Monday, August 25, 2014

Rabitah dan Wasilah




Adapun makna robitah atau cara menambat hati seorang murid Tariqat kepada syeikh (Guru Mursyid)nya ialah sepertimana yang di terangkan oleh Syeikh Daud Al Fathani di dalam kitab Dhiyaul Murid pada menyatakan adab berzikir yang keempat belas iaitu :

“ Bahawa mengkhayalkan (membayangkan di dalam hati atau pemikiran) rupa syeikhnya pada antara dua matanya. Maka iaitu terlebih sangat muakkad bagi memberi bekas.

Maka di hadirkan rupa syeikhnya pada hatinya , dan menuntut penolong daripadanya.

Dan di lihat bahawasanya ia penolong daripada penolong nabi kita . Dan hati nabi s.a.w. selama-lamanya berhadap kepada hadhrat Tuhannya. 

Maka apabila di kerjakan yang demikian itu maka limpah pertolongan ‘al Ilahiyyah’ daripada ‘Hadhrat Ilahiyyah’ kepada hati penghulu kita (Nabi Muhammad s.a.w.). 

Dan daripada hati penghulu kita Nabi Muhammad s.a.w. kepada segala hati masya’ikh daripada satu kepada satu hingga sampai kepada yang berzikir itu. 

Maka jadi dapat pertolongan dan mendapat pemberian Allah pada kita jika ada benar hatinya”.

Bagi orang sufi/Tariqat cara mereka menambat hati dengan syeikhnya ialah dengan menggambarkan atau membayang rupa / diri syeikhnya sebelum berzikir (secara perseorangan) dengan tujuan mendapat limpahan ruhaniah dari sekelian syeikhnya yang terdahulu mengikut susur galur salasilah tariqatnya sehinggalah baginda Rasulullah s.a.w. yang senantiasa menerima limpahan rahmat dari Allah Ta’ala.

Sebenarnya membayangkan rupa syeikh adalah salah satu cara dari berbagai cara untuk menambat hati dengan syeikh. Setengah pendapat cukup dengan niat saja bahawa syeikhnya itu hadhir bersama dalam berzikir ketika murid berzikir dengan tujuan mendapat keberkatan dari syeikhnya itu kesemuanya itu adalah tujuan yang sama dan terlingkup dalam makna rabitah juga.

6.0 Rabitah dan Wasilah dalam ilmu dan amal itu terjadi keatas seseorang murid kerana

6.1 Perhubungan silaturrahim dan mesra kasih sayang murid terhadap gurunya selepas murid itu menerima ilmu dan amal daripada gurunya serta beramal dengan ilmu dan amal itu bersungguh-sungguh.

6.2 Hati simurid akan sentiasa teringat akan gurunya di dalam mujahadahnya melalui ilmu dan amal yang diterimanya itu dan guru juga akan sentiasa teringat muridnya di dalam doanya.

6.3 Syeikhnya atau gurunya itu telah sampai kepada maqam iman, islam dan ehsan yang kamilah atau kamilatul kamilah di mana rohani dan jasmani syeikhnya itu ghaib atau ghaibul mutlak di dalam keagungan, kemuliaan, kebesaran ALLAH rabbul jalil di semua tempat waktu dan masa dan nyata pada diri syeikh itu berkat, maunnah, karomah di dalam ilmu dan amalnya.

6.4 Syeikh yang kamil atau kamil mukamil itu sentiasa dapat berhubung dengan rohani dan jasmani muridnya yang tidak putus hubungan silaturrahim dengannya diwaktu aman dan dhorurat sehingga jadilah murid itu sentiasa terbayang akan rupa syeikhnya (gurunya) lebih-lebih lagi dikala apabila bangkit cita-cita dan kehendak hati murid itu untuk melaksanakan kufur dan maksiat.

6.5 Ingatan mesra kasih sayang murid terhadap syeikhnya yang kamil atau kamil mukamil itu akan membuahkan lipat ganda ingatan kasih sayang murid itu kepada Allah didalam ibadahnya dan ubudiahnya.

6.6 Terhindar murid itu daripada rabitah dan wasilah seperti yang dibuat oleh orang kafir, jahil, fasiq, dimana mereka mengiktiqadkan gambar yang terukir atau terupa didalam ingatan itu sebagai tuhan dan mereka dzohirkan dengan menempa gambar itu didalam alam ini dan mereka muliakan gambar yang mereka tempa itu dalam segala rupa bentuk pemujaan mengikut hawa nafsu yang jahat di dalam khayal syak, dzon dan waham. Sebagai ubudiah dan mengenang jasa atau mempamirkan rasa cinta atau ingatan kasih sayang yang mendalam yang ditumpukan kepada gambar yang ditempa itu sahaja.

7.0 Rabitah Haq

Ialah diatas makna Tabarruk dan taqarrub diri kehadrat Allah dengan penuh yakin , haqqul yakin, ‘ala yakin, ‘ala haqqul yakin dengan kemuliaan, kebesaran, ketinggian pangkat iman, islam dan ehsan mereka itu di sisi Allah samada dia seorang ulama’, solihin, nabi-nabi dan rasul-rasul ‘alaihimussolatuwassalam yang masih hidup atau sudah mati sebagai jalan pintas supaya segera dikurniakan baik, paling baik, agung baik, dan maha baik oleh Allah. 

Seumpama Allah kurniakan kepada orang yang Allah jadikan sebagai rabitah dan wasilah itu dan diharap supaya benar2 nyata maunnah dan karomah yang hakiki yang tiada sangkut paut atau hubung kait dengan segala rupa bentuk bantuan khadam bersyarat atau yang datang mengikut jalur keturunan atau pemujaan, walaupun karomah atau maunnah itu bukan menjadi tujuan dan matlamat di dalam ilmu dan amalnya. Ia suatu pakaian yang dikurniakan oleh Allah pada ahli-ahlinya sahaja.

Syeikh daud al fathoni menjelaskan di dalam manhalus sufi..

” orang yang tiada karomah umpama anak yang tiada bapa”.

Hukum Berdo'a dengan Tawassul






Pengertian Tawassul
Pemahaman tawassul sebagaimana yang dipahami oleh umat islam selama ini adalah bahwa Tawassul adalah berdoa kepada Allah melalui suatu perantara, baik perantara tersebut berupa amal baik kita ataupun melalui orang sholeh yang kita anggap mempunyai posisi lebih dekat kepada Allah. Jadi tawassul merupakan pintu dan perantara doa untuk menuju Allah SWT.
•    Orang yang bertawassul dalam berdoa kepada  Allah menjadikan perantaraan berupa sesuatu yang dicintainya dan dengan berkeyakinan bahwa Allah SWT juga mencintai perantaraan tersebut.
•    Orang yang bertawassul tidak boleh berkeyakinan bahwa perantaranya kepada Allah bisa memberi manfaat dan madlorot kepadanya da. Jika ia berkeyakinan bahwa sesuatu yang dijadikan perantaraan menuju Allah SWT itu bisa memberi manfaat dan madlorot, maka dia telah melakukan perbuatan syirik, karena yang bisa memberi manfaat dan madlorot sesungguhnya hanyalah Allah semata.
•    Tawassul merupakan salah satu cara dalam berdoa. Banyak sekali cara untuk berdo'a agar dikabulkan Allah, seperti berdoa di sepertiga malam terakhir, berdoa di Maqam Multazam, berdoa dengan mendahuluinya dengan bacaan alhamdulillah dan sholawat  dan meminta doa kepada orang sholeh. Demikian juga tawassul adalah salah satu usaha agar do'a yang kita panjatkan diterima dan dikabulkan Allah s.w.t.  Dengan demikian, tawasul adalah alternatif dalam berdoa dan bukan merupakan keharusan.

Tawassul dengan amal sholeh kita
Para ulama sepakat memperbolehkan tawassul terhadap Allah SWT dengan perantaraan perbuatan amal sholeh, sebagaimana orang yang sholat, puasa, membaca al-Qur’an, kemudian mereka bertawassul terhadap amalannya tadi. Seperti hadis yang sangat populer diriwayatkan dalam kitab-kitab sahih yang menceritakan tentang tiga orang yang terperangkap di dalam goa, yang pertama bertawassul kepada Allah SWT atas amal baiknya terhadap kedua orang tuanya, yang kedua bertawassul kepada Allah SWT atas perbuatannya yang selalu menjahui perbuatan tercela walaupun ada kesempatan untuk melakukannya dan yang ketiga bertawassul kepada Allah SWT atas perbuatannya yang mampu menjaga amanat terhadap harta orang lain dan mengembalikannya dengan utuh, maka Allah SWT memberikan jalan keluar bagi mereka bertiga.. (Ibnu Taimiyah mengupas masalah ini secara mendetail dalam kitabnya Qoidah Jalilah Fii Attawasul Wal wasilah hal 160)

Tawassul dengan orang sholeh
Adapun yang menjadi perbedaan dikalangan ulama’ adalah bagaimana hukumnya tawassul tidak dengan amalnya sendiri melainkan dengan seseorang yang dianggap sholeh dan mempunyai amrtabat dan derajat tinggi dei depan Allah. sebagaimana ketika seseorang mengatakan : ya Allah aku bertawassul kepada-Mu melalui nabi-Mu Muhammmad atau Abu bakar atau Umar dll.
Para ulama berbeda pendapat mengenai masalah ini.  Pendapat mayoritas ulama mengatakan boleh, namun beberapa ulama mengatakan tidak boleh.  Akan tetapi kalau dikaji secara lebih detail dan mendalam, perbedaan tersebut hanyalah sebatas perbedaan lahiriyah bukan perbedaan yang mendasar karena pada dasarnya tawassul kepada dzat (entitas seseorang), pada intinya adalah tawassul pada amal perbuatannnya, sehingga masuk dalam kategori tawassul yang diperbolehkan oleh ulama’.

Dalil-Dalil Tentang Tawassul
    Dalam setiap permasalahan apapun suatu pendapat tanpa didukung dengan adanya dalil yang dapat memperkuat pendapatnya, maka pendapat tersebut tidak dapat dijadikan sebagai pegangan. Dan secara otomatis pendapat tersebut tidak mempunyai nilai yang berarti, demikian juga dengan permasalahan ini, maka para ulama yang mengatakan bahwa tawassul diperbolehkan menjelaskan dalil-dalil tentang diperbolehkannya tawassul baik dari  nash al-Qur’an maupun hadis, sebagai berikut:

A. Dalil dari alqur’an.

1.    Allah SWT berfirman dalam surat Almaidah, 35 :
ياأيها الذين آمنوااتقواالله  وابتغوا إليه الوسيلة
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan."
Suat Al-Isra', 57:

 أُولَـئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُوراً  
17.
57. Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka [857] siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti. [857] Maksudnya: Nabi Isa a.s., para malaikat dan 'Uzair yang mereka sembah itu menyeru dan mencari jalan mendekatkan diri kepada Allah.
Lafadl Alwasilah  dalam ayat ini adalah umum,  yang berarti mencakup tawassul terhadap dzat para nabi dan orang-orang sholeh baik yang masih hidup maupun yang sudah mati, ataupun tawassul terhadap amal perbuatan yang baik.

2. Wasilah dalam berdoa sebetulnya sudah diperintahkan sejak jaman sebelum Nabi Muhammad SAW. QS 12:97 mengkisahkan saudara-saudara Nabi Yusuf AS yang memohon ampunan kepada Allah SWT melalui perantara ayahandanya yang juga Nabi dan Rasul, yakni N. Ya'qub AS. Dan beliau sebagai Nabi sekaligus ayah ternyata tidak menolak permintaan ini, bahkan menyanggupi untuk memintakan ampunan untuk putera-puteranya (QS 12:98).

قَالُواْ يَا أَبَانَا اسْتَغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا إِنَّا كُنَّا خَاطِئِينَ.  قَالَ سَوْفَ أَسْتَغْفِرُ لَكُمْ رَبِّيَ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
97. Mereka berkata: "Wahai ayah kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa)".
98. N. Ya'qub berkata: "Aku akan memohonkan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".
Di sini nampak jelas bahwa sudah sangat lumrah memohon sesuatu kepada Allah SWT dengan menggunakan perantara orang yang mulia kedudukannya di sisi Allah SWT. Bahkan QS 17:57 dengan jelas mengistilahkan "ayyuhum aqrabu", yakni memilih orang yang lebih dekat (kepada Allah SWT) ketika berwasilah.

3. Ummat Nabi Musa AS berdoa menginginkan selamat dari adzab Allah SWT dengan meminta bantuan Nabi Musa AS agar berdoa kepada Allah SWT untuk mereka. Bahkan secara eksplisit menyebutkan kedudukan N. Musa AS (sebagai Nabi dan Utusan Allah SWT) sebagai wasilah terkabulnya doa mereka. Hal ini ditegaskan QS 7:134 dengan istilahبِمَا عَهِدَ عِندَكَDengan (perantaraan) sesuatu yang diketahui Allah ada pada sisimu (kenabian).
Demikian pula hal yang dialami oleh Nabi Adam AS, sebagaimana QS 2:37

فَتَلَقَّى آدَمُ مِن رَّبِّهِ كَلِمَاتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
"Kemudian Nabi Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang."Kalimat yang dimaksud di atas, sebagaimana diterangkan oleh ahli tafsir berdasarkan sejumlah hadits adalah tawassul kepada Nabi Muhammad SAW, yang sekalipun belum lahir namun sudah dikenalkan namanya oleh Allah SWT, sebagai nabi akhir zaman.

4. Bertawassul ini juga diajarkan oleh Allah SWT di QS 4:64 bahkan dengan janji taubat mereka pasti akan diterima. Syaratnya, yakni mereka harus datang ke hadapan Rasulullah dan memohon ampun kepada Allah SWT di hadapan Rasulullah SAW yang juga mendoakannya.

وَمَا أَرْسَلْنَا مِن رَّسُولٍ إِلاَّ لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللّهِ وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذ ظَّلَمُواْ أَنفُسَهُمْ جَآؤُوكَ فَاسْتَغْفَرُواْ اللّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُواْ اللّهَ تَوَّابًا رَّحِيمًا

"Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang."

B. Dalil dari hadis.   
a. Tawassul kepada nabi Muhammad SAW sebelum lahir

Sebagaimana nabi Adam AS pernah melakukan tawassul kepada nabi Muhammad SAW. Imam Hakim Annisabur meriwayatkan dari Umar berkata, bahwa Nabi bersabda :

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لما اقترف آدم الخطيئة قال : يا ربى ! إنى أسألك بحق محمد لما غفرتنى فقال الله : يا آدم كيف عرفت محمدا ولم أخلقه قال : يا ربى لأنك لما خلقتنى بيدك ونفخت فيّ من روحك رفعت رأسى فرأيت على قوائم العرش مكتوبا لاإله إلا الله محمد رسول الله فعلمت أنك لم تضف إلى إسمك إلا أحب الخلق إليك فقال الله : صدقت يا آدم إنه لأحب الخلق إلي، ادعنى بحقه فقد غفرت لك، ولولا محمد ما خلقتك (أخرجه الحاكم فى المستدرك وصححه ج : 2 ص: 615)
"Rasulullah s.a.w. bersabda:"Ketika Adam melakukan kesalahan, lalu ia berkata Ya Tuhanku, sesungguhnya aku memintaMu melalui Muhammad agar Kau ampuni diriku". Lalu Allah berfirman:"Wahai Adam, darimana engkau tahu Muhammad padahal belum aku jadikan?" Adam menjawab:"Ya Tuhanku ketika Engkau ciptakan diriku dengan tanganMu dan Engkau hembuskan ke dalamku sebagian dari ruhMu, maka aku angkat kepalaku dan aku melihat di atas tiang-tiang Arash tertulis "Laailaaha illallaah muhamadun rasulullah" maka aku mengerti bahwa Engkau tidak akan mencantumkan sesuatu kepada namaMu kecuali nama mahluk yang paling Engkau cintai". Allah menjawab:"Benar Adam, sesungguhnya ia adalah mahluk yang paling Aku cintai, bredoalah dengan melaluinya maka Aku telah mengampunimu, dan andaikan tidak ada Muhammad maka tidaklah Aku menciptakanmu"

Imam Hakim berkata bahwa hadis ini adalah shohih dari segi sanadnya. Demikian juga Imam Baihaqi dalam kitabnya Dalail Annubuwwah, Imam Qostholany dalam kitabnya Almawahib 2/392 , Imam Zarqoni dalam kitabnya Syarkhu Almawahib Laduniyyah 1/62, Imam Subuki dalam kitabnya Shifa’ Assaqom dan Imam Suyuti dalam kitabnya Khosois Annubuwah, mereka semua mengatakan bahwa hadis ini  adalah shohih.

Dan dalam riwayat lain, Imam Hakim meriwayatkan  dari Ibnu Abbas  dengan redaksi :

فلولا محمد ما خلقت آدم ولا الجنة ولا النار (أخرجه الحاكم فى المستدرك ج: 2 وص:615)

Beliau mengatakan bahwa hadis ini adalah shohih segi sanad, demikian juga Syekh Islam Albulqini dalam fatawanya mengatakan bahwa ini adalah shohih, dan Syekh Ibnu Jauzi  memaparkan dalam permulaan kitabnya Alwafa’ , dan dinukil oleh Ibnu Kastir dalam kitabnya Bidayah Wannihayah 1/180.
Walaupun dalam menghukumi hadis ini tidak ada kesamaan dalam pandangan ulama’, hal ini disebabkan perbedaan mereka dalam jarkh wattta’dil (penilaian kuat dan tidak) terhadap seorang rowi, akan tetapi dapat diambil kesimpulan bahwa tawassul terhadap Nabi Muhammad SAW adalah boleh.

b. Tawassul kepada nabi Muhammad SAW dalam masa hidupnya.

Diriwatyatkan oleh Imam Hakim :

عن عثمان بن حنيف قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم وجاءه رجل ضرير
فشكا إليه ذهاب بصره، فقال : يا رسول الله ! ليس لى قائد وقد شق علي فقال  رسول الله عليه وسلم : :ائت الميضاة فتوضأ ثم صل ركعتين ثم قل : اللهم إنى أسألك وأتوجه إليك لنبيك محمد نبي الرحمة يا محمد إنى أتوجه بك إلى ربك فيجلى لى عن بصرى، اللهم شفعه فيّ وشفعنى فى نفسى، قال عثمان : فوالله ما تفرقنا ولا طال بنا الحديث حتى دخل الرجل وكأنه لم يكن به ضر.  (أخرجه الحاكم فى المستدرك)

Dari Utsman bin Hunaif: "Suatu hari seorang yang lemah dan buta datang kepada Rasulullah s.a.w. berkata: "Wahai Rasulullah, aku tidak mempunyai orang yang menuntunku dan aku merasa berat" Rasulullah berkata"Ambillah air wudlu, lalu beliau berwudlu dan sholat dua rakaat, dan berkata:"bacalah doa (artinya)" Ya Allah sesungguhnya aku memintaMu dan menghadap kepadaMu melalui nabiMu yang penuh kasih sayang, wahai Muhammad sesungguhnya aku menghadap kepadamu dan minta tuhanmu melaluimu agar dibukakan mataku, Ya Allah berilah ia syafaat untukku dan berilah aku syafaat". Utsman berkata:"Demi Allah kami belum lagi bubar dan belum juga lama pembicaraan kami, orang itu telah datang kembali dengan segar bugar". (Hadist riwayat Hakim di Mustadrak)

Beliau mengatakan bahwa hadis ini adalah shohih  dari segi sanad walaupun Imam Bukhori dan Imam Muslim tidak meriwayatkan dalam kitabnya. Imam Dzahabi mengatakatan bahwa hadis ini adalah shohih, demikian juga Imam Turmudzi dalam kitab Sunannya bab Daa’wat mengatakan bahwa hadis ini adalah hasan shohih ghorib. Dan Imam Mundziri dalam kitabnya Targhib Wat-Tarhib 1/438, mengatakan bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Imam Nasai, Ibnu Majah dan Imam Khuzaimah dalam kitab shohihnya.

c. Tawassul kepada nabi Muhammad SAW setelah  meninggal.

Diriwayatkan oleh Imam Addarimi :
عن أبى الجوزاء  أ وس بن عبد الله قال : قحط أهل المدينة قحطا شديدا فشكوا إلى عائشة فقالت : انظروا قبر النبي فاجعلوا منه كوا إلى السماء حتى لا يكون بينه وبين السماء سقف قال : ففعلوا فمطروا مطرا حتى نبت العشب وسمنت الإبل حتى تفتقط من السحم فسمي عام الفتق ( أخرجه الإمام الدارمى ج : 1 ص : 43)
Dari Aus bin Abdullah: "Sautu hari kota Madina mengalami kemarau panjang, lalu datanglah penduduk Madina ke Aisyah (janda Rasulullah s.a.w.) mengadu tentang kesulitan tersebut, lalu Aisyah berkata: "Lihatlah kubur Nabi Muhammad s.a.w. lalu bukalah sehingga tidak ada lagi atap yang menutupinya dan langit terlihat langsung", maka merekapun melakukan itu kemudian turunlah hujan lebat sehingga rumput-rumput tumbuh dan onta pun gemuk, maka disebutlah itu tahun gemuk" (Riwayat Imam Darimi)

Diriwayatkan oleh Imam Bukhori  :
عن أنس بن مالك إن عمر بن خطاب كان إذا قطحوا استسقى بالعباس بن عبد المطلب فقال : اللهم إنا كنا نتوسل إليك بنبينا فتسقينا وإنا ننتوسل إليك بعم نبينا فاسقنا قال : فيسقون (أخرجه الإمام البخارى فى صحيحه ج: 1 ص:137 )
Riwayat Bukhari: dari Anas bin malik bahwa Umar bin Khattab ketika menghadapi kemarau panjang, mereka meminta hujan melalui Abbas bin Abdul Muttalib, lalu Abbas berkata:"Ya Tuhanku sesungguhkan kami bertawassul (berperantara) kepadamu melalui nabi kami maka turunkanlah hujan dan kami bertawassul dengan paman nabi kami maka turunkanlau hujan kepada, lalu turunlah hujan.

d. Nabi Muhammad SAW melakukan tawassul .
عن أبى سعيد الحذري قال : رسول الله صلى الله عليه وسلم : من خرج من بيته إلى الصلاة، فقال : اللهم إنى أسألك بحق السائلين عليك وبحق ممشاى هذا فإنى لم أخرج شرا ولا بطرا ولا رياءا ولا سمعة، خرجت إتقاء شخطك وابتغاء مرضاتك فأسألك أن تعيذنى من النار، وأن تغفر لى ذنوبى، إنه لا يغفر الذنوب إلا أنت، أقبل الله بوجهه واستغفر له سبعون ألف ملك (أخرجه بن ماجه وأحمد وبن حزيمة وأبو نعيم وبن سنى).

Dari Abi Said al-Khudri: Rasulullah s.a.w. bersabda:"Barangsiapa keluar dari rumahnya untuk melaksanakan sholat, lalu ia berdoa: (artinya) Ya Allah sesungguhnya aku memintamu melalui orang-orang yang memintamu dan melalui langkahku ini, bahwa aku tidak keluar untuk kejelekan, untuk kekerasan, untuk riya dan sombong, aku keluar karena takut murkaMu dan karena mencari ridlaMu, maka aku memintaMu agar Kau selamatkan dari neraka, agar Kau ampuni dosaku sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa kecuali diriMu", maka Allah akan menerimanya dan seribu malaikat memintakan ampunan untuknya". (Riwayat Ibnu Majad dll.).

Imam Mundziri mengatakan bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah dengan sanad yang ma'qool, akan tetap Alhafidz Abu Hasan mengatakan bahwa hadis ini adalah hasan.( Targhib Wattarhib 2/ 119).

Alhafidz Ibnu Hajar mengatakan bahwa hadis ini adalah hasan dan diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Khuzaimah, Abu Na’im dan Ibnu Sunni.(Nataaij Alafkar 1/272).

Imam Al I’roqi dalam mentakhrij hadis ini  dikitab Ikhya’ Ulumiddin mengatakan bahwa hadis ini adalah hasan, (1/323).
Imam Bushoiri  mengatakan bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ibnu Khuzaimah dan hadis ini shohih, (Mishbah Alzujajah 1/98).

Pandangan  Para Ulama’ Tentang Tawassul
Untuk mengetahui sejauh mana pembahasan tawassul telah dikaji para ulama, ada baiknya kita tengok pendapat para ulama terdahulu.  Kadang  sebagian orang masih kurang puas, jika hanya menghadirkan dalil-dalil tanpa disertai oleh pendapat ulama’, walaupun sebetulnya  dengan dalil saja  tanpa harus menyartakan pendapat ulama’ sudah bisa dijadikan landasan bagi orang meyakininya. Namun untuk lebih memperkuat pendapat tersebut, maka tidak ada salahnya jika disini dipaparkan pandangan ulama’ mengenai hal tersebut.  
Pandangan Ulama Madzhab

Pada suatu hari ketika kholifah Abbasiah Al-Mansur datang ke Madinah dan bertemu dengan Imam Malik, maka beliau bertanya:"Kalau aku berziarah ke kubur nabi, apakah menghadap kubur atau qiblat? Imam Malik menjawab:"Bagaimana engkau palingkan wajahmu dari (Rasulullah) padahal ia perantaramu dan perantara bapakmu Adam kepada Allah, sebaiknya menghadaplah kepadanya dan mintalah syafaat maka Allah akan memberimu syafaat". (Al-Syifa' karangan Qadli 'Iyad al-Maliki jus: 2 hal: 32).

Demikian juga ketika Imam Ahmad Bin Hambal bertawassul kepada Imam Syafi’i dalam doanya, maka anaknya yang bernama Abdullah heran seraya bertanya kepada bapaknya, maka Imam Ahmad menjawab :"Syafii ibarat matahagi bagi manusia dan ibarat sehat bagi badan kita"
 (شواهد الحق ليوسف بن إسماعيل النبهانى ص:166)

Demikian juga perkataan imam syafi’i dalam salah satu syairnya:
آل النبى ذريعتى # وهم إليه وسيلتى
أرجو بهم أعطى غدا # بيدى اليمن صحيفتى
(العواصق المحرقة لأحمد بن حجر المكى ص:180)  
"Keluarga nabi adalah familiku, Mereka perantaraku kepadanya (Muhammad), aku berharap melalui mereka, agar aku menerima buku perhitunganku di hari kiamat nanti dengan tangan kananku"

Pandangan Imam Taqyuddin Assubuky
Beliau memperbolehkan dan mengatakan bahwa tawassul dan isti’anah  adalah sesuatu yang baik dan dipraktekkan oleh para nabi dan rosul, salafussholeh, para ulama,’ serta  kalangan umum umat islam dan tidak ada yang mengingkari perbuatan tersebut sampai datang seorang ulama’ yang mengatakan bahwa tawassul adalah sesuatu yang bid’ah. (Syifa’ Assaqom  hal 160)

Pandangan Ibnu Taimiyah
Syekh Ibnu Taimiyah dalam sebagian kitabnya memperbolehkan tawassul kepada nabi Muhammad SAW tanpa membedakan apakah Beliau masih hidup atau sudah meninggal. Beliau berkata : “Dengan demikian, diperbolehkan tawassul kepada nabi Muhammad SAW dalam doa, sebagaimana dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Turmudzi :
أن النبي علم شخصا أن يقول : اللهم إنى أسألك وأتوسل إليك بنبيك محمد نبي الرحمة يا محمد إنى أتوجه بك إلى ربك فيجلى حاجتى ليقضيها فشفعه فيّ (أخرجه الترميذى وصححه).

Rasulullah s.a.w. mengajari seseorang berdoa: (artinya)"Ya Allah sesungguhnya aku meminta kepadaMu dan bertwassul kepadamu melalui nabiMu Muhammad yang penuh kasih, wahai Muhammad sesungguhnya aku bertawassul denganmu kepada Allah agar dimudahkan kebutuhanku maka berilah aku sya'faat". Tawassul seperti ini adalah bagus (fatawa Ibnu Taimiyah jilid 3 halaman 276)

Pandangan Imam Syaukani

Beliau mengatakan bahwa tawassul kepada nabi Muhammad SAW  ataupun kepada yang lain ( orang sholeh),  baik pada masa hidupnya  maupun  setelah meninggal  adalah merupakan ijma’ para shohabat.

Pandangan Muhammad Bin Abdul Wahab.

Beliau melihat bahwa tawassul adalah sesuatu yang makruh menurut jumhur ulama’ dan tidak sampai menuju pada tingkatan haram ataupun bidah bahkan musyrik. Dalam surat yang dikirimkan oleh Syekh Abdul Wahab kepada warga qushim bahwa beliau menghukumi kafir terhadap orang yang bertawassul kepada orang-orang sholeh., dan menghukumi kafir terhadap AlBushoiri atas perkataannya YA AKROMAL KHOLQI dan membakar dalailul khoirot. Maka beliau membantah : “ Maha suci Engkau, ini adalah kebohongan besar. Dan ini diperkuat dengan surat beliau yang dikirimkan kepada warga majma’ah ( surat pertama dan kelima belas dari kumpulan surat-surat syekh Abdul Wahab hal 12 dan 64, atau kumpulan fatwa syekh Abdul Wahab yang diterbitkan oleh Universitas Muhammad Bin Suud  Riyad  bagian ketiga  hal 68)

Dalil-dalil yang melarang tawassul
Dalil yang dijadikan landasan oleh pendapat yang melarang tawassul adalah sebagai berikut:
1. Surat Zumar, 2:
أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاء مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ  
Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.
Orang yang bertwassul kepada orang sholih maupun kepada para kekasih Allah, dianggap sama dengan sikap orang kafir ketika menyembah berhala yang dianggapnya sebuah perantara kepada Allah.
Namun kalau dicermati, terdapat perbedaan antara tawassul dan ritual orang kafir seperti disebutkan dalam ayat tersebut: tawassul semata dalam berdoa dan tidak ada unsur menyembah kepada yang dijadikan tawassul , sedangkan orang kafir telah menyembah perantara; tawassul juga dengan sesuatu yang dicintai Allah sedangkan orang kafir bertwassul dengan berhala yang sangat dibenci Allah.

2. Surah al-Baqarah, 186:
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُواْ لِي وَلْيُؤْمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ  
2. 186. Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo'a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
Allah Maha dekat dan mengabulkan doa orang yang berdoa kepadaNya. Jika Allah maha dekat, mengapa perlu tawassul dan mengapa memerlukan sekat antara kita dan Allah.
Namun dalil-dalil di atas menujukkan bahwa meskipun Allah maha dekat, berdoa melalui tawassul dan perantara adalah salah satu cara untuk berdoa. Banyak jalan untuk menuju Allah dan banyak cara untuk berdoa, salah satunya adalah melalui tawassul.

3. Surat Jin, ayat 18:
وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَداً  
72. 18. Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.
Kita dilarang ketika menyembah dan berdoa kepada Allah sambil menyekutukan dan mendampingkan siapapun selain Allah.
Seperti ayat pertama, ayat ini dalam konteks menyembah Allah dan meminta sesuatu kepada selain Allah. Sedangkan tawassul adalah meminta kepada Allah, hanya saja melalui perantara.

Kesimpulan
Tawassul dengan perbuatan dan amal sholeh kita yang baik diperbolehkan menurut kesepakatan ulama’. Demikian juga tawassul kepada Rasulullah s.a.w. juga diperboleh sesuai dalil-dalil di atas. Tidak diragukan lagi bahwa nabi Muhammad SAW mempunyai kedudukan yang mulia disisi Allah SWT, maka tidak ada salahnya jika kita bertawassul terhadap kekasih Allah SWT yang paling dicintai, dan begitu juga dengan orang-orang yang sholeh.

Selama ini para ulama yang memperbolehkan tawassul dan melakukannya tidak ada yang berkeyakinan sedikitpun bahwa mereka (yang dijadikan sebagai perantara) adalah yang yang mengabulkan permintaan ataupun yang memberi madlorot. Mereka berkeyakinan bahwa hanya Allah lah yang berhak memberi dan menolak doa hambaNya. Lagi pula berdasarkan hadis-hadis yang telah dipaparkan diatas menunjukakn bahwa perbuatan tersebut bukan merupakan suatu yang baru dikalangan umat islam dan sudah dilakukan para ulama terdahulu. Jadi jikalau ada umat islam yang melakukan tawassul sebaiknya kita hormati mereka karena mereka tentu mempunyai dalil dan landasan yang cukup kuat dari Quran dan hadist.

Tawassul adalah masalah khilafiyah di antara para ulama Islam, ada yang memperbolehkan dan ada yang melarangnya, ada yang menganggapnya sunnah dan ada juga yang menganggapnya makruh. Kita umat Islam harus saling menghormati dalam masalah khilafiyah dan jangan sampai saling bermusuhan. Dalam menyikapi masalah tawassul kita juga jangan mudah terjebak oleh isu bid'ah yang telah mencabik-cabik persatuan dan ukhuwah kita. Kita jangan dengan mudah menuduh umat Islam yang bertawassul telah melakukan bid'ah dan sesat, apalagi sampai menganggap mereka menyekutukan Allah, karena mereka mempunyai landasan dan dalil yang kuat. Tidak hanya dalam masalah tawassul, sebelum kita mengangkat isu bid'ah pada permasalahan yang sifatnya khilafiyah, sebaiknya kita membaca dan meneliti secara baik dan komprehensif masalah tersebut sehingga kita tidak mudah terjebak oleh hembusan teologi permusuhan yang sekarang sedang gencar mengancam umat Islam secara umum.

Memang masih banyak kesalahan yang dilakukan oleh orang muslim awam dalam melakukan tawassul, seperti menganggap yang dijadikan tawassul mempunyai kekuatan, atau bahkan meminta-minta kepada orang yang dijadikan perantara tawassul, bertawassul dengan orang yang bukan sholeh tapi tokoh-tokoh masyarakat yang telah meninggal dunia dan belum tentu beragama Islam, atau bertawassul dengan kuburan orang-orang terdahulu, meminta-minta ke makam wali-wali Allah, bukan bertawassul kepada para para ulama dan kekasih Allah. Itu semua tantangan dakwah kita semua untuk kita luruskan sesuai dengan konsep tawassul yang dijelaskan dalil-dalil di atas.
Wallahu a'lam bissowab

Monday, March 17, 2014

Al Hasyimi

Siapakah Al Hasyimi


Sebuah hadis meriwayatkan tentang Al- Hasyimi

“Panji-panji Hitam keluar dan menyerang as-Sufyani. Di tengah-tengah pasukan itu adalah Pemuda dari Bani Hasyim yang di tangan kirinya berkibar bendera pasukan, manakala di hadapannya adalah Syuaib bin Saleh at-Tamimi.”

Menurut hadis di atas, Al-Hasyimi merupakan pemegang panji-panji hitam. Panji-panji hitam adalah si...mbolik kepada pasukan imam mahdi. Panji-panji hitam secara fizikalnya merupakan bendera yang digunakan pasukan Rasulullah saw semasa memerangi kaum kuffar. Pada panji-panji hitam tertulis kalimah La ilaha illallah Muhammadur Rasulullah. Panji-panji ini tidak kelihatan lagi sesudah zaman para sahabat ra.

Panji-panji hitam adalah simbol bagi pasukan Imam Mahdi. Asalnya ia dibawa oleh Pemuda Bani Tamim yakni Syuaib Bin Saleh. Sebenarnya Al-Hasyimi adalah salah seorang pengikut Pemuda Bani Tamim. Hadis menyebut “dihadapannya ialah Syuaib Bin Saleh” menunjukkan bahawa Pemuda Bani Tamim merupakan pemimpin kepada Al-Hasyimi.

Al-Hasyimi dikatakan sebagai pemuda dari Bani Hasyim. Bani Hasyim merupakan kabilah arab yang paling dihormati dikalangan masyarakat Arab Jahiliyah. Nabi kita Muhammad saw merupakan ahli keluarga Bani Hasyim. Jadi Al-Hasyimi merupakan keturunan orang yang mulia yang bersangkut paut dengan Nabi Muhammad saw. Al-Hasyimi sudah pasti merupakan orang terpilih yang lahir dari keturunan yang mulia.



Ciri Fizikal Al-Hasyimi



Said Abu Uthman telah meriwayatkan kepada kami dari Jabir dari Abi Jaa’far Ra katanya

“Akan keluar seorang pemuda dari Bani Hasyim, ditapak tangan kanannya ada tahi lalat dari Khurasan bersama-sama dengan panji panji hitam, bersamanya juga ada Syuaib bin Soleh. Dia memerangi golongan As Sufyani dan mengalahkan mereka”


Al Walid dan Rusydain telah meriwayatkan kepada kami dari Ibni Lahia’h dari Abi Qubail dari Abi Rauman dari Ali Kwj katanya

“Akan keluar panji-panji hitam memerangi golongan As Sufyani, dikalangan mereka ada seorang lelaki dari Bani Hasyim yang mempunyai tahi lalat pada bahu kirinya, mereka dipimpin oleh seorang lelaki dari Bani Tamim yang digelar Syuaib bin Soleh, mereka akan mengalahkan golongan As Sufyani”


Imam Sayuti telah meriwayatkan dari Saidina Ali Kwj katanya

“Akan keluar panji-panji hitam memerangi golongan As Sufyani, padanya ada seorang pemuda dari Bani Hasyim yang ditapak tangan kirinya ada tahi lalat, yang dipimpin oleh seorang lelaki dari Bani Tamim yang digelar syuaib bin Soleh, mereka mengalahkan golongan As Sufyani”


Tiga hadis di atas menceritakan tentang ciri-ciri fizikal Al-Hasyimi

Hadis pertama menceritakan bahawa Al-Hasyimi mempunyai tahi lalat di tapak tangan kanannya mempunyai tahi lalat. Hadis ini sampai sanadnya kepada Jabir dari Abi Jaa’far Ra. Hadis ketiga yang bersanad dari Saidina Ali kwj menyebut bahawa tahi lalat tersebut berada di tapak tangan kirinya. Hadi-hadis ini mungkin kelihatan bercanggah. Kemungkinan Al-Hasyimi mempunyai tahi lalat di kedua-dua tapak tangan tetapi yang pasti tahi lalat di tapak tangan merupakan ciri khas Al-Hasyimi.

Hadis kedua yang bersumber dari Saidina Ali kwj pula menyebut ciri lain pada Al-Hasyimi iaitu tahi lalat di bahu kirinya. Jadi sumber dari saidina Ali kwj menyebutkan bahawa Al-Hasyimi mempunyai tahi lalat di bahu kiri dan tapak tangan kiri. Ciri ini merupakan penanda yang membuktikan sesiapa yang mengaku dirinya Pemuda Bani Hasyim mestilah mempunyai penanda ini untuk membuktikan kebenarannya.

Namun ketiga-tiga hadis ini membenarkan hadis pada bab 1 bahawa Al-Hasyimi dipimpin oleh Pemuda Bani Tamim menentang As-Sufyani.



Hubungan Al-Hasyimi dengan Imam Mahdi dan Pemuda Bani Tamim



Kata Al Walid

“Telah sampai kepada aku bahawa Al Hasyimi adalah saudara sebapa dengan Imam Mahdi, kata sebahagian ulamak, dia anak saudara Imam Mahdi dan kata sebahagian yang lain, dia tidak mati tetapi berundur ke Mekah setelah kekalahan itu, bila muncul Imam Mahdi dia keluar semula”

Riwayat di atas menunjukkan Al-Hasyimi merupakan ahli keluarga Imam Mahdi itu sendiri. Al-Hasyimi bersaudara dengan Imam Mahdi di sebelah bapa. Hubungan persaudaraan ini kurang jelas samada mereka merupakan satu generasi atau berbeza generasi. Al-Walid menyatakan bahawa Al-Hasyimi merupakan satu generasi manakala dia mengetahui ulamak lain mengatakan bahawa Al-Hasyimi berbeza generasi.

Istilah saudara merupakan sesuatu yang abstrak. Dalam bahasa Arab ‘saudara’ boleh dipakai untuk adik-beradik, sepupu, dan anak saudara dan ke bawah. Sama seperti perkataan ‘bapa’ yang boleh merujuk kepada bapa kandung, pak cik juga datuk dan moyang. Yang pasti hubungan persaudaraan Al-Hasyimi dan Imam Mahdi bersambung pada sebelah bapa.



Sebuah hadis yang lain menyebut

“Kemudian secara diam-diam At-Tamimi (Pemuda Bani Tamim) menuju ke Baitulmaqdis. Dalam perjalanannya menuju ke Syam, dia menyerahkan jemaahnya kepada Al-Hasyimi. Ketika itu At-Tamimi berkata (kepada Al-Hasyimi), “Wahai anak bapa saudaraku, al-Mahdi akan berada di Makkah setelah kota Madinah runtuh.” Kemudian jika Al-Mahdi muncul, maka Al-Hasyimi juga muncul.”

Hadis ini menceritakan bahawa Imam Mahdi, Pemuda Bani Tamim dan Al-Hasyimi merupakan saudara. Pemuda Bani Tamim memanggil Al-Hasyimi sebagai ‘anak bapa saudaraku’. Jadi Pemuda Bani Tamim boleh jadi merupakan sepupu Al-Hasyimi. Namun istilah ‘anak’ dalam bahasa arab juga abstrak kerana ia boleh merujuk kepada anak, cucu, cicit dan sebagainya. Kaum Yahudi sendiri digelar ‘anak-anak israel’ walaupun mereka bukan anak nabi yaakub (Israel). manusia dipanggil ‘anak-anak Adam’ walaupun kita bukan anak kandung Adam. Apa yang penting ialah Imam Mahdi, Pemuda Bani Tamim dan Al-Hasyimi mempunyai tali persaudaraan.


Al-Hasyimi merupakan Ahlul Bait


Ada atsar menyebut

“Sebelum al-Mahdi muncul, akan ada seorang lelaki dari keturunan Nabi SAW keluar dari Timur, sambil menyandang pedang di bahunya selama 18 tahun. Dia membunuh, mengamuk dan(seterusnya) menuju ke Baitulmaqdis. Namun dia mati sebelum sampai ke sana.”

Atsar lain menyatakan

“Sebelum al-Mahdi (muncul), al-Hasyimi keluar untuk berperang selama 18 bulan. Dia akan menuju Baitulmaqdis tetapi tidak sampai ke sana”

Abdullah bin Amrwan telah meriwayatkan kepada kami dari Al Haitsam bin Abdul Rahman daripada orang yang menceritakan kepadanya dari Saidina Ali bin Abi Thalib RA katanya

“Akan keluar seorang lelaki sebelum Imam Mahdi dari ahli keluarganya di Timur, dia memikul pedang di atas bahunya selama lapan bulan, dia berjuang dan menuju ke Baitul Maqdis tetapi dia meninggal dunia sebelum sampai ke Baitul Maqdis”

Dalam atsar pertama tidak disebut siapa keturunan Nabi saw yang mengamuk namun meninggal sebelum sampai ke Baitul Maqdis. Atsar kedua memyebutkan bahawa Al-Hasyimi merupakan orang yang keluar berperang. ‘Menyandangkan pedang di bahu’, ‘membunuh’, dan ‘mengamuk’ lebih kepada ayat alternatif berkenaan perang. Atsar dari Saidina Ali menyebut tentang lelaki dari ahli keluarga Imam Mahdi yang keluar berperang. Lelaki dimaksudkan layak ditujukan kepada Al-Hasyimi kerana beliau mempunyai hubungan persaudaraan dengan Imam Mahdi. Tiada hadis merekodkan hubungan kekeluargaan antara Pemuda Bani Tamim dengan Imam Mahdi secara langsung. Ketiga-tiga Atsar bersetuju bahawa lelaki yang berperang mestilah mati sebelum sampai di Baitul Maqdis. Atsar kedua menjelaskan bahawa yang mati sebelum tiba di Baitul Maqdis ialah Al-Hasyimi. Jadi boleh disimpulkan bahawa Al-Haysimi merupakan ahlul bait nabi saw.

Semua sedia maklum bahawa Imam Mahdi merupakan keturunan baginda saw. Jika Al-Hasyimi bersaudara dengan Imam Mahdi di sebelah bapa maka sudah tentu Al-Hasyimi merupakan keturunan Baginda Rasulullah saw.

Soal percanggahan tempoh berperang bukan rumit. Mungkin Lapan bulan merupakan tempoh berperang di sesuatu tempat, Lapan belas bulan di tempat lain. Lapan belas tahun mungkin jumlah tempoh peperangan yang ditempuh Al-Hasyimi.



Tempat asal Al-Hasyimi


Imam Suyuti telah meriwayatkan juga dari Dhamrah bin Habib dan guru-gurunya kata mereka

“As Sufyani menghantar tentera berkudanya sehingga sampai keseluruh Timur dari bumi Khurasan dan bumi Parsi, orang orang Timur bangun dan memerangi mereka dan berlaku pertempuran diantara mereka di beberapa tempat. Bilamana peperangan berpanjangan mereka berbaiah kepada seorang lelaki dari Bani Hasyim, mereka ketika itu di hujung Timur lalu dia membawa ahli Khurasan dibawah pimpinan seorang lelaki dari Bani Tamim yang mempunyai darah ajam yang digelar Syuaib Ibnu Soleh berkulit sawo matang dan berbadan sederhana”

Muhammad bin Abdullah At Tiharti telah meriwayatkan kepada kami dari Muawiyah bin Soleh dari Syuraih bin Ubaid dan Rasyij bin Saad dan Dhamrah bin Habib dan guru-guru mereka, kata mereka

“As Sufyani menghantar tenteranya keseluruh Timur di bumi Khurasan dan Parsi, orang-orang Timur bangun dan memerangi mereka dan berlakulah pertempuran di antara mereka di beberapa tempat, bilamana peperangan berpanjangan orang-orang Timur itu berbaiah kepada seorang lelaki dari Bani Hasyim yang datang dari hujung Timur, lalu dia membawa orang-orang Khurasan dibawah pimpinan seorang lelaki dari bani Tamim yang berdarah ajam, berkulit sawo matang, berjanggut nipis”

Hadis yang lain menyebut

“Sebelum (munculnya) al-Mahdi, as-Sufyani mengerahkan pasukan tenteranya sampai ke kawasan timur Khurasan dan Parsi. Mereka akan dilawan oleh penduduk Timur dan ramai (tentera as-Sufyani) yang terbunuh. Kaum dari Timur itu kemudian (bergabung dan) membaiat al-Hasyimi yang mana tangan kanannya memegang bendera. Allah memudahkan urusan dan jalannya. Kemudian dia keluar bersama-sama 5,000 orang penduduk Khurasan yang di bawah pimpinan Syuaib bin Saleh at-Tamimi, seorang bekas hamba berkulit kuning, berjanggut nipis dan tidak berjambang.

Hadis pertama dan kedua menyatakan bahawa Al-Hasyimi itu jelas datang dari hujung timur. Ketiga-tiga hadis menyetujui bahawa bangsa Timur berbaiat kepada Al-Hasyimi setelah diserang oleh As-Sufyani. Bangsa timur bersatu dibawah pimpinan Al-Hasyimi. Jadi Al-Hasyimi bukan sebarang orang bahkan dia merupakan pemimpin. Ada hadis lain menyebutkan hal ini.

“Sebelum Al-Mahdi, Al-Hasyimi akan menjadi penguasa”

Al-Hasyimi akan dilantik sebagai pemimpin bangsa Timur dan dia akan memimpin pengikut Pemuda Bani Tamim yang berada di Khurasan. Pemuda Bani Tamim pula jelas dinyatakan merupakan lelaki yang berkulit sawo matang atau kuning, berjanggut nipis, tidak berjambang dan berdarah ajam (bukan arab). Ciri-ciri pemuda bani tamim ini jelas menunjukkan ciri-ciri yang terdapat kepada bangsa yang tinggal di hujung Timur iaitu bangsa Melayu. Kerana Al-Hasyimi dan Pemuda Bani Tamim bersaudara, maka masuk akal bahawa hujung Timur merupakan Nusantara dan Al-Hasyimi juga berbangsa Melayu juga. Jadi Al-Hasyimi akan diangkat sebagai penguasa Nusantara.