلَا
  لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاء مَا
  نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ
  يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا
  يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ   
Ingatlah, hanya kepunyaan
  Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil
  pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan
  supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya".
  Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka
  berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang
  pendusta dan sangat ingkar. 
  Orang yang bertwassul kepada orang sholih maupun kepada para kekasih Allah,
  dianggap sama dengan sikap orang kafir ketika menyembah berhala yang
  dianggapnya sebuah perantara kepada Allah.  
  Namun kalau dicermati, terdapat perbedaan antara tawassul dan ritual orang
  kafir seperti disebutkan dalam ayat tersebut: tawassul semata dalam berdoa
  dan tidak ada unsur menyembah kepada yang dijadikan tawassul , sedangkan
  orang kafir telah menyembah perantara; tawassul juga dengan sesuatu yang
  dicintai Allah sedangkan orang kafir bertwassul dengan berhala yang sangat
  dibenci Allah. 
   
  2. Surah al-Baqarah, 186: 
وَإِذَا
  سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا
  دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُواْ لِي وَلْيُؤْمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
    
2. 186. Dan apabila hamba-hamba-Ku
  bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat.
  Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo'a apabila ia memohon kepada-Ku,
  maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka
  beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. 
  Allah Maha dekat dan mengabulkan doa orang yang berdoa kepadaNya. Jika Allah
  maha dekat, mengapa perlu tawassul dan mengapa memerlukan sekat antara kita
  dan Allah.  
  Namun dalil-dalil di atas menujukkan bahwa meskipun Allah maha dekat, berdoa
  melalui tawassul dan perantara adalah salah satu cara untuk berdoa. Banyak
  jalan untuk menuju Allah dan banyak cara untuk berdoa, salah satunya adalah
  melalui tawassul. 
   
  3. Surat Jin, ayat 18: 
وَأَنَّ
  الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَداً   
72. 18. Dan sesungguhnya
  mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah
  seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah. 
  Kita dilarang ketika menyembah dan berdoa kepada Allah sambil menyekutukan
  dan mendampingkan siapapun selain Allah. 
  Seperti ayat pertama, ayat ini dalam konteks menyembah Allah dan meminta
  sesuatu kepada selain Allah. Sedangkan tawassul adalah meminta kepada Allah,
  hanya saja melalui perantara. 
   
  Kesimpulan 
  Tawassul dengan perbuatan dan amal sholeh kita yang baik diperbolehkan
  menurut kesepakatan ulama’. Demikian juga tawassul kepada Rasulullah s.a.w.
  juga diperboleh sesuai dalil-dalil di atas. Tidak diragukan lagi bahwa nabi
  Muhammad SAW mempunyai kedudukan yang mulia disisi Allah SWT, maka tidak ada
  salahnya jika kita bertawassul terhadap kekasih Allah SWT yang paling
  dicintai, dan begitu juga dengan orang-orang yang sholeh.  
   
  Selama ini para ulama yang memperbolehkan tawassul dan melakukannya tidak ada
  yang berkeyakinan sedikitpun bahwa mereka (yang dijadikan sebagai perantara)
  adalah yang yang mengabulkan permintaan ataupun yang memberi madlorot. Mereka
  berkeyakinan bahwa hanya Allah lah yang berhak memberi dan menolak doa
  hambaNya. Lagi pula berdasarkan hadis-hadis yang telah dipaparkan diatas menunjukakn
  bahwa perbuatan tersebut bukan merupakan suatu yang baru dikalangan umat
  islam dan sudah dilakukan para ulama terdahulu. Jadi jikalau ada umat islam
  yang melakukan tawassul sebaiknya kita hormati mereka karena mereka tentu
  mempunyai dalil dan landasan yang cukup kuat dari Quran dan hadist.  
   
  Tawassul adalah masalah khilafiyah di antara para ulama Islam, ada yang
  memperbolehkan dan ada yang melarangnya, ada yang menganggapnya sunnah dan
  ada juga yang menganggapnya makruh. Kita umat Islam harus saling menghormati
  dalam masalah khilafiyah dan jangan sampai saling bermusuhan. Dalam menyikapi
  masalah tawassul kita juga jangan mudah terjebak oleh isu bid'ah yang telah
  mencabik-cabik persatuan dan ukhuwah kita. Kita jangan dengan mudah menuduh
  umat Islam yang bertawassul telah melakukan bid'ah dan sesat, apalagi sampai
  menganggap mereka menyekutukan Allah, karena mereka mempunyai landasan dan
  dalil yang kuat. Tidak hanya dalam masalah tawassul, sebelum kita mengangkat
  isu bid'ah pada permasalahan yang sifatnya khilafiyah, sebaiknya kita membaca
  dan meneliti secara baik dan komprehensif masalah tersebut sehingga kita
  tidak mudah terjebak oleh hembusan teologi permusuhan yang sekarang sedang
  gencar mengancam umat Islam secara umum. 
   
  Memang masih banyak kesalahan yang dilakukan oleh orang muslim awam dalam
  melakukan tawassul, seperti menganggap yang dijadikan tawassul mempunyai
  kekuatan, atau bahkan meminta-minta kepada orang yang dijadikan perantara
  tawassul, bertawassul dengan orang yang bukan sholeh tapi tokoh-tokoh
  masyarakat yang telah meninggal dunia dan belum tentu beragama Islam, atau
  bertawassul dengan kuburan orang-orang terdahulu, meminta-minta ke makam
  wali-wali Allah, bukan bertawassul kepada para para ulama dan kekasih Allah.
  Itu semua tantangan dakwah kita semua untuk kita luruskan sesuai dengan
  konsep tawassul yang dijelaskan dalil-dalil di atas. 
  Wallahu a'lam bissowab 
   
   
 |