Tuesday, December 3, 2013

KUNCI RAHSIA GERAK FAQIR SUNAN KALIJAGA (2)

  Futuhul Ghoib (Pembuka Tabir Kegaiban)

SEBUAH AJARAN TASAWUF SYAIKH ABDUL QODIR JAELANI

AJARAN KELIMA

Apabila kamu melihat dunia dikuasai oleh ahli-ahli dunia dengan perhiasan dan kekosongannya, dengan penipuan dan perangkapnya dan dengan racunnya yang membunuh yang diluarnya nampak lembut tetapi di dalamnya sangat membahayakan, cepat merusak dan membu...nuh siapa saja yang memegangnya, yang menipu mereka dan yang menyebabkan mereka lengah terhadap dosa dan maksiat; apabila kamu lihat semua itu, maka hendaklah kamu bersikap sebagai seorang yang melihat seseorang yang sedang buang air besar yang membuka auratnya dan mengeluarkan bau busuk. Dalam keadaan seperti itu, hendaklah kamu memalingkan padanganmu dari ketelanjangannya dan menutup hidungmu supaya tidak mencium baunya yang busuk. Demikian pulalah hendaknya kamu bersikap kepada dunia. Apabila kamu melihatnya, maka hendaklah kamu memalingkan pandanganmu dari pakaiannya dan tutuplah hidungmu supaya tidak mencium bau busuk gemerlapannya yang tidak kekal. Semoga dengan demikian kamu dapat selamat dari bahaya dan cobaannya. Apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, pasti akan kamu rasakan. Allah telah berfirman kepada Nabi MuhammadSAW :

“Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Tuhan kamu adalah yang lebih baik dan lebih kekal.” (QS 20:131)

AJARAN KEENAM

Hindarkanlah dirimu dari orang ramai dengan perintah Allah, dari nafsumu dengan perintah-Nya dan dari kehendakmu dengan perbuatan-Nya agar kamu pantas untuk menerima ilmu Allah. Tanda bahwa kamu telah menghindarkan diri dari orang ramai adalah secara keseluruhannya kamu telah memutuskan segala hubungan kamu dengan orang ramai dan telah membebaskan seluruh pikiranmu dengan segala hal yang bersangkutan dengan mereka.

Tanda bahwa kamu telah putus dari nafsumu adalah apabila kamu telah membuang segala usaha dan upaya untuk mencapai kepentingan keduniaan dan segala hubungan dengan cara-cara duniawi untuk mendapatkan suatu keuntungan dan menghindarkan bahaya. Janganlah kamu bergerak untuk kepentinganmu sendiri. Janganlah kamu bergantung kepada dirimu sendiri di dalam hal-hal yang bersangkutan dengan dirimu. Janganlah kamu melindungi dan menolong dirimu dengan dirimu sendiri. Serahkanlah segalanya kepada Allah, karena Dia-lah yang memelihara dan menjaga segalanya, sejak dari awalnya hingga kekal selamanya. Dia-lah yang menjaga dirimu di dalam rahim ibumu sebelum kamu dilahirkan dan Dia pulalah yang memelihara kamu semasa kamu masih bayi.

Tanda bahwa kamu telah menghindarkan dirimu dari kehendakmu dengan perbuatan Allah adalah apabila kamu tidak lagi melayani keperluan-keperluanmu, tidak lagi mempunyai tujuan apa-apa dan tidak lagi mempunyai keperluan atau maksud lain, karena kamu tidak mempunyai tujuan atau keperluan selain kepada Allah semata-mata. Perbuatan Allah tampak pada kamu dan pada masa kehendak dan perbuatan Allah itu bergerak. Badanmu pasif, hatimu tenang, pikiranmu luas, mukamu berseri dan jiwamu bertambah subur. Dengan demikian kamu akan terlepas dari keperluan terhadap kebendaan, karena kamu telah berhubungan dengan Al-Khaliq. Tangan Yang Maha Kuasa akan menggerakkanmu. Lidah Yang Maha Abadi akan memanggilmu. Tuhan semesta alam akan mengajar kamu dan memberimu pakaian cahaya-Nya dan pakaian kerohanian serta akan mendudukkan kamu pada peringkat orang-orang alim terdahulu.

Setelah mengalami semua ini, hati kamu akan bertambah lebur, sehingga nafsu dan kehendakmu akan hancur bagaikan sebuah tempayan yang pecah yang tidak lagi berisikan air walau setetespun. Kosonglah dirimu dari seluruh perilaku kemanusiaan dan dari keadaan tidak menerima suatu kehendak selain kehendak Allah. Pada peringkat ini, kamu akan dikaruniai keramat-keramat dan perkara-perkara yang luar biasa. Pada zhahirnya, perkara-perkara itu datang darimu, tapi yang sebenarnya adalah perbuatan dan kehendak Allah semata.

Oleh karena itu, masuklah kamu ke dalam golongan orang-orang yang telah luluh hatinya dan telah hilang nafsu-nafsu kebinatangannya. Setelah itu kamu akan menerima sifat-sifat ke-Tuhan-an yang maha tinggi. Berkenaan dengan hal inilah maka Nabi besar Muhammad SAW bersabda, “Aku menyukai tiga perkara dari dunia ini: bau-bauan yang harum, wanita dan shalat yang apabila aku melakukannya, maka mataku akan merasa sejuk di dalamnya”. Semua ini diberikan kepadanya setelah seluruh kehendak dan nafsu sebagaimana disebutkan di atas terlepas dari dirinya. Allah berfirman, “Sesungguhnya Aku bersama mereka yang telah luluh hatinya karena Aku”.

Allah Ta’ala tidak akan menyertai kamu, sekiranya semua nafsu dan kehendakmu itu tidak diluluhkan. Apabila semua itu telah hancur dan luluh, dan tidak ada lagi yang tersisa pada dirimu, maka telah pantaslah kamu untuk ‘diisi’ oleh Allah dan Allah akan menjadikan kamu sebagai orang baru yang dilengkapi dengan tenaga dan kehendak yang baru pula. Jika egomu tampil kembali, walaupun hanya sedikit, maka Allah akan menghancurkannya lagi, sehingga kamu akan kosong kembali seperti semula, dan untuk selamanya kamu akan tetap luluh hati. Allah akan menjadikan kehendak-kehendak baru di dalam diri kamu dan jika dalam pada itu masih juga terdapat diri (ego) kamu, maka Allah-pun akan terus menghancurkannya. Demikianlah terus terjadi hingga kamu menemui Tuhanmu di akhir hayatmu nanti. Inilah maksud firman Tuhan, “Sesungguhnya Aku bersama mereka yang telah luluh hatinya karena Aku.” Kamu akan mendapatkan dirimu ‘kosong’, yang sebenarnya ada hanyalah Allah.

Di dalam hadits Qudsi, Allah berfirman, “Hamba-Ku yang ta’at senantiasa memohon untuk dekat dengan-Ku melalui shalat-shalat sunatnya. Sehingga aku menjadikannya sebagai rekan-Ku, dan apabila Aku menjadikan dia sebagai rekan-Ku, maka aku menjadi telinganya yang dengan itu ia mendengar, menjadi matanya yang dengannya dia melihat, menjadi tangannya yang dengannya ia memegang dan menjadi kakinya yang dengannya ia berjalan, yakni ia mendengar melalui Aku, memegang melalui Aku, dan mengetahui melalui Aku.”

Sebenarnya, ini adalah keadaan ‘fana’ (hapusnya diri). Apabila kamu sudah melepaskan dirimu dan mahluk, karena mahluk itu bisa baik dan bisa juga jahat dan karena diri kamu itu bisa baik dan juga bisa jahat, maka menurut pandanganmu tidak ada suatu kebaikan yang datang dari diri kamu atau dari mahluk itu dan kamu tidak akan merasa takut kepada datangnya kejahatan dari mahluk. Semua itu terletak di tangan Allah semata. Karenanya, datangnya buruk dan baik itu, Dia-lah yang menentukannya semenjak awalnya.

Dengan demikian, Dia akan menyelamatkan kamu dari segala kejahatan mahluk-Nya dan menenggelamkanmu di dalam lautan kebaikan-Nya. Sehingga kamu menjadi titik tumpuan segala kebaikan, sumber keberkatan, kebahagiaan, kesentausaan, nur (cahaya) keselamatan dan keamanan. Oleh karena itu, ‘Fana’ adalah tujuan, sasaran, ujung dan dasar perjalanan wali Allah. Semua wali Allah, dengan tingkat kemajuan mereka, telah memohon dengan sungguh-sungguh kepada Allah untuk menggantikan kehendak atau kemauan mereka dengan kehendak atau kemauan Allah. Mereka semuanya menggantikan kemauan atau kehendak mereka dengan kemauan atau kehendak Allah. Pendek kata, mereka itu mem-fana-kan diri mereka dan me-wujud-kan Allah. Karena itu mereka dijuluki ‘Abdal’ (perkataan yang diambil dari kata ‘Badal’ yang berarti ‘pertukaran’). Menurut mereka, menyekutukan kehendak mereka dengan kehendak Allah adalah suatu perbuatan dosa.

Sekiranya mereka lupa, sehingga mereka dikuasai oleh emosi dan rasa takut, maka Allah Yang Maha Kuasa akan menolong dan menyadarkan mereka. Dengan demikian mereka akan kembali sadar dan memohon perlindungan kepada Allah. Tidak ada manusia yang benar-benar bebas dari pengaruh kehendak egonya (dirinya) sendiri, kecuali malaikat. Para malaikat dipelihara oleh Allah dalam kesucian kehendak mereka dan para Nabi dipelihara dari nafsu badaniah mereka. Sedangkan jin dan manusia telah diberi tanggung jawab untuk berakhlak baik, tetapi mereka tidak terpelihara dari dipengaruhi oleh dosa dan maksiat. Para wali dipelihara dari nafsu-nafsu badaniah dan ‘abdal’dipelihara dari kekotoran kehendak datu niat. Walaupun demikian, mereka tidak bebas mutlak, karena merekapun mungkin mempunyai kelemahan untuk melakukan dosa. Tapi, dengan kasih saying-Nya, Allah akan menolong dan menyadarkan mereka.

KUNCI RAHSIA GERAK FAQIR SUNAN KALIJAGA (1)

 Futuhul Ghoib (Pembuka Tabir Kegaiban)

SEBUAH AJARAN TASAWUF SYAIKH ABDUL QODIR JAELANI

AJARAN KETIGA

Manakala seorang hamba Allah diuji oleh Allah, maka mula-mula ia akan melepaskan dirinya dari ujian atau cobaan yang menyusahkannya itu. Jika tidak berhasil, maka ia akan meminta pertolongan kepada orang-orang lain seperti para raja, para penguasa, oran...g-orang dunia atau para hartawan. Jika ia sakit, maka ia akan meminta pertolongan kepada dokter atau dukun. Jika hal ini pun tidak berhasil, maka ia kembali menghadapkan wajahnya kepada Allah SWT untuk memohon dan meratap kepada-Nya. Selagi ia masih bisa menolong dirinya sendiri, ia tidak akan meminta pertolongan kepada orang lain. Dan selagi pertolongan orang lain masih ia dapatkan, maka ia tidak akan meminta pertolongan kepada Allah.

Jika ia tidak mendapatkan pertolongan Allah, maka ia akan terus meratap, shalat, berdoa dan menyerahkan dirinya dengan sepenuh harapan dan kecemasan terhadap Allah Ta’ala, Sekali-kali Allah tidak akan menerima ratapannya, sebelum dia memutuskan diri dari keduniaan. Setelah ia terlepas dari hal-hal keduniaan, maka akan tampaklah ketentuan dan keputusan Allah pada orang itu dan lepaslah ia dari hal-hal keduniaan, selanjutnya hanya ruh sajalah yang tinggal padanya.

Dalam peringkat ini, yang tampak olehnya hanyalah kerja atau perbuatan Allah dan tertanamlah di dalam hatinya kepercayaan yang sesungguhnya tentang Tauhid (ke-Esa-an Allah). Pada hakekatnya, tidak ada pelaku atau penggerak atau yang mendiamkan, kecuali Allah saja. Tidak ada kebaikan dan tidak ada keburukan, tidak ada kerugian dan tidak ada keuntungan, tidak ada faidah dan tidak pula ada anugerah, tidak terbuka dan tidak pula tertutup, tidak mati dan tidak hidup, tidak kaya dan tidak pula papa, melainkan semuanya di tangan Allah.

Hamba Allah itu tidak ubahnya seperti bayi yang berada di pangkuan ibunya, atau seperti orang mati yang sedang dimandikan, atau seperti bola di kaki pemain bola; melambung, bergulir keatas, ke tepi dan ke tengah, senantiasa berubah tempat dan kedudukannya. Ia tidak mempunyai daya dan upaya. Maka hilanglah ia keluar dari dirinya dan masuk ke dalam perbuatan Allah semata-mata.

Hamba Allah semacam ini, hanya melihat Allah dan perbuatan-Nya. Yang didengar dan diketahuinya hanyalah Allah. Jika ia melihat sesuatu, maka yang dilihatnya itu adalah perbuatan Allah. Jika ia mendengar atau mengetahui sesuatu, maka yang didengar dan diketahuinya itu hanyalah firman Allah. Dan jika ia mengetahui sesuatu, maka ia mengetahuinya itu melalui pengetahuan Allah. Ia akan diberi anugerah Allah. Beruntunglah ia karena dekat dengan Allah. Ia akan dihiasi dan dimuliakan. Ridhalah ia kepada Allah. Bertambah dekatlah ia kepada Tuhannya. Bertambah cintalah ia kepada Allah. Bertambah khusyu’lah ia mengingat Allah. Bersemayamlah ia ‘di dalam Allah’. Allah akan memimpinnya dan menghiasinya dengan kekayaan cahaya ilmu Allah. Maka terbukalah tabir yang menghalanginya dari rahasia-rahasia Allah Yang Maha Agung. Ia hanya mendengar dan mengingat Allah Yang Maha Tinggi. Maka ia senantiasa bersyukur dan shalat di hadapan Allah SWT.

AJARAN KEEMPAT

Apabila kamu ‘mati’ dari mahluk, maka akan dikatakan kepada kamu, “Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada kamu”. Kemudian Allah akan mematikan kamu dari nafsu-nafsu badanniyah. Apabila kamu telah ‘mati’ dari nafsu badanniyah, maka akan dikatakan kepada kamu, “Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada kamu”. Kemudian Allah akan mematikan kamu dari kehendak-kehendak dan nafsu. Dan apabila kamu telah ‘mati’ dari kehendak dan nafsu, maka akan dikatakan kepada kamu, “Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada kamu”. Kemudian Allah akan menghidupkan kamu di dalam suatu ‘kehidupan’ yang baru.

Setelah itu, kamu akan diberi ‘hidup’ yang tidak ada ‘mati’ lagi. Kamu akan dikayakan dan tidak akan pernah papa lagi. Kamu akan diberkati dan tidak akan dimurkai. Kamu akan diberi ilmu, sehingga kamu tidak akan pernah bodoh lagi. Kamu akan diberi kesentausaan dan kamu tidak akan merasa ketakutan lagi. Kamu akan maju dan tidak akan pernah mundur lagi. Nasib kamu akan baik, tidak akan pernah buruk. Kamu akan dimuliakan dan tidak akan dihinakan. Kamu akan didekati oleh Allah dan tidak akan dijauhi oleh-Nya. Martabat kamu akan menjadi tinggi dan tidak akan pernah rendah lagi. Kamu akan dibersihkan, sehingga kamu tidak lagi merasa kotor. Ringkasnya, jadilah kamu seorang yang tinggi dan memiliki kepribadian yang mandiri. Dengan demikian, kamu boleh dikatakan sebagai manusia super atau orang yang luar biasa.

Jadilah kamu ahli waris para Rasul, para Nabi dan orang-orang yang shiddiq. Dengan demikian, kamu akan menjadi titik akhir bagi segala kewalian, dan wali-wali yang masih hidup akan datang menemui kamu. Melalui kamu, segala kesulitan dapat diselesaikan, dan melalui shalatmu, tanaman-tanaman dapat ditumbuhkan, hujan dapat diturunkan, dan malapetaka yang akan menimpa umat manusia dari seluruh tingkatan dan lapisan dapat dihindarkan. Boleh dikatakan kamu adalah polisi yang menjaga kota dan rakyat.

Orang-orang akan berdatangan menemui kamu dari tempat-tempat yang dekat dan jauh dengan membawa hadiah dan oleh-oleh dan memberikan khidmat (penghormatan) mereka kepadamu. Semua ini hanyalah karena idzin Allah Yang Maha Perkasa dan Maha Kuasa jua. Lisan manusia tak henti-hentinya menghormati dan memuji kamu. Tidak ada dua orang yang beriman yang bertingkah kepadamu. Wahai mereka yang baik-baik, yang tinggal di tempat-tempat ramai dan mereka yang mengembara, inilah karunia Allah. Dan Allah mempunyai kekuasaan yang tiada batas

Sunday, November 17, 2013

KEBENARAN....BUKAN DIUKUR DARI MAYORITAS

Oleh : pak Agus Balung



Allah telah berfirman dalam al Quran : “Katakanlah: ‘tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu. Maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan.” (Al-Maidah : 100)


Muqoddimah :


Abdullah bin Mas’ud pernah berkata kepada para sahabatnya, “Sesungguhnya kalian hidup di suatu zaman, di mana kebenaranlah yang mengendalikan hawa nafsu. Namun, kelak akan ada suatu zaman, di mana hawa nafsulah yang akan menguasai kebenaran.”

Wallahu a’lam, apakah yang beliau maksudkan adalah zaman seperti yang kita alami hari ini, atau masih ada zaman yang lebih parah lagi. Saat di mana hukum dan ajaran Islam menjadi asing bagi para penganutnya. Orang yang berpegang teguh terhadap kebenaran justru dianggap nyleneh dan ekstrim. Sebaliknya, para pecundang dianggap sebagai pahlawan, para pengumbar nafsu dijadikan panutan.

Kebenaran menurut mereka bukan lagi diukur dari apa yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala (SWT) gariskan, tapi menurut kecenderungan orang kebanyakan. Keburukan adalah segala yang dianggap buruk oleh umumnya orang. Yang halal adalah yang dianggap halal oleh manusia. Yang haram adalah yang dianggap haram menurut mereka. Begitupun dalam mengukur yang ma’ruf dan yang munkar. Dan memang, umumnya manusia cenderung mengikuti arus besar yang melingkupi hidupnya. Ke mana arus itu mengalir, kesitu pula ia akan hanyut.



Banyak Tapi Sesat

Lewat ayat di atas, Allah SWT mengingatkan orang yang berakal, agar tidak mengukur baik buruknya sesuatu berdasarkan kecenderungan banyak orang.

Keburukan tidaklah berubah menjadi kebaikan dengan alasan banyak penggemar. Sesuatu yang haram juga tidak lantas boleh dianggap halal lantaran sudah banyak yang melakukan. Pun sebaliknya, baik dan benar tidaklah berubah statusnya menjadi buruk dikarenakan sedikitnya orang yang menjalankan.

Alangkah pentingnya ayat di atas dikumandangkan di zaman ini. Yakni saat arus kebanyakan menjadi ukuran kebenaran. Bahkan, menjadikan suara kebanyakan sebagai parameter kebenaran itu telah menjadi ideologi dunia. Ideologi ini direpresentasikan oleh paham demokrasi yang meletakkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan dalam segala aspek. Rakyat (terbanyak) berhak menentukan halal dan haramnya suatu perkara semau mereka. Ia adalah suatu paham yang mengukur kebenaran semata-mata dari banyaknya suara. Semboyannya adalah vox populi vox dei, suara rakyat adalah suara Tsuhan. Benarkah suara terbanyak adalah representasi dari suara Allah SWT?

Bahkan, jika yang dimaksud dengan kalimat “kebanyakan” adalah mayoritas manusia, maka tidak kita dapatkan dalam al-Qur`an melainkan menunjukkan kualitas yang buruk. Seperti firman Allah “dan kebanyakan mereka tidak berakal” atau firman-Nya “akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui”.

Kalimat “kebanyakan” dalam al-Qur`an juga identik dengan cupetnya nalar, latah, gampang terpengaruh, ceroboh, tidak berpikir secara jernih, mudah lalai dan lengah, ikut arus, mudah terprovokasi dan mudah digiring opininya. Orang “kebanyakan” adalah golongan yang tidak peka, tidak pandai mengambil pelajaran dan tidak bersyukur kepada Allah SWT.


“Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia, tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.” (Al-Baqarah [2]: 243)

Lebih dari itu, Allah SWT mengingatkan bahwa membeo kepada orang “kebanyakan”, berpotensi untuk terjerumus ke jurang kesesatan dan kesalahan,

“Dan jika kamu mengikuti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi, niscaya mereka akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.” ( Al-An’am : 116)



Yang Benar, Biasanya Sedikit

Jika Allah SWT menghitung watak keburukan dengan kuantitas yang banyak, sebaliknya terhadap kaum yang dipuji, beriman, taat dan bersyukur, biasanya Allah SWT mensifatkannya dengan “qalil” (sedikit).

“…Dan tidak beriman kepada Nuh itu kecuali sedikit saja.” (Huud [11]: 40)

“…Tidak ada orang yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali sedikit.” (Al-Kahfi [18]: 22)

“…Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, dan amat sedikitlah mereka ini.” (Shaad [38]: 24)



Kuantitas yang sedikit dari orang-orang yang lurus dan benar dapat kita lihat dari banyaknya ayat yang menyebutkan golongan tersebut dalam bentuk perkecualian. Seperti “…kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh serta saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran”, juga “..kecuali orang yang shalat, yang rutin dalam shalatnya”, atau firman Allah “…kecuali orang-orang yang bertakwa” dan sebagainya.

Jadi, kita maklumi bahwa sesuatu yang dikecualikan lebih sedikit dari jumlah keseluruhannya.


Parameter Kebenaran

Begitulah, suara kebanyakan bukanlah patokan suatu kebenaran. Pendapat mayoritas rakyat bukan pula jaminan kebaikan. Bahkan sangat mungkin yang terjadi adalah sebaliknya. Suara rakyat bukanlah suara Tuhan, boleh jadi “suara rakyat adalah suara setan,” terutama di saat kerusakan, kesesatan dan kemaksiatan telah menjadi mental “kebanyakan.”

Betapapun masing-masing orang maupun kelompok mengklaim bahwa kebenaran berada di pihaknya, atau apa yang diperjuangkan adalah kebenaran adanya, yang pasti bahwa kebenaran hakiki diukur dari kesesuaiannya dengan apa yang telah digariskan dan ditetapkan hukumnya oleh AllahSWT.

“Sesungguhnya telah datang kebenaran kepadamu dari Rabbmu, sebab itu janganlah sekali-kali engkau termasuk orang-orang yang ragu.” ( Yunus [10]: 94 )

Apa-apa yang disyariatkan oleh Allah SWT pasti benar dan adil, kendati kebanyakan manusia menolak dan menentangnya. Sebaliknya, apapun yang bertentangan dan tidak sejalan dengan apa-apa yang Allah SWT gariskan, ia adalah kesesatan. Kendati dipoles dengan gaya bahasa yang memikat, mendapat dukungan mayoritas rakyat, umum dilakukan masyarakat dan digembar-gemborkan oleh para pejabat. Banyaknya konsumen dan pelaku sesuatu yang haram, juga tidak mampu mengubah status keburukan menjadi kebaikan, atau kebusukan menjadi nilai kebagusan.

Orang yang berakal akan senantiasa menempuh jalan yang benar, meski jalan itu sepi dan lengang dari teman. Dan ia tetap konsisten pada kebenaran, saat kebenaran disambut oleh kebanyakan orang. Sikapnya tak akan berubah, karena kesetiaannya adalah pada kebenaran, bukan pada kebanyakan. Ia akan mengalir dan berputar kemanapun kebenaran itu mengalir dan berputar. Inilah kunci kebahagiaan dan kesuksesan. Karena itulah, Allah SWT menutup ayat itu dengan, “Maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan.”

Konsisten kepada kebenaran kapan pun dan di mana pun adalah realisasi takwa, sedangkan takwa adalah kunci tercapainya keberuntungan (al-falah). Syaikh Muhammad bin Shalih al-Ustaimin berkata, makna al-falah adalah tercapainya tujuan dan terhindar dari sesuatu yang dikhawatirkan. Kata ini juga mencakup kebahagiaan atau kesuksesan di dunia maupun akhirat.

Nah, jika kita ingin sukses berarti siap menyertai kebenaran di saat sepi dan dalam keramaian. Siap untuk terasing, tapi juga siap berbaur dengan orang kebanyakan, selagi kebenaran berada di pihak mereka.

Wallahu a’lam bishawab.

MAUNYA BERDZIKIR, TERNYATA JIN YANG DIDAPAT

Oleh : pak Agus Balung





Wiridan sih sah-sah saja. Bahkan wirid sendiri sangat dianjurkan dalam Islam. tentunya, selama hal itu tidak bertentangan dengan ajaran Rasulullah. Lain halnya bila wiridan itu diembel-embeli dengan puasa beberapa hari atau ritual tertentu lainnya. Bukan apa-apa. Maksud hati ingin memperoleh ketenangan batin, tapi yang didapat justru sebaliknya. Diikuti oleh jin yang mengaku sebagai “khadam”. Istilah lain untuk pembantu atau pelayan dari bangsa jin. Inilah kenyataan yang dialami oleh Firmansyah (23 tahun), pemuda asli Betawi. Pemuda ini mengkisahkan pengalamannya kepada kami, di rumahnya Menteng, Jakarta Selatan.



Sewaktu sekolah Aliyah dulu, sekitar tahun 1996, saya mengalami suatu peristiwa yang membawa saya ke dalam pengembaraan panjang. Sebagai seorang pemuda yang bergelut dengan dunia jin melalui wiridan.

Peritiwanya terjadi pada suatu pagi yang cerah, saat saya sholat dhuha di masiid tua di daerah Kuningan. Saat itu, di dalam masjid tidak ada orang lain, hanya saya seorang diri. Kemudian mucul keinginan untuk belajar pidato. Maka dengan tenang layaknya seorang ustadz, saya melangkah ke mimbar. Lalu duduk sejenak di kursi. Saya raih tongkat yang ada kemudian bergaya seperti seorang khothib. Dan secara perlahan meski sedikit gemetar, saya latihan khutbah, “Alhamdulillah. Alhamdulillahilladzi ...”

Nah, satu minggu setelah kejadian itu saya merasakan kehadiran seseorang yang tidak terlihat. Saya juga suka ngomong sendiri. Kalau di kelas badan terasa lemas dan tidak bergairah. Untuk menjawab soal pun terasa agak sulit. Selain itu, saya juga mudah kesurupan. Misalnya, ketika sedang mengikuti pengajian di sebuah masiid, tiba-tiba badan saya merinding. Merasa seperti itu, saya segera pulang. Begitu tiba di rumah saya langsung berteriak, “Hua ha ha ...” Saya kesurupan. Kemudian bapak membaca ayat kursi, tapi jinnya tidak merasa apa-apa. Sepuluh menit kemudian jinnya itu pergi begitu saia.

Kesurupan ini seakan menjadi bagian dari hidup saya. Karena bisa dipastikan hampir tiap minggu saya selalu kesurupan. Kalau cuma sekali dua kali mungkin tidak terlalu masalah tapi bila berlangsung hingga satu tahun. Tentu sangat berat bagi saya. Akibatnya saya selalu hidup dalam ketakutan dan tidak punya gairah hidup.

Keadaan saya ini, ternyata tidak luput dari perhatian guru-guru. Hingga guru sosiologi menghampiri, “Kenapa kok lemes terus?” Akhirnya saya disuruh ke rumahnya. “Sepertinya ada yang aneh dalam dirimu” komentarnya setelah menuangkan minuman ke gelas. “Saya tidak tahu, Pak.” Kemudian saya ceritakan apa yang saya alami. Dari tatapan matanya saya tahu bahwa ia berempati kepada saya. Kemudian dengan bijak ia banyak menasehati dan mengajarkan beberapa amalan yang katanya bisa mengurangi beban saya.

Saya disuruh membaca Al-Fatihah untuk nabi Muhammmad, para wali dan para orang-orang tua saya. Kemudian membaca shalawat seratus kali dan Ya Lathif seratus kali. Lalu berdoa, “Ya Allah. Dengan kekuatan sayidina Umar berilah saya kekuatannya.”

Saya gembira sekali hari itu. Dan bertekad untuk mengamalkannya agar rasa takut itu hilang dan kembali bersemangat. Tapi ketika saya mengamalkan wiridan itu di rumah, saya terkejut. Kok saya teriak-teriak terus, “Hoh hoh hoh” badan saya menggigil dan gemetaran. Meski demikian saya terus saja membaca wiridan itu. Hasilnfa baru terasa seminggu kemudian. Ya, saya mulai tenang.

Sudah agak lama saya tidak kesurupan, hingga akhirnya jin itu datang lagi. Peristiwanya kali ini terjadi di rumah sakit. Saat saya terkena penyakit typus dan sudah stadium tiga. Walau itu sudah seminggu saya tidak shalat, harus terbaring lemah di atas ranjang dan tidak bisa berdiri. Tapi tiba-tiba saya bisa berdiri tegak kemudian berjalan dengan cepat. Hingga para pasien dan keluarganya keheranan. Tak lama kemudian, saya berbicara keras dengan suara bergetar. Tapi suaranya itu bukan suara saya sendiri “Saya mau shalat. Anak ini sudah meninggalkan shalat berhari-hari. Dia harus shalat sekarang.” Kemudian jin yang merasuki tubuh saya itu berceramah, sambil sesekali menepuk dada. Melihat itu, orang-orang pada ribut dan akhirnya membiarkan saya shalat. Ulah jin yang merasuki saya itu tidak berhenti sampai disini. la ingin membawa saya melompat dan terjun dari rumah sakit bertingkat itu. “Saya mau terjun. Saya tidak kuat di sini. Saya mau pulang” sampai banyak suster yang mau saya cekik.

Melihat itu, bapak berteriak. “Siapa kamu?” “Saya adalah syaikh Abdul Jabbar. Ha ha ha, saya selama ini yang mengikuti dia. Dan saya dihalangi khadam buyutnya. Saya tonjok mereka hingga babak belur. Saya adalah raja jin yang terkuat,” jawab jin yang merasuki saya.

Akhirnya pihak rumah sakit mengizinkan saya dibawa pulang. Namun, di tengah jalan mobil yang saya tumpangi mogok. Bapak saya menduga karburatornya yang rusak. Tapi setelah dibuka “cross” airnya muncrat ke muka bapak. Ketika sampai di rumah, saya melihat rumah yang selebar enam meter itu sepertinya kecil. Seakan hanya beberapa puluh senti saja. Kemudian saya tidak bisa tidur hingga beberapa hari.



Jin Abdul Jabbar keluar masuk tubuh

Dalam kondisi demikian, ada seorang teman yang menjenguk sambil membawa katanya “air wali”. Setelah dia meminumnya sedikit ia kemudian menyemprotkannya kembali ke badan saya. “Panaas” teriak jin yang merasuki saya. “Kamu belajar sama siapa?” Tanya jin. “Sama habib,” jawab teman saya. “Oh, bagus, bagus teruskan saja belajarmu.” Seolah jin itu menasehatinya. Kemudian teman saya membaca “Ya Allah, Ya Rahman … sampai kepada Ya Jabbar.” Kemudian jin tertawa terbahak-bahak, “Ha ha ha. ltu nama saya. Kamu bacakan apa saja, pasti tidak mempan karena saya jin lslam. Saya hafal 30 juz.” Setelah merasa tidak marnpu mengobati,saya, akhirnya teman saya itu pulang.

Dua hari kemudian, di pagi yang cerah saya dibawa ke rumah habib. Tapi anehnya habib itu sudah ada di depan rumah. Seolah dia sudah menunggu kedatangan saya. Pas ketika saya masih berdiri terpaku di depan rumahnya, “sreet” saya merusakan ada sesuatu yang keluar dari tubuh saya. Kemudian bapak ngobrol agak lama dengan habib. Dan setelah meminum air dari habib, kami segera pulang. Tapi, hanya beberapa menit istirahat di rumah, saya kesurupan lagi. Jin Abdul Jabbar itu datang lagi. Katanya dia takut sama habib itu dan sempat keluar.

Keesokan malamnya, sehabis shalat maghrib saya diantar seorang tetangga ke Cibinong untuk bertemu dengan seorang kiyai. Aneh, setelah keluar dari tol, sopir itu tidak lagi tahu arah. Berkali-kali ia bertanya, namun tetap tidak tahu arah. Sementara di luar, cuaca gelap, langit tak berbintang. Disertai dengan hembusan angin kencang yang terus mendesing di telinga, seakan hujan akan turun dengan lebatnya. Saat saya melihat ke arloji, ternyata sudah pukul 10 malam. Tak lama kemudian, lnnalillah, mobil itu mogok di perkebunan dan tidak bisa dihidupkan lagi, lalu saya kesurupan lagi, “Ha ha ha. Saya mogokin mobilnya.” Akhirnya kita berlima jalan kaki, walau hawa dingin terasa menusuk tulang. Dan, setelah memperhatikan sekeliling beberapa saat, akhirnya sopir itu tahu bahwa kita sudah hampir sampai di rumah kiyai. Kira-kira hanya berjarak 300 meter.

Alhamdulillah, akhirnya sampai ke tempat tujuan juga, setelah tersesat beberapa jam. kira muat untuk sepuluh orang. Kamar itu beralaskan karpet plastik, dengan jendela dan pintu di belakangnya. Lalu bapak saya menyerahkan dua butir telur ayam kampung. Pak kiyai mengambilnya sebutir lalu memecahkan dan mencampurnya dengan minyak lulur, yang dipakai untuk pijat saya.

Selama pemijatan itu, terdengar suara pintu “Gubrak gubrak”, padahal pintu itu sudah ditutup tapi selanjutnya terbuka lalu tertutup lagi, begitu seterusnya. Tak lama kemudian saya mulai kesurupan “Ha ha. Akulah Abdul Jabbar. Saya dari zaman syaikh Abdul Qadir Jailani. Saya berumur 900 tahun. Saya senang anak ini karena dia rajin ibadah. Tapi saya juga benci, sebab dia dulu berani naik mimbar. Padahal mimbar itu bukan tempatnya. Yang berhak naik ke mimbar itu adalah orang-orang yang berilmu. Dan jangan permainkan tempat saya. Kalau tidak. Saya bunuh anak ini.” Tak lama kemudian saya tidak sadarkan diri. Dan, setelah sadar tahu-tahu pengobatan itu sudah selesai. Sejak saat itu jin Abdul Jabbar entah karena apa, tidak datang lagi. Walau sebenarnya jin itu masih bersarang di tubuh saya.



Wiridan…. yang Ternyata Penuh dengan Jin

Dua bulan kemudian, saat kelas 3 Aliyah saya mempelajari wiridan miftahul hizb. Wiridan-wiridan itu saya baca semua kemudian saya berdoa “Ya Allah, hamba mohon diberikan ilmu dhahir batin dan ditunjukkan jalan ilmunya Rasulullah.” Setelah mengamalkan wiridan ini setiap hari maka pada hari ke 13, 14 dan 15 saya berpuasa seperti puasa Ramadhan. Katanya wiridan ini tanpa menggunakan khadam dari jin. Katanyaa, ilmu yang dihasilkan dari wiridan ini berasal langsung dari kemukjizatan Rasulullah. Mendengar penjelasan yang demikian – waktu itu – saya percaya begitu saja.

Hasil pengamalan wiridan ini, diluar dugaan saya.Yang dulunya saya sering kesurupan, tapi sekarang berbalik. Saya bisa mengobati orang kesurupan. Selain itu, saya juga bisa menerawang. Ya, saya bisa menebak watak seseorang yang belum saya kenal sama sekali. Suatu hari saya bertemu seseorang kemudian saya menerawang dia, “Kamu orangnya pemarah, egois. Kamu juga sedang menghadapi masalah.” Dia bingung, “Lho kok kamu tahu gitu.” “Ya saya tahu saja. Kamu bermasalah dengan atasan kamu, kan?” kata saya lagi. Akhirnya dia makin terpana dan semakin tertarik dengan terawangan saya. Kemudian saya menerawang temannya, “Orangnya putih, hidungnya mancung dan rambutnya agak ikal.” “Lho kok kamu tahu!” Teman baru saya itu semakin terbengong-bengong. Sebenarnya semua yang saya katakan itu tergambar dengan jelas dipikiran saya begitu saja.

Pada kesempatan lain, ada seorang tetangga yang kehilangan burung. Akhirnya dia beranya kepada saya. Dan dengan reflek tangan saya bergerak, “Seeet”. “Tuh burungnya ada di situ.” Tangan saya menunjuk ke arah tertentu. Akhirnya tetangga itu menyebutkan nama satu persatu. “Namanya si Arman.” “Bukan” kata saya sambil tangan saya mengisyaratkan tidak benar. “Namanya si Atong” katanya lagi. “lya, benar itu dia.” Akhirnya burungnya dicari dan ketemu. Betapa malunya si pencuri yang ketangkap basah itu. Tapi anehnya keesokan harinya saya kehilangan motor. Kemudian saya coba menerawang dengan ilmu saya. Saya tunjuk ini dan itu. Tapi tidak bisa menemukan motor itu hingga sekarang.

Rupanya keahlian saya itu, mengantarkan bapak dan adik untuk mempelajari ilmu sejenis. Meski mereka belajar dari guru yang berbeda. Nah, untuk membuktikan ilmu perguruan mana yang lebih hebat, akhirnya saya dan bapak sepakat untuk diadakan uji kekuatan. Tempatnya di rumah saya. Saat itu, ada tiga orang yang mengetes saya. Setelah pasang kuda-kuda kemudian saya dipukul. Ternyata pukulan itu mengenai wajah saya dan tidak bisa saya elakkan. Padahal sebelumnya saya bisa menghindari dan mementalkan pukulan siapa saja. Saya belum menyerah. Dan dilakukan pengujian ulang. Saya bertahan dengan cara lain, tapi saya tetap kena pukulan. Akhirnya saya mengaku kalah dan berguru dengan mereka, untuk mempelajari ilmu Karamah. Peristiwa ini terjadi pada tahun pertama ketika saya kuliah di UlN.

Sebelum dibaiat atas keberhasilan mempelajari ilmu Karamah, saya disuruh puasa tiga hari dan membaca wiridan juga selama tiga hari, “Ya Allah. Ya Rasulullah. Ya Syaikh Abdul Qadir Jailani disuhunkeun karamahna ku abdi gusti suryajana negara (Ya Allah. Ya Rasulullah. Ya Syaikh Abdul Qadir Jailani dimintakan karamahnya kepada saya gusti suryajana negara) la haula wala quwata illa billahil ‘aliyil adhim” kemudian di test. Orang yang memukul gaya itu terpental semua.

Setelah mengamalkan wiridan ini, saya merasakan adanya perubahan. Orang jadi takut sama saya. Sebaliknya, saya menjadi lebih berani. Pernah saya terjebak tawuran pelajar. Ketika saya ditimpuk dengan batu, tiba-tiba batu itu terpental sendiri sebelum mengenai saya. Akhirnya para pelajar itu kabur, ketakutan. Kondektur bis juga takut. Saya pernah marah dengan kondektur. Hanya gara-gara kurang ongkos. Waktu itu tarif bus untuk mahasiswa hanya seratus sementara penumpang umum membayar limaratus. Kebetulan, saya membayar tigaratus. Tapi, kondektur bis itu tidak percaya. “Kalau kamu mahasiswa bayar seratus juga saya terima,” kata kondektur itu. “Ya sudah kalau berani sini,” saya menantangnya. Ketika sudah dekat, dia ketakutan. Sepertinya dia melihat sesuatu yang menakutkan.

Selain ilmu di atas, saya juga mempelajari dua ilmu lainya. Yang pertama adalah ilmu kebal dan yang kedua wirid Sakran. Saya tidak tahu, mengapa saya seperti haus berbagai macam jenis ilmu. Sehingga saya sering berguru dari satu tempat ke tempat lainnya. Misalnya, saat itu saya juga belajar wirid sakran. Wiridan itu diamalkan setiap selesai shalat wajib selama tujuh minggu dan puasa Senin-Kamis selama tujuh minggu juga. Dengan niat “Aku niat puasa sunnah karena Allah untuk amalan wirid syaikh Habib Ali Abu Bakar As-Sakran.”

Sesudah seluruh ritual dalam tujuh minggu itu selesai, malamnya saya bermimpi sampai dua kali. Mimpi pertama adalah mimpi basah. Dan setelah bangun kemudian tidur kembali saya bermimpi berada di sebuah masjid yang besar di wilayah Tarim, salah satu daerah di Hadhramaut, Yaman. Di dalam masjid itu saya bertemu dengan orangtua. Yang memperkenalkan dirinya sebagai Habib Muhammad bin Abdul Rahman Assegaf. Kemudian ia menuntun saya berdoa di samping makam habib Ali bin Abu Bakar As-Sakran.

Beberapa hari kemudian, saya ceritakan mimpi itu kepada guru. Katanya mimpi itu menjadi wangsit bahwa wiridan saya sudah disahkan. Selang beberapa hari kemudian, ketika sedang berbaring di tempat tidur, tiba-tiba saya mendengar suara yang tidak saya ketahui darimana sumbernya, “Assalaamu’alaikum. Sekarang tuan adalah majikan saya. Dan saya adalah khadam tuan.”

Beberapa hari berikutnya saya sering kesurupan setelah tarawih di mushola. Di tengah kerumunan jamaah laki-laki. “Assalaamu’alaikum. Kenalkan nama saya Abdul Lathif.” Anehnya banyak jamaah yang bahkan menjadikan iin yang merasuk ke tubuh saya sebagai teman bercanda. “Namanya siapa ki?” Tanya sebagian jamaah. “Nama saya Abdul Lathif. Saya dari Baghdad. Saya khadamnya Firmansyah.” Terus banyak yang minta macam-macam. “Saya minta jodoh dong?” pinta seorang dari mereka. “Lu, yang cocok sama lu orangnya yang pendek,” kata Abdul Lathif melalui mulut saya. Mendengar jawaban itu, sontak jamaah tertawa terpingkal-pingkal.

“Saya minta nomer togel nih,” Tapi jin itu langsung menggerakkan tangan saya untuk mengambil buah dan melempar yang meminta, “Maksiat nanya-nanya sama gue,” kata jin Abdul Lathif.

Pernah iuga iin yang merasuk ke tubuh saya itu mengambil kopi dan meminumnya, “Nih, air bekas saya ini berkah” tak tahunya jamaah yang berada di sekitar saya langsung berebut meminum kopi itu. Peristiwa seperti ini teriadi sekitar sepuluh kali selama Ramadhan. Dan waktunya selalu setelah tarawih. Sebelum pergi jin itu pamitan dulu, “Sudah tidak ada pertu lagi dengan saya? Saya pergi dulu ya. Assalaamu’alaikum”. Setelah peristiwa demi peristiwa itu, akhirnya banyak yang konsultasi dengan saya. Dan, untuk menjawabnya, saya gabungkan saja berbagai keilmuan yang saya miliki.

Sehabis Ramadhan, jin Abdul Lathif masih sering merasuk ke tubuh saya. Bahkan saat saya sedang mengajar anak-anak remaia. Disini dia mulai mengisi anak-anak remaja itu. “Ki, saya sering lewat daerah-daerah tawuran. Minta penjagaan dong?” pinta seorang anak. “Ya, sini! Kamu baca “Asyhadu alla ilaha ilallah, . Asyhadu anna Muhammadar rasulullah. La haula wala quwwata ila billah.” lalu ia menjabat tangan anak yang diberi ilmu. Pada mulanya, jin Abdul Lathif baru datang setelah saya panggil. Dengan membaca Al-Fatihah untuk nabi. Kemudian shalawat untuk habib yang menciptakan wiridan ini. Setelah itu, saya memanggil “Ya Lathif” sambil menjejak bumi tiga kali. Setelah itu lin Abdul Lathif datang dan merasuk ke tubuh saya. Tapi lama kelamaan kedatangannya tidak lagi bisa saya kendalikan.



Awal Datangnya Hidayah.

Aktifitas di pengaiian anak remaja, terus menggiring saya untuk berkenalan dengan beberapa aktifis dakwah lainnya. Nah, dari sini saya sering tukar pengalaman dan berbagi cerita. Sejujurnya, saya katakan pada mereka bahwa saya punya ilmu-ilmu teftentu. Yang waktu itu, saya menyebutnya llmu kemukjizaan. Saya juga punya khadam dari jin dan menurut pendapat saya meminta bantuan jin juga tidak apa-apa. Pendapat saya ini dibantah oleh teman-teman. “Lho, itukan bacaan-bacaan lslami. Bacaan shalawat. Bacaan-bacaan Alquran,” saya mencoba beradu argumentasi. “Walaupun itu Asmaul Husna, tapi kalau itu buat kebal saya tidak percaya,” kata teman saya.

Seiring dengan semakin lama berinteraksi dengan mereka, saya merasa ada keanehan. Badan saya panas setiap hari. Saya juga sakit flu tidak henti-hentinya. Dan, setelah membaca artikel di majalah Ghoib, saya mulai meragukan kebenaran jalan yang saya tempuh selama ini.

Hal ini semakin diperparah dengan situasi rumah tangga yang sedikit mengalami goncangan. Dari sini saya mulai tidak yakin akan kebenaran ilmu saya. Akhirnya saya pergi ke Majalah Ghoib. Saat tiba di kantor Majalah Ghoib, saya merasa takut sekali. Kepala saya bergetar tanpa dapat saya kendalikan. Tidak seperti biasanya. Kemudian saya diterapi Ustadz Ahmad Junaidi. Saat itulah jin yang bersarang di tubuh saya dikeluarkan. Pada ruqyah pertama saja, kata ustadz Junaidi ada sekitar sepuluh jin yang keluar, tentu menurut pengakuan jin itu. Ada jin Abdul Jabbar, jin Konghuchu, jin Kristen, jin Budha dan yang paling bandel keluarnya adalah jin Abdul Lathif.

Ketika jin Abdul Lathif diruqyah ia berbicara dengan ustadz Junaidi dengan bahasa Arab. “Saya dari Baghdad. Cuma saya lama di Surabaya,” katanya. “Kenapa kamu masuk ke orang ini?” tanya ustadz Junaidi. “Siapa suruh. Yang baca wiridan itu dia. Ya, saya masuk. Kalau wiridan itu tidak dibaca, saya tidak masuk,” kata jin Abdul Lathif lagi. “Berarti kamu telah sesat dan menyesatkan” bentak ustadz Junaidi. Mendengar bentakan itu, jin Abdul Lathif hanya bisa diam. Kemudian jin itu berdoa seraya meminta pertolongan kepada Ali. “Ya Ali. Anqidzni (lolonglah aku).” “Jin, doamu ini syirik,” kata ustadz Junaidi. “Saya kan tawasul, ustadz,” ujar jin itu mempertahankan diri.

“Tawasul dengan dzat selain Allah itu berarti syirik,” kata ustadz Junaidi. “Tidak. lni tidak syirik. Saya berpegang teguh dengan manhaj Zainal Abidin,” kata jin Abdul Lathif masih membandel. Dia susah dikeluarkan. Karena badan saya sudah kecapekan, akhirnya ruqyah hari itu diakhiri juga. Meski sebenarnya saya masih merasa bahwa jin Abdul Lathif itu belum bisa dikeluarkan. Karena itu ustadz Junaidi menyuruh saya untuk datang lagi minggu depan. Disamping itu says dianjurkan untuk terus berdzikir dan melakukan terapi ruqyah secara mandiri.

Alhamdulillah setelah terapi ruqyah yang keenam, sekarang sqra sudah baik kembali tinggal sedikit pusing di kepala bagian belakang.

Begitulah sepenggal kisah yang saya yakin banyak dialami oleh orang lain, bergelut dengan dunia jin tanpa disadarinya. Atau bahkan sebagian orang menganggap ini merupakan suatu kelebihan yang diberikan Allah. Namun, pada akhirnya saya harus mengakui bahwa pendapat yang demikian itu salah.

Saya berharap kisah ini dapat menjadi renungan tersendiri, bagi siapapun yang berkenan.

(Sumber : Ghoib Ruqyah)

IKHLAS ITU MEMANG MENAKJUBKAN

Oleh : pak Agus Balung



Dalam tulisan saya terdahulu dalam blog ini juga yang berjudul Beda Thariqah dan Ilmu Hikmah sudah saya sebutkan, bahwa menurut kacamata thariqah, ilmu Hikmah itu bisa menjadi hijab bagi para penempuh jalan sufi. Mengapa demikian, karena kalau kita berdzikir pada Allah agar supaya dapat rizqi yang banyak, maka tujuan berdzikir itu tidak lillahi ta’allah, karena tujuan kita adalah agar supaya mendapatkan rizqi yang banyak, nah, ketika kita terbayang akan rizqi yang banyak, maka kita akan kehilangan Allah, ya kan ?

Nah, untuk memperkuat tulisan saya tersebut diatas, maka berikut ini saya sajikan tulisan dari Saudara saya Sun go kong, yang diposting dalam sebuah kolom comment tanggal 19 Oktober 2012, oleh Rishang Mukthi, berikut ini tulisannya :



Suatu ketika saya membaca sebuah koment, yang isinya : “Saya sudah lama mencoba mengamalkan amalan tersebut, tapi koq gak ada hasilnya, ya ?”

Dan mungkin masih banyak lagi pertanyaan yang senada, apa kurang khusyuk, atau bagaimana, dan sebagainya, dan sebagainya



Disini Saya (penulis ini), akan menceritakan pengalaman pengalaman saya, tanpa bermaksud ujub. Yang sedikit banyak sudah saya ceritakan di posting Pengalaman mistis.

Banyak dari kita mengamalkan suatu amalan, dzikir, mantra, hanya untuk semata mata mengejar hikmah saja. Dengan amalan ini maka kita akan bisa begini, bisa begitu, dan seterusnya dan seterusnya.

Dulu sayapun begitu, saya ingin punya kemampuan ini itu, bisa begini bisa begitu, yah, bisa sakti lah, bisa tampil beda dibanding dengan orang kebanyakan lainnya. Tetapi ternyata apa yang saya dapat ? Semakin dikejar, semakin menjauh. Semakin besar keinginan kita untuk memetik sesuatu, justeru semakin dalam kekecewaan yang didapat.

Sehingga sampai pada puncaknya, saya berkata dalam hati : “Persetan dengan ilmu ilmu itu…!!”. Lalu sayapun bertekad dalam hati, dzikir, cuma dzikir, yang penting dzikir, titik. Tidak ada lagi mau begini, mau begitu, hanya dzikir.

Pada titik inilah, justeru terjadi perubahan dalam diri saya. Saya mulai mendapatkan hikmah atas dzikir saya. Saya mulai bisa melihat alam ghaib, ini awal hikmah yang saya dapatkan. Ketika saya tanyakan pada guru, beliau hanya tersenyum, dan berkata : “Nak, itulah ikhlas”


Subhanallah, Ikhlas, satu kata yang sederhana, mudah diucap, ternyata sulit dikerjakan. Lalu kata guru saya selanjutnya : “Itulah buah yang kamu dapatkan, terawangan, itu hanya sekedar buahnya. Nah, satu pelajaran yang telah kamu dapat, yaitu keikhlasan.” Saat itu, saya begitu takjubnya dengan perkataan beliau, begitu indah ditelinga, begitu berharga pelajaran yang saya dapatkan.

Suatu ketika, guru kedatangan seorang tamu yang minta tolong, bapaknya, yang seorang pejabat, terkena guna guna hingga lumpuh dalam hitungan 3 hari. Gurupun menyuruh saya untuk berangkat kerumah orang yang sakit itu. Sayapun patuh pada guru, berngkatlah saya, padahal hikmah yang saya dapatkan Cuma baru bisa melihat yang ghoib saja, tidak lebih. Sebelum berangkat saya dipanggil guru ke musholahnya. Beliau berkata : “ Nak, berangkatlah kamu kesana, tapi ingat, kalau kamu mengandalkan ilmu kamu, mengandalkan dzikir kamu, saya pastikan 90 % kamu akan mati. Tapi kamu harus berangkat, dan ingat lagi, saya tidak akan menolongmu. Kalau kamu tidak mau berangkat, maka saya yang akan membunuhmu”

Mendengar perkataan guru, berbagai macam perasaan campur aduk jadi satu, dalam hati saya berkata : “Guru koq kejam amat sih, menyesal saya berada disini, berguru padanya.”

Dengan perasaan yang tidak menentu saya terpaksa berangkat ketempat orang yang sakit. Berada ditempat orang yang sakit saya cuma bingung dan bingung dengan berbagai pertanyaan yang dilontarkan oleh keluarga pasien, dan oleh hal hal lainnya. Hari pertama dan kedua tidak terjadi apa apa, disitu saya cuma berdzikir dan dzikir mohon pertolongan Allah. Pada hari ketiga, saat saya shalat dhuhur, saya merasa dibelakang saya ada sesuatu yang mengamati saya, dan memang benar. Begitu selesai shalat saya melihat ada satu makhluk yang luar biasa besarnya, saya hanya sebesar jempol kakinya, dia memandang saya dengan marah. Tiba tiba makhluk itu menggenggam tubuh saya, hingga saya tak bisa bernapas, sakit seluruh tubuh saya, begitu takutnya saya, apakah saya akan mati ?

Saya mencoba menerapkan dzikir saya, tapi anehnya makhluk itu malah tertawa dan berkata : “Apa yang kamu baca, aku sudah amalkan ratusan tahun, percuma !”

Hati dan pikiran saya jadi gelap mendengar perkataan makhluk itu, kalau sudah demikian adanya saya harus bagaimana lagi, apa yang harus saya perbuat, kenapa guru tidak mau menolong saya, mengapa guru menginginkan saya mati. Berbagai pertanyaan muncul dalam hati saya.


Sampai pada titik klimaks ketakutan saya, saya bersumpah serapah pada mkhluk itu : “Ayo bunuh aku ! semua orang pasti mati, sekarang mati besok juga mati, ayo cepat bunuh aku !!”

Tapi anehnya, makhluk itu malah melepaskan saya, dan menjauh, dari wajahnya terpancar ketakutan yang amat sangat. Sayapun heran kenapa ini bisa terjadi. Saya sudah tidak takut lagi pada makhluk itu, saya tidak takut mati, sayapun menemukan pencerahan. Inilah yang ditakutkan oleh makhluk itu, ketika rasa takut saya hilang, berganti dengan rasa pasrah pada dzat yang Maha Kuasa, shalatku, hidup dan matiku hanya untuk Allah semata, oleh karena itu terserah Allah kapan mau mengambil aku, kapan saja. Itulah kuncinya. Kemudian saya mencoba membaca Basmallah dengan komposisi batin pasrah, melepas semua ‘ke-egoan’ diri. Dan, apa yang terjadi, tiba tiba makhluk itu lebur menjadi abu, Subhanallah. Saya tertegun bingung tidak mengerti mengapa ini bisa terjadi, sampai keluarga yang sakit memanggil manggil saya, mereka berkata bapak sembuh dengan tiba tiba. Allahu Akbar, hanya itu kata yang terucap dari bibir saya.

Hari itu juga saya pulang ketempat guru, sampai disana, kembali guru tersenyum : “Bagaimana nak, apakah kamu mati ?”

Saya ceritakan kembali pada guru apa yang saya alami di rumah pasien dengan detail tak kurang satupun.

Lalu kata beliau : “Satu lagi buah yang kamu dapatkan dari ikhlas dan pasrah. Hanya itu yang bisa kita lakukan sebagai seorang hamba Allah. Kita pasrahkan hidup kita pada yang memberi hidup. Dan satu hal lagi, yaitu sikap penghambaan kita pada Allah, lepaskan sifat ke-egoan kita, karena sesungguhnya kita ini tidak mempunyai daya apa apa.


Semoga yang sedikit ini membawa manfaat pada kita semua, bahwa sikap yang ikhlas dan pasrah hanya untuk Allah semata akan berbuah sesuatu yang sama sekali tak terduga, kalaupun toh karena hikmah kita kebetulan dikaruniai oleh Allah sesuatu yang lebih dari orang kebanyakan, maka ingatlah sesungguhnya kita ini dihadapan Allah makhluk yang lemah dan tidak mempunyai daya, kecuali atas kehendakNya.



(Sumber : Sun go kong, posting by Rishang Mukhti, tgl.19 Oktober 2012)

KETIKA JIN TIDAK TAKUT PADA ORANG YANG BACA AL QURAN

Oleh : pak Agus Balung


Sering kita jumpai dalam realita kehidupan bahwa banyak orang yang membaca al qur’an tapi masih bisa diganggu oleh jin. Lalu sering pula kita saksikan dalam tayangan dunia lain atau uji nyali alam gaib, peserta uji nyali malah keder atau ketakutan walaupun sudah membacanya ayat ayat Qur’an misalnya ayat kursyi, surat yasin, atau surat surat yang lain. Apakah Al Qur’an sudah tidak ampuh lagi? Atau jin setan sudah kebal terhadap bacaan Al Qur’an?

Fenomena ini sering terjadi dan kadang sering membuat orang-orang menjadi galau, menjadi tidak percaya lagi pada ayat-ayat Al Qur’an, dan akhirnya malah lari dari ayat-ayat Al Qur’an, dan malah mencari selain ayat-ayat Al Qur’an karena iming-iming yang luar biasa dari suatu amalan atau mantera atau ajian tertentu yang bila diamalkan atau akan bisa mengalahkan bahkan mengendalikan jin setan. Bahkan kadang dengan bisa mengendalikan jin ada bonus lain, misalkan rejeki lancar atau kaya, bisa sakti atau di hormati orang lain, bisa mempengaruhi orang lain dan banyak lagi bonus yang memanjakan nafsu anak manusia.

Hal-hal tersebut sangat tidak baik apalagi jika ditonton oleh anak kecil yang masih bersih.

Bila anak-anak kecil menonton hal tersebut pasti akan mempertanyakan kenapa jin tidak takut pada orang yang membaca ayat-ayat Al Qur’an, lebih parah lagi jika sudah menonton tayangan pemburu hantu, pasti dalam benaknya tertanam bahwa orang-orang yang bisa mengalahkan atau mengusir hantu atau jin harus dengan acara mengeluarkan tenaga dalam dan lain sebagainya.

Mungkin anda pernah mendengar ketika ada orang yang kesurupan dan coba diobati atau dibacakan ayat kursyi tapi jin dalam tubuh orang yang kesurupan tersebut malah mentertawakan dan bahkan menyalahkan tajwid dan mengajari ngaji.

Pernah suatu ketika ada kejadian didekat rumah teman yang biasa kami jadikan tempat untuk dzikir. Didekat rumah teman tersebut terjadi kesurupan. Orang-orang yang ada dirumah tersebut mencoba menolong dan membacakan ayat kursyi namun malah ditertawakan karena tajwidnya salah dan malah diajari ngaji yang benar oleh jinnya.



Karena gaduh teman saya keluar rumah. Setelah tahu bahwa terjadi kesurupan, teman saya menyuruh orang yang kesurupan untuk dibawa masuk kedalam rumahnya, dan dibawalah orangyang kesurupan itu masuk keruma teman, namun baru sampai didepan pintu halaman saja jinnya sudah meronta dan pamitan mau kabur dan benar orang yang kesurupan tersebut akhirnya sadar hanya dibawa masuk kehalaman rumah teman saja.

Hal-hal tersebut terjadi adalah karena imannya tidak seratus persen untuk Allah. Ada beberapa bagian imannya yang diberikan untuk selain Allah, jin setan misalnya. Jika orang tersebut percaya bahwa jin setan mempunyai kekuatan dan bisa mencelakakan seseorang maka jin dan setan akan masuk kedalam tubuh orang tersebut dan menguasainya. Dan bila sudah menguasai tentu saja akan dibuat semua bergantung pada mereka, dan tidak pada Allah.

Orang yang beriman sudah pasti tidak akan memberi ruang dalam hatinya untuk selain Allah.

Dia tidak takut pada gangguan jin atau setan karena ia bersama Allah dan yakin bahwa jin atau setan itu lemah. Orang yang beriman atau yakin kepada Allah, apa yang ia ucapkan semua didasari oleh iman, iman kepada Allah.

Orang yang beriman tidak akan pernah bermain-main dengan jin atau setan seperti para dukun atau paranormal itu. Dalam kasus orang kesurupan yang saya ceritakan diatas, insya Allah karena iman. Rumah orang yang beriman ditakuti oleh jin. Tidak perlu menggunakan ayat-ayat Al Qur’an untuk mengusir jin seperti pada kasus diatas.



Percuma saja membaca ayat-ayat Al Qur’an bila ada rasa takut kepada selain Allah. Jin atau setan hanya takut pada orang yang benar-benar takut kepada Allah bukan takut kepada mereka.

Takut kepada Allah berarti mempunyai iman dan takut pada jin dan setan berarti tidak beriman.

Percuma saja mengaji setiap hari atau menjalankan syariat islam bila hatinya tidak islam.

Percuma saja mengaji tapi ngajinya bukan sebagai amal ibadah namun hanya untuk mempertahankan atau memperdalam ilmunya yang berkolaborasi dengan jin atau setan.

Percuma saja orang beribadah tapi tujuannya bukan Allah. Sesungguhnya antara iman dan syirik adalah sangat tipis. Disinilah orang sering tertipu.

Baju muslim, kefasihan berbahasa Arab, kepanjangan janggut, dan ornamen islam lainnya bukanlah ukuran iman seseorang.

Lamanya mondok atau belajar agama tidak menjamin ketebalan iman seseorang. Bahkan gelar ustadz atau kyai tidak menjamin seseorang beriman kepada Allah.



Sering terjadi kesalahan fatal dalam melihat keimanan seseorang dalam masyarakat. Belum tentu orang yang tidak fasih Al Qur’an imannya tipis.



Belum tentu orang yang berpakaian ala kadarnya dan jauh dari baju gamis dan surban itu tidak beriman.

Bila ada orang membaca Al Qur’an namun tanpa di dasari iman, tentu saja jin atau setan akan menertawainya sefasih apapun dia.



Namun walaupun seseorang yang tidak fasih namun beriman, dia akan ditakuti jin dan setan.

Orang yang beriman, insya Allah segala tindak tanduknya akan ditakuti oleh jin atau setan walaupun dalam tidur sekalipun, karena tidurnya orang beriman adalah ibadah, sedangkan tidurnya orang yang tidak beriman dan bodoh tidak akan ditakuti walaupun orang tersebut dalam keadaan menjalankan ibadah.

Orang beriman itu tentu saja akan menjalankan syariat islam sepenuhnya. Dia tidak mungkin keluar dari syariat karena syariat adalah pagar yang akan melindungi dia dari terkaman nafsu setan yang banyak bekeliaran diluar pagar syariat dan akan membawa kepada jalan dosa yang tentu saja dibenci oleh Allah.

Semoga bermanfaat .

KEKUATAN DIRI SENDIRI - KEKUATAN DALAMAN

Oleh : Pak Agus

Sebagian besar orang yang belajar Metafsika biasanya bermimpikan untuk menjadi sakti, berangan angan untuk tampil beda dengan orang kebanyakan, terlebih dalam hal kemampuan. Umumnya sih begitu. Apa itu salah. Tidak, keinginan yang seperti itu sah sah saja. Banyak tayangan televisi yang mengangkat soal itu. Untuk gampangnya kemampuan yang seperti itu kita sebu t saja dengan kemampuan “supranatural”.

Kemampuan supranatural itu misalnya seperti, tahan pukul, kebal bacok, mampu memecahkan balok ataupun baja, mengalihkan hujan, mengusir mahluk halus jahat, mengisi benda biasa menjadi benda bertuah, dan masih banyak lagi. Didalam kitab suci Al Quran banyak kita temui peristiwa yang luar biasa yang dialami oleh orang orang jaman dahulu. Bagaimana Ibrahim a.s dibakar oleh raja Namrud, tetapi sedikitpun kulitnya tidak lecet, bagaimana pada jaman Sulaiman a.s ada seorang pengikutnya yang mampu memindahkan singgasana ratu Balqis dari Yaman ke Palestina dalam waktu sekejap. Dan bagaimana pula Sulaiman a.s sendiri mampu berbicara dengan binatang, mampu memerintahkan jin, dan mampu pula memerintah angin.

Demikianlah kalau Allah berkehendak menjadikan manusia memiliki kemampuan luar biasa, dan kemampuan itu muncul dalam keadaan tertentu. Atau bisa juga dimunculkan setelah melalui proses yang lama dan berat, yaitu melalui latihan ataupun dzikir tertentu, dan proses itu tidak instan, proses itu panjang, berat dan memerlukan kesabaran serta istiqomah, walaupun Allah tidak menutup kemungkinan hal semacam itu bisa muncul secara instan.

Menurut penelitian para ahli, bahwa dalam diri setiap manusia menyimpan potensi yang luar biasa, dan potensi itu tersembunyi rapi dalam dirinya. Dan selama ini, potensi tersebut tertutup rapat oleh berbagai sebab. Orang yang mampu membuka hijab apa yang menjadi penutup kekuatan dalam dirinya itu, maka orang itu akan mampu melakukan sesuatu yang luar biasa, yang dalam kondisi normal, orang tidak mampu melakukannya.

Tidak jarang kekuatan luar biasa yang ada dalam diri ini muncul secara mendadak pada saat kita dalam kondisi terdesak. Dalam keadaan terdesak, dikejar anjing, orang akan mampu melompat pagar yang tinggi, yang dalam kondisi normal, tidak mungkin pagar itu mampu dilompati. Seorang bapak akan mampu mengangkat mobil yang beratnya lumayan yang sedang menghimpit anaknya, dan masih banyak contoh lain yang menggambarkan betapa kekuatan dalam diri manusia akan muncul dengan sendirinya begitu dalam kondisi terdesak. Kejadian mendadak yang mendesak dan rasa terkejut serta khawatir, mampu membuka blocking mental yang selama ini menjadi penutup kekuatan yang tersimpan dalam diri kita. Kekuatan tersembunyi dalam diri setia orang bisa juga dibangkitkan, diaktifkan energy dalam dirinya, lalu diasah dan dirawat, atau dengan kata lain dilatih. Dan proses ini tidak instan, memerlukan waktu lama, kesabaran, istiqomah.

Pada perguruan silat dan seni bela diri, pada tahapan tertentu peserta dilatih untuk membangkitkan dan menggunakan tenaga dalam untuk pertahanan diri dan juga untuk menyerang nusuh. Peserta akan diajarkan tehnik olah napas dan konsentrasi, dan kalau itu dilakukan secara terus menerus dan istiqomah, maka peserta akan mampu memecahkan setumpuk balok es, atau menahan pukulan, ataupun hal hal lain yang bikin orang lain takjub. Kemampuan ini murni dari orang yang bersangkutan, bukan dari jin atau mahluk halus lainnya. Kekuatan ini didapat dari latihan yang panjang dan berat, serta sungguh sungguh, tanpa ditambahi dengan ritual tertentu.

Bagaimana mungkin manusia mempunyai kemampuan seperti itu, wallahu a’lam, Allah maha tau, kenyataan memang begitu. Allah telah menjadikan manusia sebagai sebagai sebaik baik mahluk ciptaanNya, sehingga mahluk yang lain, jin dan malaikat diperintahkan Allah untuk sujud pada manusia. Untuk lebih simplenya, kekuatan yang ada dan tersembunyi dalam tubuh kita ini, kita sebut saja dengan energy. Sebagaimana yang kita tahu dalam ilmu fisika, setiap benda punya energy, termasuk benda matipun punya energy yang tersimpan didalamnya. Begitu juga dengan manusia, pasti menyimpan energy, dan energy ini adalah sumber dari power, kekuatan diri manuasia itu sendiri. Dan energy ini rapi tersembunyi dalam tubuh kita.

Begitu energy ini diaktifkan, maka energy ini siap digunakan untuk apa saja, tergantung kita. Dan energy yang ada dalam tubuh kita ini adalah energy pintar, smart energy. Kita perintah apapun, pasti dia akan
melaksanakan perintah itu tanpa meleset. Baik perintah itu positif ataupun negative.

Kalau kita fokuskan energy ini untuk Healing, pengobatan, baik untuk pengobatan diri sendiri ataupun orang lain, maka energy kitapun akan mampu mengobati. Dalam hal pengobatan, energy ini bisa kita analogikan sebagaimana sinar lasser, kalau sinar lasser kita tembakkan ke titik tertentu sebagai sumber penyakit, maka titik penyakit itu akan mati karena sinar lasser. Demikian juga dengan energy yang ada dalam tubuh kita ini, kalau kita arahkan ke titik yang sakit dan kita perintahkan untuk membunuh virus penyakit dan menyembuhkan, maka insya Allah, sembuh. Cuma bedanya, kalau sinar lasser kita tembakkan ke titik penyakit, dia akan membunuh virus penyakit, tapi sekali gus merusak sel sel yang lain disekitar sumber penyakit tersebut, namun kalau energy, tidak akan merusak sel disekitar sumber penyakit.

Lalu, apakah bisa kekuatan yang ada dalam tubuh kita ini dipergunakan untuk yang lain, selain untuk penyembuhan, jawabnya tentu saja bisa. Dan itu dibuktikan oleh banyak perguruan silat, tai chi, atau perguruan tenaga dalam, walaupun murni hanya dengan menggunakan power yang ada dalam dirinya, tenaga dalam, tanpa ilmu karomah, mereka mampu menunjukkan kekuatan yang melebihi orang kebanyakan.

Sebagaimana firman Allah dalam Al Quran, bahwa jin dan manusia diciptakan hanya untuk beribadah kepada Nya. Oleh karena itu apapun yang kita lakukan janganlah lepas dari bingkai ibadah, apapun yang

kita perbuat kalau kita niatkan hanya untuk ibadah semata, subhanallah, maka pahala akan kita dapatkan, insya Allah. Begitu juga dengan kekuatan, power, energy yang kita miliki dalam tubuh kita ini, hendaknya kita pergunakan untuk hal hal yang diridhoi Allah semata. Sebagai penutup, kami cuplik kata kata hukamah :



Jangan heran melihat orang bisa terbang, karena burung juga bisa terbang.

Juga jangan heran melihat orang bisa berjalan diatas air, karena bebek juga

bisa berjalan diatas air. Akan tetapi heranlah dan kagumlah kepada orang

yang bisa rendah hati, tidak sombong diri, ketahuilah, semakin dalam

orang itu merendahkan diri dihadapan Allah, maka semakin dekatlah hamba itu

dihadapan Allah, kalau sudah demikian maka karomah karomah Allah akan mudah

sekali dia terima.



Semoga tulisan yang sederhana ini membawa

manfaat bagi kita semua.

Wassalam

Wednesday, October 30, 2013

PERANAN TENAGA ELEKTRIK DI DALAM TUBUH MANUSIA



ELECTRICITY – THE BODY’S ESSENTIAL ENERGY


Electricity is everywhere. The nucleus of every atom—the basis of everything you can see and touch—consists of particles known as protons and neutrons. Around that nucleus there are electrons that revolve around it constantly at very high speeds. Protons possess a positive electrical charge; electrons a Negative one. Under normal conditions, an atom has an equal number of electrons and protons; and since the positive and negative electrical charges balance each other, the atom is said to be neutrally charged. When that balance is upset—for example, when an atom acquires a surplus electron—

it becomes negatively charged; and on the other hand, should the atom lose an electron, it will become positively charged. Under appropriate conditions, such imbalances of electrical charge initiate a flow of

electrons, which is referred to as electricity. In short, electricity is a form of energy created by the movement of electrons. Without this electrical energy, our bodies would be unable to function. Electricity is of vital importance to the survival of every one of us, as well as for our ability to speak, move our muscles, and sense the world around us. In the absence of electrical flow, vital functions come to a halt,

and the individual will be crippled or die. All members of the animal kingdom—human beings included—communicate, move about, and employ their five senses by means of the electricity generated within their bodies. Even if you have been unaware of it before now, even before you were born into the world, your life depended on mechanisms that in turn, depend on electricity, and you became acquainted with your surroundings and grew and developed by means of these mechanisms.

That is the reason why electric shocks are administered to cardiac patients whose hearts have stopped beating. In such an extreme situation, no drugs or vitamins can be administered to cure the patient.

Although there are a great many substances that are beneficial to the body, the heart first of all requires electricity in order to function. And so, when the body’s electrical system is damaged for any reason, nothing can replace it. It must be restarted, or tissues will begin to die.


Once science realized the importance of electricity in living bodies, universities established special

departments solely for the purpose of researching this subject, and scientists wrote a great many research articles and books about it. Today, intense research is still being carried out into the

bioelectric systems of living things. Rodolfo Llinas, Professor of Neuroscience and Chairman of the department of Physiology & Neuroscience at the New York University Medical Center, has stated that

there is electricity in all living things that move, and continued:

Electricity is the only thing that’s fast enough to carry our ability that make us who we are . . . Our thoughts, our ability to move, see, dream, all of that is fundamentally driven and organized by electrical pulses. It’s almost like what happens in a computer, but far more beautiful and complicated.


The Electrical Order in our Bodies

Your body is like a machine that requires regular maintenance every day and works through electricity. When you move a muscle, electrical discharges take place. The signals that carry commands from the brain through nerves are electrical, as are all the sensory signals that move from the body towards the brain. Cell division and heartbeat are electrical in nature. In fact, all chemical changes are based on electricity, through electrons being transferred, shared or altered at the molecular level. There are practically no nonelectrical systems in the human body. Even when you lie down to rest, complex duties beyond your control continue to be performed regarding energy production: your heartbeat, the oxygen

reaching your lungs, and more cellular activities than can ever be numbered.


In order to survive, in short, the human body employs electrochemical systems. That part of the

body that depends on electricity the most is the nervous system. The body keeps producing electricity as long as it suffers no accident or physical disability, and by the electrical energy it produces, performs its activities day and night. The electrical systems in living things possess many more advantages

than the electrical systems in mechanical devices. The most important of these advantages is biological systems’ ability to repair themselves. Should you cut your finger, for instance, the wound will heal itself within a short time. Again there is an electrical sequence behind the systems that permit this to happen. This feature does not exist in—nor can it be replicated by—any artificial machine.

Another advantage of the electrical system within your body is its multi-faceted activity. Circulation, the immune system, motion, communication, digestion, excretion—all these functions take place thanks to the nervous system. Man-made electrical devices, on the other hand, are generally restricted to one or at

most, several similar functions: such as air-conditioning, heating, mixing, or sweeping—but despite this, they consume high levels of energy. The electrical energy used by the body—despite its being used to operate so many different systems—is at exceedingly low levels.

In the electrical equipment we use in everyday life, the strength of the electricity used—that is, the voltage level—needs to be kept at a specific level. However, these levels are regulated not by the machine itself, but once again, adjusted by special, man-made devices. Adaptors and voltage regulators are used to ensure a balanced flow. Otherwise, the machine’s entire operations will be impaired.

In the human body, however, all these adjustments are carried out without your even being aware of them.

In addition, the production and use of electricity in our bodies goes on non-stop. Even when the body is resting, the flow of minute electrical signals continues constantly, in intervals as short as 1/1000 of a second. Electrical devices generally have a life span of 10 to 20 years, and usually need to be repaired and have new parts installed long before that. Yet apart from under very exceptional circumstances, the human body’s electrical system functions for an entire lifetime, never resting and never giving out.

The body’s various systems, and even single nerve cells—none of which can be replicated using human intellect and accumulated knowledge—are of such complexity as to prove that their existence cannot be the work of chance. In the absence of this electrical system, whose details we shall be examining throughout this book, the other systems in the body and its organs could not function so flawlessly. Therefore, there can be no question of “stage by stage” development, one of the main claims of the theory of evolution, which maintains that living things came into being through the mechanism of chance.

Despite being an evolutionist, the biologist Hoimar von Ditfurth describes the impossibility of claims of chance in his book The Secret Night of the Dinosaurs: The statistical impossibility of the living structures in question forming by chance is a popular and highly contemporary example of the current point of scientific development. Indeed, looking at the extraordinary properties of the formation of a single protein molecule that undertakes biological functions, it does appear impossible to explain the combining of many atoms, all in the right location and the right order and with all the correct electrical and mechanical features, as the result of chance.

The human body produces its own electricity. In order for any function to take place in the body, a signal must be sent to the relevant organ or tissue. If we are to survive, therefore, there can be no question of chance occurrences anywhere in our bodies. That is because it is impossible to account in terms of chance for the way that millions of separate factors work together at exactly the right way, levels, with perfect timing, flawlessly and thoroughly, constantly without tiring and with superb coordination over 60 to 70 years. Were each organ to act independently—were it to delay the commands reaching it or to give haphazard responses to them; were it to grow and function only when it chose to—then we would be unable to survive even for a moment in the chaotic environment that would result. Moreover, just a brief delay or for just a few cells to create confusion would be enough to let such a chaotic environment arise. Indeed, evolutionists, with their claims regarding chance, are unable to conceal their amazement in the face of the immaculate order they encounter. They have no reply to give when asked how these organs and systems emerged and appeared within the body, in just the right locations and just the right form and functions. Yet the answer is manifest: it is Allah, the Creator of all the worlds, Who has flawlessly brought

them into being:


“He Who has created all things in the best possible way. He commenced the creation of man from clay; then produced his seed from an extract of base fluid! Then (He) formed him and breathed His Spirit into

him and gave you hearing, sight and hearts. What little thanks you show? “(Surat as- Sajda: 7-9)

The production of electricity and electrical exchange of information in the human body continue even when we are asleep. This is one of the examples of our Lord’s infinite mercy.



THE NERVOUS SYSTEM : ELECTRICITY’S JOURNEY THROUGH OUR BODIES

Human beings have a central nervous system, the most complex biological system known. Billions of nerve cells, or neurons, and the trillions of connections among them constitute the nervous system’s main structure. The central nervous system consists of more than 100 billion neurons. In addition, there are up to ten times as many helper cells, known as neuroglia. Our bodies are equipped with bio-electrical cables, known as nerves, millions of meters (feet) in length. Information is transported along these cables at a speed approaching that of light. The way nerves extend to every point in our bodies, possessing an astonishing order, and the way commands and information are carried by means of these cables, are miraculous. Despite the intensity of the data flow involved, no confusion ever occurs, and every message is transmitted scrupulously to its destination.

Also surprising is that no matter how different the sensory information, being forwarded—concerning the keyboard you touch, the taste of the sweets you eat, the smell of newly baked bread, the sound of the telephone or the sight of daylight entering your eyes—the same communications system is employed. All information regarding our senses or thoughts travels inside nerve extensions, encoded in the form of electrical stimuli, in a wave state. Although these many electrical signals constantly coming and going

throughout the body are all identical, they reveal to us a world full of myriad colors and rich details.

Our nerves also permit us to obtain information about the world around us, to react quickly to changes, and also let various regions of the body function as a single entity. They also transmit orders from the brain, the body’s command center—so that essentially, nerves are highways that transmit the data that keeps our bodies alive and healthy. Departing from the brain and spinal column, they extend to all parts of the body including the skin, muscles, sensory organs, even the teeth and the interior of the bones.

If the nerves extended to everywhere in your body apart from your right hand, what would happen? First off, your hand would have no sensations. You would not feel a knife that cut your finger, and would be unable to perform any tasks for which you normally use that hand. You could not have your fingers grip a cup, hold a pencil, open a door, or comb your hair. In short, your hand would be just a quantity of living flesh and bone.

But the existence of nerves alone is not sufficient for a healthy life. They must also have to reach all parts of the body and be able to communicate with one another. It is impossible for how the nerves interpenetrate the entire body and control all its flawless systems to have come about simply by chance.

Despite the many opportunities provided by present-day technologies, scientists have been unable to produce anything resembling the cell. Evolutionists maintain that a cell, of its own accord, flawlessly fulfills responsibilities that human beings are unable to replicate. But that claim is incompatible with logic and reason. Clearly, the nervous system enfolds and manages our entire bodies and even engages in conscious activities.

However, this superior consciousness that astonishes scientists cannot belong to cells—mere collections of organelles and their unconscious atoms. This consciousness belongs to Allah, the Maker of all. (Surat al-Baqara: 54)











Spiritual Energy Healing in the Sufi Way


Bismillahi-s-Shafi


Bismillahi-l-Kafi

Bismillahi-l-Mafi


1.
God casts the Spirit of His Order on whomsoever He wills of His worshipers.

- The Quran 40:15


2.
The elect divine messengers and prophets who were gifted with the precious gift of pure self-surrender to the Absolute, were also gifted with the healing energy which gushed forth from the energy of pure love and unconditional compassion, metta, being rahmatul lil alamin (mercy to all creation).

Ibrahim Jaffe, a contemporary energy healer in Sufi way and American representative of Shadhili sufi order once said: "To heal is to become one with Deep Love of God".

Healing is an innate ability within all human being as it is a Divine quality which human being share. But this ability just like any other ability among humans vary in degrees. Some are so gifted with healing ability that people recognize them as natural healer while others are given the ability of healing in transmission (as was the case of the disciples of Christ, certain disciples in sufi order) and others through their inner calling take upon this or perform healing out of compassion. Some healer don't even know their healing ability yet they help others to heal, thus they are saved from their ego-based claim since behind all healing is as-Shafi (the One Healer).

Every elect divine messenger is gifted with a special gift, but more or less all of them had the ability to heal. Christ is most known for his healing power whereas Prophet Muhammad, upon them both be peace, is also recorded to heal. Apart from special spiritual blessing, Prophet also encouraged to use medicine because medicine is also part of blessing of God through which healing happens.






Sufi masters from ancient time to until present time have have always been blessed with the key to energy healing. One of the related sufi term is known as 'tawajjuh", meaning and implying - to face with intent or intention, to pay attention to or send energy (or love) towards. It is noted in many treatises that this power was bestowed upon sufi masters and their empowered representatives and there was no mystery that it was a dispensation from the Divine; like what was given to beloved Jesus, upon him peace. The dynamics of this marvelous phenomenon are still very much alive in many sufi orders.



3.
A Remarkable Case of Rapid Wound Healing of the Sufis studied in Scientists Lab

Few months back I came across this journal paper by two prominent researcher in the medical field, Howard Hall, PhD, PsyD (Case Medical School, Cleveland, OH) and Gary E. Schwartz, PhD (Univ of Arizona, Tuscon, AZ). The paper is titled, "Rapid Wound Healing: A Sufi Perspective", published in the 'Seminars of Integrative Medicine', where they featured an ancient sufi mystical school of Baghdad which still in modern days guard a remarkable ability to heal.

I quote from the paper below:


Outside of the United States, examples of extraordinary instantaneous wound healing from “deliberately caused bodily damage (DCBD) phenomena” have been reported by one of the largest Sufi (Islamic mysticism) schools in the Middle East, the Tariqa, Casnazaniyyah School of Sufism in Baghdad. Followers (dervishes) of this Sufi school have been observed to demonstrate instantaneous healing of wounds. For example, dervishes have inserted a variety of sharp instruments such as spikes and skewers into their body, hammered daggers into the skull bone and clavicle, and chewed and swallowed glass and sharp razor blades without harm to the body and with complete control over pain, bleeding, infection, as well as rapid wound healing within 4-10 seconds. The name of this Sufi school is Tariqa Casnazaniyyah, an Arabic-Kurdish word meaning “The Way of the Secret that is known to no one.”

Researchers report that such extraordinary abilities are accessible to anyone and not restricted to only a few talented individuals who have spent years in special training. These unusual healing phenomena have also been reproduced under controlled laboratory conditions and are in no way similar to hypnosis.



In 1998, the first author of the paper traveled to Baghdad with an invitation from the contemporary Shaikh, Muhammad al-Casnazani of the Tariqa Casnazaniyyah School of Sufism. He then directly witnessed a group demonstration of this rapid wound healing ability there. The process was videotaped professionally and the scientist mentions, "what he witnessed and recorded was consistent with the extraordinary claims made by this group of rapid wound healing and no apparent pain".




Photo: Shaikh Muhammad al-Casnazani al-Husseini, Master of Tariqa


’Aliyyah Qadiriyyah Casnazaniyyah (left), and Howard R. Hall, Ph.D.,

Psy.D., affiliated with the Rainbow Babies and Children’s Hospital,

also in Cleveland (right).



What is even more remarkable is that the author, Howard Hall PhD, obtained permission from the Shaikh to go through the process himself, voluntarily piercing his body and applying rapid wound healing with complete success and amazement. After this in 1999 a Sufi practitioner was invited from the Middle East, to a local radiology facility in Cleveland, Ohio with permission from the Shaikh of the Casnazaniyyah Sufi school to perform a demonstration of rapid wound healing following the insertion of an unsterilized metal skewer, 0.38 cm thick and approximately 13 cm long, while being videotaped by a film crew, in the presence of a number of scientists and healthcare professionals. This was apparently the first demonstration from this Sufi school in the United States. The physicians and scientists present documented that the wound healed rapidly within a few moments. The practitioner also reported that there was no pain associated with the insertion or removal of the metal object.

The scientist and author of this paper was so impressed by the ability to heal, he himself took initiation in the tariqa (sufi path) by taking hand with the teacher in the sufi tradition later in mid 2000 and was given a permission (ijaza) to perform the healing as well. After this he himself demonstrated the healing in a number of meeting of scientist including 2001 World Congress on Complementary Therapies in Medicine in Washington, DC., Fifth World Congress on Qigong in 2002.


One of the remarkable feature of sufi healing is the transmission of energy from a qualified guide in the path himself is connected through chain of transmission and baraka to his earlier masters, all the way to the Prophet and eventually to God. The sufi healer never claim egoistic claim of himself or herself being the healer, but only become a medium / instrument of God Who is the Sole Healer.

In the rapid wound healing, before the healing is performed, the healer is instructed to focus on connecting with the Shaikh, asking mentally for spiritual energy. The phenomena of this energy transmissoin was evaluated in the paper mentioned by Dr. Konstantin Korotkov, professor of physics at St. Petersburg State Technical University in Russia, on his Gas Discharge Visualization technique (GDV) which measures human energy fields like the earlier Kirlian photography. Dr. Korotkov first took a baseline measure of author’s energy field from his fingers and displayed the results on a screen for the audience. He then asked to invoke the Sufi energy. The healer again took about a minute and requested energy from the Shaikh for this demonstration. It should be noted that this energy reading was not planned by the healer nor had he obtained prior permission from the Shaikh for this energy. After about one minute the healer said he was ready for the second (after-energy) measure. Dr. Korotkov outwardly expressed surprise at how quickly the author had invoked energy. This time when he took the energy reading from his hand the computer malfunctioned and another one had to be brought in. After the new computer was in place, the GDV revealed a major increase in HH’s energy field after the quick one minute energy invocation.

In the very paper, the concluding remarks are worth mentioning. sub-titled as, "Possible Sufism and Western Explanations of deliberately caused bodily damage (DCBD) and rapid wound healing"




How does Sufism explain how this can occur? Sufism can form a unified theory for mechanistic, mind/body, and spiritual healing. Traditional Islamic theology recognizes that Allah (God) created a world that can apparently operate under mechanistic/Newtonian principles. As noted in the Holy Qur’an (Surah 6:95-99), it states that “Allah (God) created order in this world causing seed to sprout, the rising and setting of the sun, rain to fall, etc. Such is the judgment and ordering of (Him) the exalted in Power, the Omniscient.” (6:96).





This is consistent with the mechanistic Newtonian view of the world and humans. Thus, there is no rejection of mechanistic views from traditional Islamic philosophy. Sufi philosophy goes further, noting that mechanistic views can also be explained within a vitalistic perspective. From this point of view, Sufism can predict both mechanistic and energy based DCBD healing phenomena in ways that Newtonian models cannot explain.

As explained by Sufi Shaikh Gaylani: “The belief of the followers of the Book and the Sunna of the Messenger of Allah (Salla Allah ta’ala ’alayhi wa sallam) is that the sword does not cut because of its nature, but it is rather Allah (’Azza wa Jall) who cuts with it, that the fire does not burn because of its nature, but it is rather Allah (’Azza wa Jall) who burns with it, that food does not satisfy hunger because of its nature, but it is rather Allah (’Azza wa Jall) who satisfies hunger with it and that water does not quench thirst because of its nature, but it is rather Allah (’Azza wa Jall) who quenches thirst with it. The same applies to things of all kinds; it is Allah (’Azza wa Jall) who uses them to produce their effects and they are only instruments in His hand with which He does whatever He wills.”

Thus, most of the time the world operates by mechanical laws allowed by Allah, but mediation by a Sufi Shaikh based upon the Shaikh’s nearness to Allah and through Allah would allow for fire not to burn, or a knife not to cut, etc, thus suspending mechanistic laws. The Quran is quite clear in several verses that so-called natural laws can be suspended by Allah. For example in Surah 2:117: “when He (Allah) decreeth a matter, he saith to it: ‘Be,’ and it is.”

The goal of the Sufi and all spiritual paths is nearness to God. In Sufism this is done via following the Sufi path and practices and Jihad or struggling against the lower self or nafs. It is the lower self that keeps humans distant from God. Islam and Sufism is about surrendering to the will of God through following this path. Once near God, alterations of mechanistic laws may occur. This nearness to Allah is the explanation of so-called miracles performed within religious contexts of ancient times and today.


Rapid wound healing is a very impressive phenomenon to observe and experience, but Islam and Sufism teach that one’s heart is the center of one’s being that becomes diseased (Surah: 5:52) and hardened (6:43) from wrong acts (sins). Sufism, however, offers healing for the heart as noted in the Quran: 10:57. “O mankind! There hath come to you a direction from your Lord and a healing for the (diseases) in your hearts - and for those who believe a guidance and a Mercy.” Thus, when the heart has been purified through jihad (striving and struggle to conscious awareness of God and His nearness), the nearness and true healing will occur.



To follow up this remarkable study, read further

[.] Bringing Sufi Rapid Healing Methods into the Laboratory

An Interview with Howard R. Hall, Ph.D., Psy.D.


Dr. Hall holds a Ph.D. in Experimental Psychology from Princeton University and a Psy.D. in Clinical Psychology from Rutgers University. He has conducted research and taught courses in clinical and multicultural psychology as well as workshops on hypnosis, and he maintains a clinical practice utilizing hypnosis and mind-body/holistic approaches to healing at CWRU. Dr. Hall has also conducted pioneering work regarding the mind-body connection including the effects of hypnosis on immune responses, and is recognized as a leader in the field of Clinical Psychoneuroimmunology.


[.] Also a PowerPoint Presentation Sufi Spiritual/Energy Wound Healing: The New Paradigm by Dr Hall



^ About Tariqa Casnazaniyyah



4.

And He shows you His Signs;

and which of the Signs of God will you deny?

- The Quran 40:81



5.

Healing Invocation of the Sufis



Ya Shafi - Ya Kafi - Ya Mafi,

Ya Shafi - Ya Kafi - Ya Mafi,

Ya Shafi - Ya Kafi - Ya Mafi;



O Thou Who art the Healer of our bodies, hearts and souls,

by Thy mercy,

may she / he / they be healed

by Thy all-sufficient Power of Healing.



Ya Shafi - Ya Kafi - Ya Mafi,

Ya Shafi - Ya Kafi - Ya Mafi,

Ya Shafi - Ya Kafi - Ya Mafi.



(O the Sole Healer - O the Sole Sufficiency - O the Sole Forgiver).








ENERGY HEALING - APA KATA DOKTOR



Penulisan ini untuk interview with TV3 on 14 March . For program Wanita Hari Ini on 21st March..... Format lisan .


wasallam.

Suriya



1. Apakah dia energy healing ?

EH adalah system penyembuhan yang mengunakan tenaga yang semulajadi wujud di dalam badan kita. Theory Einstein yang mengatakan e bersaman dengan mc kuasa 2 di mana E adalah tenaga dan M adalah benda dan c adalah kelajuan cahaya , memberi erti bahawa benda dan tenaga adalah dua manifestasi perkara yang sama. Ini bererti badan manusia juga sebagai sebuah objek yang ada kepadatan (mass) adalah juga tenaga! Maka fahaman terhadap ilmu fiziks quantum adalah asas kepada semua jenis Energy Healing atau Penyembuhan melalui tenaga. Modaliti energy healing berusaha untuk mengimbangkan tenaga badan seorang yang sakit dengan mengandaikan bahawa sakit disebabkan tenaga yang tidak seimbang. Banyak bukti telah menunjukkan bahawa ada berbagai medan tenaga elektric yang boleh diukur di dalam badan. Medan elektric digunakan semasa ujian ECG untuk menilai status jantung. Termasuk di dalam kumpulan energy healing modaliti rawatan seperti akupuncture, homeopathy,, penyembuhan Islam dengan solat hajat dan ayat ayat Quran ( Rukyah) serta sufi healing , kepawangan,, (teknik Kebebasan Emosi,(Emotional Freedom Technique) Kaedah Polariti Stone, dan banyak lagi cara rawatan yang tidak disebut disini.



2.Apakah dia magnetism?

Ini satu istilah yang banyak digunakan oleh para healers untuk menceritakan tentang tenaga yang mengalir dari badan seseorang dan juga kedalam badan seseorang dari alam sekeliling,. Seorang yang mengamalkan latihan nafas dan jenis senaman yang mengerakan tenaga ini akan dapat merasakannya. Senaman yang saya maskudkan termasuklah taichi dan chikung, juga zikir-zikir yang mengunakan kawalan nafas. Sebenarnya magnetism ini boleh diukur, sebagai contoh alat ecg mengukur medan tenaga sekeling jantung.Ada juga sebuah alat ciptaan Jepun yang dipanggil neurometer yang boleh mengukur medan elektric seseroang, cara alat ini berfungsi serupa dengan meter yang mengukur voltage elektrik. Orang yang mempelajari ilmu fisiks akan dapat faham kaitan di antara magnetism dan tenaga elektrik



3. Bagaimana untuk merasa magnetism ini? ( boleh buat demo yang boleh di ikut oleh orang di rumah.)

Kalau ada orang dibelakang kita, misalnya, walaupun kia tak dengar orang tu datang, kita akan dapat suatu sensasi yang memberitahu kita ada orang dibelakang kita. Dan kadang-kadang ada orang kata," hai tiba-tiba meremang bulu roma." Sebenarnya apa yang kita dapat rasa adalah medan magnetik makhluk lain. Cuba kita gosok tangan kita, , lepas ni kita letak tangan kita jauh-jauh begini, dan perlahan-lahan bawa kedepan sehingga dapat rasa sesuau yang menolak ia itu tentangan (resistance). Maka itu adalah kuasa magnetik dari tangan kita. Cuba letak tangan lebih kurang 4 inci dari permukaan kulit kawan kita dan gerakkan tangan itu kedepan dan kebelakang, kitas akan dapat rasa geli geli atau macam karan elektrik.

Tarik nafas, bayangkan kita ni macam jag air, dan ada air mengalir masuk kedalam kepala kita semasa tarik nafas, dan air ini mengalir kedua tangan bila kita hembus nafas, cuba buat 5 kali. Lepas itu cuba kita rasa tapak tangan kita, ada beza tak? Sekarang kita cuba du'a dengan membayangkan rahmat Allah sedang menghujani kita., dan kita baca "Rabana Atina fidunya hasanatan wa fil akhirati hasanatan waqina azababnnar".. Cuba telitikan tapak tangan, dapat rasa tak? Ada rasa geli-geli, atau ada rasa seperti ada gelombang dan tangan terasa seolah-olah kita memegang sesuatu .ie tangan rasa ada benda berat di atasnya.



4.Apakah latihan untuk meningkatkan magnetism ini?

Cara yang saya ajar adalah mengunakan latihan nafas sambil memikirkan nama-nama Allah, apa yang disebutkan dengan fikir..(ada zikir, kita sebut kuat kuat, ada fikr , kita sebut dalam hati.) Latihan ini dinamakan Nafas Element dan dia telah diajarakan oleh seorang guru tasauf dari India, Hazrat Inayat Khan yang meninggal pada tahun 1927. Kita juga gunakan zikir yang bergema didalam badan untuk membersihkan pusat-pusat tenaga di dalam badan.Solat, dan membaca quran serta berdoa dan berzikir juga menambahkan magnetism. Tentang amal kebajikan. setiap amal kebajikan yang dilakukan ikhlas kerana Allah akan meningkatkan magnetism ini. Tentang Zikir, bila kita sebut Allah, aaaaa di dalam Allah boleh bergema dan pengamal ilmu spritual sepakat mengatakan bunyi aa ini bergema di bahagian dada begini .Allaaaaah...



5. Apa kegunaan energy healing dan penyakit macam mana yang boleh di ubat?

Sebagaimana yang disebutkan awal tadi, oleh kerana badan ini adalah tenaga, maka , ia boleh disembuhkan dengan memperbetulkan aliran tenaga di dalamnya. Maka mengamalkan latihan energy healing dengan sendirinya akan menyebabkan badan kita menjadi lebih sihat. Dan apabila magnetism kita sudah bertambah dengan amalan kita kita juga dapat menolong orang dengan energy healing. Kesemua penyakit boleh dicubakan dengan energy healing. Saya pernah mengunakannya untuk merawat sakit kulit, cancer, sakit kepala, kencing manis , sakit sendi...kesemuanya boleh tetapi tidak pula kita kata cara ini boleh sembuhkan terus. Kita gunakannya disamping ubat-ubat yang lain. Contohnya ada seorang pesakit mengidap darah tinggi, bagi ubat macam mana pun masih tinggi. Dah periksa buah pinggang, cholesterol semuanya normal, jadi saya merumuskan tekanan darahnya berpunca dari perasaanya , dia ni jenis suka risau. Maka saya berikan dia zikr dan amalan-amalan nafas, untuk diamalkan dan dengan ini, tekanan darahnya sudah boleh turun ketahap normal , berserta dengan ubat juga lah. Sudah tentulah dia menjadi lebih ceria. Ada kes pada zaman Rasuh SAW, orangnya bernama Saad, bila dia mengadu sakit dada, Rasul SAW letak tangan ke dadanya dan Saas terasa sejuk dari tangan Rasul SAW tusuk masuk kedalam dadanya seolah pergi ketempat yang sakit. Langsung Nabi dapat adak sakitnya berpunca dari mana, dan di dalam kes Saad, Nabi kata ini masaalah jauntung dan Nabi beritahu siapa yang ada ubat yang boleh merawat Saad. Dari riwayat hadith dari Book of Healing, ie vol 28 ini kita dapati Nabi melakukan healing dan scanning sekali gus tetapi juga menyuruh bantu dengan ubat .Bila saya baca Hadith ini, saya mengenali cara rawatan ini sebagai kaedah energy healing, cuma zaman Nabi tak pula ada istilah untuk menyebutnya.



7. Bagaimana kita dapat kaitkan dengan cara rawatan Nabi SAW?

Ada banyak hadith yang menunjukkan bahawa Rasul mengajar energy healing kepada kita dan mengunakanya untuk memahami penyakit.

Dalam buku 28 juga, Aishah menceritakan bahawa kalau ada orang yang cast evil spell, ini energy healing cara negative la ni, maka dia disuruh berwuduk dan orang yang terkena spell dia tu, disuruh minum air wudhu itu. Ini contoh energy healing juga

Dan ramai dari kita tahu sebelum tidor baca Fatihah, Ayat Kursi, 3 Qul hembus kat tangan sapu kat badan. Ini juga contoh energy healing.

Juga do'a Nabi, Auzu biklalimatillahi tamatin etc adalah meminta perlindungan dengan Kalimah Allah dan in juga energy .

Book 28, Number 3887: Narrated Alaqah ibn Sahar at-Tamimi:

Dia merawat orang gila dari suatu kaum dengan mengunakan Al Fatihah dan diberikan upah seratus kambing. Beliau pergi berjumpa Rasul SAW untuk bertanya sama ada boleh terima upah tersebut dan Nabi SAW kata boleh sebab healing yang dilakukannya itu betul dan berkesan. Dari Hadith ini selain dari kita faham kaedah rawatan Islam sebagai energy healing, kita juga dapati bahawa kita layak menerima upah apabilah kita menjalankan healing ini walaupun pada hakikatnya kita tidak menyembuhkan pesakit , disebaliknya kita hanya meminta Allah menyembuhkan, kita sebagai alat sahaja, atau apa yang disebutkan kita sebagai saluran ( chanell for healing)



8.Apakah kelebihan mengamalkan latihan-latihan yang berkaitan dengan healing ini?

Latihan-latihan yang berkaitan dengan energy healing boleh mengerakkan badan kearah kesihatan rohani dan jasmani, emosi dan mental.Malahan jika didalami, amalan-amalan yang menuju kearah tasauf ini bertujuan untuk pembersihan dan pencerahan jiwa seseroang . Jiwa yang bersih dan cerah akan mengalami sifat-sifat nurani seperti perasaan aman damai dan bahagia serta cinta kasih. Perasaan yang tercetus dari jiwa yang bersih ini tidak tertakluk kepada situasi luaran dan tidak bergantung kepada rangsangan-rangsangan luaran untuk mewujudkannya. Bila jiwa bebas dari pemikiran negatif , jasmani juga akan kearah kesihatan. Penyakit-penyakit tidak akan terus hilang, sebab Allah telah jadikan penyakit itu sebahagian dari dugaan untuk kita tetapi kita akan dapat hadapi dan tangani dan mungkin juga atasi apa saja yang timpa.

Bukan itu saja, kita boleh mengunakan kaedah energy healing untuk meninjau kedalam jiwa kita untuk memeriksa pemikiran kita, kerisauan kita, pemikiran kita dan segala-gala proses yang sedang berlaku di dalam diri kita , insya allah ini akan membawa kita lebih memahami diri sendiri, perasaan kita, reaksi kita, aksi kita,dan cara kita sendiri berfikir, kita boleh memeriksa tanggapan tanggapan kita dan mengukurnya dengan kebenaran. Latihan ini saya panggil latihan ruang ( dada heart space exercise). Latihan ini membawa kepada keadaan presence atau hati yang hadhir.



10. Apa dia ruang dada (heart space) (ruang qalbu) yang puan sebutkan dan apa yang dimaskudkan dengan menghadhirkan hati ( presence)

Bahasa kita ni ada sikit silap , bila kita sebut hati, kita maksudkan jantung (heart ) sedangkan hati maknanya liver. Walaubagaimanapun, ruang hati atau Qalbu terletak di dada dan banyak ayat Quran menyebutkan tentang ruang ini sebagai sadr. Jadi ada ayat,

Rabishruhlie sadri..Tuanku , Lapangkanlah dadaku, dan ada "Alam Nasyrah Laka Sadrak".."Bukankah Kami telah lapangkan dada kamu?"

Lepas iitu ada lagi ayat Surah Annas" Ia itu ia membisik kedalam dada manusia".Sadr yang disebut di dalam kesemua ayat ini lah yang dimaksudkan dengan ruang dada. Ungkapan Melayu pula berlapang dada membayangkan keadaan ruang ini yang boleh mebesar dan menjadi lapang. Ada latihan yang saya ajarkan untuk merasa sendiri ruang dada ini dan juga untuk merasa keadaan ruang ini. Bila saya mengajar cara untuk merasa ruang ini, ada yang akan terasa ruang ini menjadi panas dan kita boleh kaitkan dengan ungkapan Ingeris Warm hearted, kadangkala ada yang akan terasa nyamun..boleh dikaitkan dengan ungkapan sejuk hati, dan ada yang terasa berat (berat hati) ..dan ada yang akan terasa ruang ini mengembang dan menjadi lapang. Bila kita mula sensitif terhadap sadr kita ini kita akan dapat faham gerak hati kita dan ini akan membawa kita kepada hati yang hadhir, ia itu hati yang sentiasa sedar akan gerak hatinya dan dengan bermujahadah, berdu'a dan bertafakur , kita dapat pula bezakan was-was Syaitan dan ilham malaikat yang dibisik kedalam ruang ini.

wasallam

Suriya
copyright Dr Suriyakhatun Osman 2006