Sunday, November 17, 2013

KEBENARAN....BUKAN DIUKUR DARI MAYORITAS

Oleh : pak Agus Balung



Allah telah berfirman dalam al Quran : “Katakanlah: ‘tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu. Maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan.” (Al-Maidah : 100)


Muqoddimah :


Abdullah bin Mas’ud pernah berkata kepada para sahabatnya, “Sesungguhnya kalian hidup di suatu zaman, di mana kebenaranlah yang mengendalikan hawa nafsu. Namun, kelak akan ada suatu zaman, di mana hawa nafsulah yang akan menguasai kebenaran.”

Wallahu a’lam, apakah yang beliau maksudkan adalah zaman seperti yang kita alami hari ini, atau masih ada zaman yang lebih parah lagi. Saat di mana hukum dan ajaran Islam menjadi asing bagi para penganutnya. Orang yang berpegang teguh terhadap kebenaran justru dianggap nyleneh dan ekstrim. Sebaliknya, para pecundang dianggap sebagai pahlawan, para pengumbar nafsu dijadikan panutan.

Kebenaran menurut mereka bukan lagi diukur dari apa yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala (SWT) gariskan, tapi menurut kecenderungan orang kebanyakan. Keburukan adalah segala yang dianggap buruk oleh umumnya orang. Yang halal adalah yang dianggap halal oleh manusia. Yang haram adalah yang dianggap haram menurut mereka. Begitupun dalam mengukur yang ma’ruf dan yang munkar. Dan memang, umumnya manusia cenderung mengikuti arus besar yang melingkupi hidupnya. Ke mana arus itu mengalir, kesitu pula ia akan hanyut.



Banyak Tapi Sesat

Lewat ayat di atas, Allah SWT mengingatkan orang yang berakal, agar tidak mengukur baik buruknya sesuatu berdasarkan kecenderungan banyak orang.

Keburukan tidaklah berubah menjadi kebaikan dengan alasan banyak penggemar. Sesuatu yang haram juga tidak lantas boleh dianggap halal lantaran sudah banyak yang melakukan. Pun sebaliknya, baik dan benar tidaklah berubah statusnya menjadi buruk dikarenakan sedikitnya orang yang menjalankan.

Alangkah pentingnya ayat di atas dikumandangkan di zaman ini. Yakni saat arus kebanyakan menjadi ukuran kebenaran. Bahkan, menjadikan suara kebanyakan sebagai parameter kebenaran itu telah menjadi ideologi dunia. Ideologi ini direpresentasikan oleh paham demokrasi yang meletakkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan dalam segala aspek. Rakyat (terbanyak) berhak menentukan halal dan haramnya suatu perkara semau mereka. Ia adalah suatu paham yang mengukur kebenaran semata-mata dari banyaknya suara. Semboyannya adalah vox populi vox dei, suara rakyat adalah suara Tsuhan. Benarkah suara terbanyak adalah representasi dari suara Allah SWT?

Bahkan, jika yang dimaksud dengan kalimat “kebanyakan” adalah mayoritas manusia, maka tidak kita dapatkan dalam al-Qur`an melainkan menunjukkan kualitas yang buruk. Seperti firman Allah “dan kebanyakan mereka tidak berakal” atau firman-Nya “akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui”.

Kalimat “kebanyakan” dalam al-Qur`an juga identik dengan cupetnya nalar, latah, gampang terpengaruh, ceroboh, tidak berpikir secara jernih, mudah lalai dan lengah, ikut arus, mudah terprovokasi dan mudah digiring opininya. Orang “kebanyakan” adalah golongan yang tidak peka, tidak pandai mengambil pelajaran dan tidak bersyukur kepada Allah SWT.


“Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia, tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.” (Al-Baqarah [2]: 243)

Lebih dari itu, Allah SWT mengingatkan bahwa membeo kepada orang “kebanyakan”, berpotensi untuk terjerumus ke jurang kesesatan dan kesalahan,

“Dan jika kamu mengikuti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi, niscaya mereka akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.” ( Al-An’am : 116)



Yang Benar, Biasanya Sedikit

Jika Allah SWT menghitung watak keburukan dengan kuantitas yang banyak, sebaliknya terhadap kaum yang dipuji, beriman, taat dan bersyukur, biasanya Allah SWT mensifatkannya dengan “qalil” (sedikit).

“…Dan tidak beriman kepada Nuh itu kecuali sedikit saja.” (Huud [11]: 40)

“…Tidak ada orang yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali sedikit.” (Al-Kahfi [18]: 22)

“…Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, dan amat sedikitlah mereka ini.” (Shaad [38]: 24)



Kuantitas yang sedikit dari orang-orang yang lurus dan benar dapat kita lihat dari banyaknya ayat yang menyebutkan golongan tersebut dalam bentuk perkecualian. Seperti “…kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh serta saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran”, juga “..kecuali orang yang shalat, yang rutin dalam shalatnya”, atau firman Allah “…kecuali orang-orang yang bertakwa” dan sebagainya.

Jadi, kita maklumi bahwa sesuatu yang dikecualikan lebih sedikit dari jumlah keseluruhannya.


Parameter Kebenaran

Begitulah, suara kebanyakan bukanlah patokan suatu kebenaran. Pendapat mayoritas rakyat bukan pula jaminan kebaikan. Bahkan sangat mungkin yang terjadi adalah sebaliknya. Suara rakyat bukanlah suara Tuhan, boleh jadi “suara rakyat adalah suara setan,” terutama di saat kerusakan, kesesatan dan kemaksiatan telah menjadi mental “kebanyakan.”

Betapapun masing-masing orang maupun kelompok mengklaim bahwa kebenaran berada di pihaknya, atau apa yang diperjuangkan adalah kebenaran adanya, yang pasti bahwa kebenaran hakiki diukur dari kesesuaiannya dengan apa yang telah digariskan dan ditetapkan hukumnya oleh AllahSWT.

“Sesungguhnya telah datang kebenaran kepadamu dari Rabbmu, sebab itu janganlah sekali-kali engkau termasuk orang-orang yang ragu.” ( Yunus [10]: 94 )

Apa-apa yang disyariatkan oleh Allah SWT pasti benar dan adil, kendati kebanyakan manusia menolak dan menentangnya. Sebaliknya, apapun yang bertentangan dan tidak sejalan dengan apa-apa yang Allah SWT gariskan, ia adalah kesesatan. Kendati dipoles dengan gaya bahasa yang memikat, mendapat dukungan mayoritas rakyat, umum dilakukan masyarakat dan digembar-gemborkan oleh para pejabat. Banyaknya konsumen dan pelaku sesuatu yang haram, juga tidak mampu mengubah status keburukan menjadi kebaikan, atau kebusukan menjadi nilai kebagusan.

Orang yang berakal akan senantiasa menempuh jalan yang benar, meski jalan itu sepi dan lengang dari teman. Dan ia tetap konsisten pada kebenaran, saat kebenaran disambut oleh kebanyakan orang. Sikapnya tak akan berubah, karena kesetiaannya adalah pada kebenaran, bukan pada kebanyakan. Ia akan mengalir dan berputar kemanapun kebenaran itu mengalir dan berputar. Inilah kunci kebahagiaan dan kesuksesan. Karena itulah, Allah SWT menutup ayat itu dengan, “Maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan.”

Konsisten kepada kebenaran kapan pun dan di mana pun adalah realisasi takwa, sedangkan takwa adalah kunci tercapainya keberuntungan (al-falah). Syaikh Muhammad bin Shalih al-Ustaimin berkata, makna al-falah adalah tercapainya tujuan dan terhindar dari sesuatu yang dikhawatirkan. Kata ini juga mencakup kebahagiaan atau kesuksesan di dunia maupun akhirat.

Nah, jika kita ingin sukses berarti siap menyertai kebenaran di saat sepi dan dalam keramaian. Siap untuk terasing, tapi juga siap berbaur dengan orang kebanyakan, selagi kebenaran berada di pihak mereka.

Wallahu a’lam bishawab.

MAUNYA BERDZIKIR, TERNYATA JIN YANG DIDAPAT

Oleh : pak Agus Balung





Wiridan sih sah-sah saja. Bahkan wirid sendiri sangat dianjurkan dalam Islam. tentunya, selama hal itu tidak bertentangan dengan ajaran Rasulullah. Lain halnya bila wiridan itu diembel-embeli dengan puasa beberapa hari atau ritual tertentu lainnya. Bukan apa-apa. Maksud hati ingin memperoleh ketenangan batin, tapi yang didapat justru sebaliknya. Diikuti oleh jin yang mengaku sebagai “khadam”. Istilah lain untuk pembantu atau pelayan dari bangsa jin. Inilah kenyataan yang dialami oleh Firmansyah (23 tahun), pemuda asli Betawi. Pemuda ini mengkisahkan pengalamannya kepada kami, di rumahnya Menteng, Jakarta Selatan.



Sewaktu sekolah Aliyah dulu, sekitar tahun 1996, saya mengalami suatu peristiwa yang membawa saya ke dalam pengembaraan panjang. Sebagai seorang pemuda yang bergelut dengan dunia jin melalui wiridan.

Peritiwanya terjadi pada suatu pagi yang cerah, saat saya sholat dhuha di masiid tua di daerah Kuningan. Saat itu, di dalam masjid tidak ada orang lain, hanya saya seorang diri. Kemudian mucul keinginan untuk belajar pidato. Maka dengan tenang layaknya seorang ustadz, saya melangkah ke mimbar. Lalu duduk sejenak di kursi. Saya raih tongkat yang ada kemudian bergaya seperti seorang khothib. Dan secara perlahan meski sedikit gemetar, saya latihan khutbah, “Alhamdulillah. Alhamdulillahilladzi ...”

Nah, satu minggu setelah kejadian itu saya merasakan kehadiran seseorang yang tidak terlihat. Saya juga suka ngomong sendiri. Kalau di kelas badan terasa lemas dan tidak bergairah. Untuk menjawab soal pun terasa agak sulit. Selain itu, saya juga mudah kesurupan. Misalnya, ketika sedang mengikuti pengajian di sebuah masiid, tiba-tiba badan saya merinding. Merasa seperti itu, saya segera pulang. Begitu tiba di rumah saya langsung berteriak, “Hua ha ha ...” Saya kesurupan. Kemudian bapak membaca ayat kursi, tapi jinnya tidak merasa apa-apa. Sepuluh menit kemudian jinnya itu pergi begitu saia.

Kesurupan ini seakan menjadi bagian dari hidup saya. Karena bisa dipastikan hampir tiap minggu saya selalu kesurupan. Kalau cuma sekali dua kali mungkin tidak terlalu masalah tapi bila berlangsung hingga satu tahun. Tentu sangat berat bagi saya. Akibatnya saya selalu hidup dalam ketakutan dan tidak punya gairah hidup.

Keadaan saya ini, ternyata tidak luput dari perhatian guru-guru. Hingga guru sosiologi menghampiri, “Kenapa kok lemes terus?” Akhirnya saya disuruh ke rumahnya. “Sepertinya ada yang aneh dalam dirimu” komentarnya setelah menuangkan minuman ke gelas. “Saya tidak tahu, Pak.” Kemudian saya ceritakan apa yang saya alami. Dari tatapan matanya saya tahu bahwa ia berempati kepada saya. Kemudian dengan bijak ia banyak menasehati dan mengajarkan beberapa amalan yang katanya bisa mengurangi beban saya.

Saya disuruh membaca Al-Fatihah untuk nabi Muhammmad, para wali dan para orang-orang tua saya. Kemudian membaca shalawat seratus kali dan Ya Lathif seratus kali. Lalu berdoa, “Ya Allah. Dengan kekuatan sayidina Umar berilah saya kekuatannya.”

Saya gembira sekali hari itu. Dan bertekad untuk mengamalkannya agar rasa takut itu hilang dan kembali bersemangat. Tapi ketika saya mengamalkan wiridan itu di rumah, saya terkejut. Kok saya teriak-teriak terus, “Hoh hoh hoh” badan saya menggigil dan gemetaran. Meski demikian saya terus saja membaca wiridan itu. Hasilnfa baru terasa seminggu kemudian. Ya, saya mulai tenang.

Sudah agak lama saya tidak kesurupan, hingga akhirnya jin itu datang lagi. Peristiwanya kali ini terjadi di rumah sakit. Saat saya terkena penyakit typus dan sudah stadium tiga. Walau itu sudah seminggu saya tidak shalat, harus terbaring lemah di atas ranjang dan tidak bisa berdiri. Tapi tiba-tiba saya bisa berdiri tegak kemudian berjalan dengan cepat. Hingga para pasien dan keluarganya keheranan. Tak lama kemudian, saya berbicara keras dengan suara bergetar. Tapi suaranya itu bukan suara saya sendiri “Saya mau shalat. Anak ini sudah meninggalkan shalat berhari-hari. Dia harus shalat sekarang.” Kemudian jin yang merasuki tubuh saya itu berceramah, sambil sesekali menepuk dada. Melihat itu, orang-orang pada ribut dan akhirnya membiarkan saya shalat. Ulah jin yang merasuki saya itu tidak berhenti sampai disini. la ingin membawa saya melompat dan terjun dari rumah sakit bertingkat itu. “Saya mau terjun. Saya tidak kuat di sini. Saya mau pulang” sampai banyak suster yang mau saya cekik.

Melihat itu, bapak berteriak. “Siapa kamu?” “Saya adalah syaikh Abdul Jabbar. Ha ha ha, saya selama ini yang mengikuti dia. Dan saya dihalangi khadam buyutnya. Saya tonjok mereka hingga babak belur. Saya adalah raja jin yang terkuat,” jawab jin yang merasuki saya.

Akhirnya pihak rumah sakit mengizinkan saya dibawa pulang. Namun, di tengah jalan mobil yang saya tumpangi mogok. Bapak saya menduga karburatornya yang rusak. Tapi setelah dibuka “cross” airnya muncrat ke muka bapak. Ketika sampai di rumah, saya melihat rumah yang selebar enam meter itu sepertinya kecil. Seakan hanya beberapa puluh senti saja. Kemudian saya tidak bisa tidur hingga beberapa hari.



Jin Abdul Jabbar keluar masuk tubuh

Dalam kondisi demikian, ada seorang teman yang menjenguk sambil membawa katanya “air wali”. Setelah dia meminumnya sedikit ia kemudian menyemprotkannya kembali ke badan saya. “Panaas” teriak jin yang merasuki saya. “Kamu belajar sama siapa?” Tanya jin. “Sama habib,” jawab teman saya. “Oh, bagus, bagus teruskan saja belajarmu.” Seolah jin itu menasehatinya. Kemudian teman saya membaca “Ya Allah, Ya Rahman … sampai kepada Ya Jabbar.” Kemudian jin tertawa terbahak-bahak, “Ha ha ha. ltu nama saya. Kamu bacakan apa saja, pasti tidak mempan karena saya jin lslam. Saya hafal 30 juz.” Setelah merasa tidak marnpu mengobati,saya, akhirnya teman saya itu pulang.

Dua hari kemudian, di pagi yang cerah saya dibawa ke rumah habib. Tapi anehnya habib itu sudah ada di depan rumah. Seolah dia sudah menunggu kedatangan saya. Pas ketika saya masih berdiri terpaku di depan rumahnya, “sreet” saya merusakan ada sesuatu yang keluar dari tubuh saya. Kemudian bapak ngobrol agak lama dengan habib. Dan setelah meminum air dari habib, kami segera pulang. Tapi, hanya beberapa menit istirahat di rumah, saya kesurupan lagi. Jin Abdul Jabbar itu datang lagi. Katanya dia takut sama habib itu dan sempat keluar.

Keesokan malamnya, sehabis shalat maghrib saya diantar seorang tetangga ke Cibinong untuk bertemu dengan seorang kiyai. Aneh, setelah keluar dari tol, sopir itu tidak lagi tahu arah. Berkali-kali ia bertanya, namun tetap tidak tahu arah. Sementara di luar, cuaca gelap, langit tak berbintang. Disertai dengan hembusan angin kencang yang terus mendesing di telinga, seakan hujan akan turun dengan lebatnya. Saat saya melihat ke arloji, ternyata sudah pukul 10 malam. Tak lama kemudian, lnnalillah, mobil itu mogok di perkebunan dan tidak bisa dihidupkan lagi, lalu saya kesurupan lagi, “Ha ha ha. Saya mogokin mobilnya.” Akhirnya kita berlima jalan kaki, walau hawa dingin terasa menusuk tulang. Dan, setelah memperhatikan sekeliling beberapa saat, akhirnya sopir itu tahu bahwa kita sudah hampir sampai di rumah kiyai. Kira-kira hanya berjarak 300 meter.

Alhamdulillah, akhirnya sampai ke tempat tujuan juga, setelah tersesat beberapa jam. kira muat untuk sepuluh orang. Kamar itu beralaskan karpet plastik, dengan jendela dan pintu di belakangnya. Lalu bapak saya menyerahkan dua butir telur ayam kampung. Pak kiyai mengambilnya sebutir lalu memecahkan dan mencampurnya dengan minyak lulur, yang dipakai untuk pijat saya.

Selama pemijatan itu, terdengar suara pintu “Gubrak gubrak”, padahal pintu itu sudah ditutup tapi selanjutnya terbuka lalu tertutup lagi, begitu seterusnya. Tak lama kemudian saya mulai kesurupan “Ha ha. Akulah Abdul Jabbar. Saya dari zaman syaikh Abdul Qadir Jailani. Saya berumur 900 tahun. Saya senang anak ini karena dia rajin ibadah. Tapi saya juga benci, sebab dia dulu berani naik mimbar. Padahal mimbar itu bukan tempatnya. Yang berhak naik ke mimbar itu adalah orang-orang yang berilmu. Dan jangan permainkan tempat saya. Kalau tidak. Saya bunuh anak ini.” Tak lama kemudian saya tidak sadarkan diri. Dan, setelah sadar tahu-tahu pengobatan itu sudah selesai. Sejak saat itu jin Abdul Jabbar entah karena apa, tidak datang lagi. Walau sebenarnya jin itu masih bersarang di tubuh saya.



Wiridan…. yang Ternyata Penuh dengan Jin

Dua bulan kemudian, saat kelas 3 Aliyah saya mempelajari wiridan miftahul hizb. Wiridan-wiridan itu saya baca semua kemudian saya berdoa “Ya Allah, hamba mohon diberikan ilmu dhahir batin dan ditunjukkan jalan ilmunya Rasulullah.” Setelah mengamalkan wiridan ini setiap hari maka pada hari ke 13, 14 dan 15 saya berpuasa seperti puasa Ramadhan. Katanya wiridan ini tanpa menggunakan khadam dari jin. Katanyaa, ilmu yang dihasilkan dari wiridan ini berasal langsung dari kemukjizatan Rasulullah. Mendengar penjelasan yang demikian – waktu itu – saya percaya begitu saja.

Hasil pengamalan wiridan ini, diluar dugaan saya.Yang dulunya saya sering kesurupan, tapi sekarang berbalik. Saya bisa mengobati orang kesurupan. Selain itu, saya juga bisa menerawang. Ya, saya bisa menebak watak seseorang yang belum saya kenal sama sekali. Suatu hari saya bertemu seseorang kemudian saya menerawang dia, “Kamu orangnya pemarah, egois. Kamu juga sedang menghadapi masalah.” Dia bingung, “Lho kok kamu tahu gitu.” “Ya saya tahu saja. Kamu bermasalah dengan atasan kamu, kan?” kata saya lagi. Akhirnya dia makin terpana dan semakin tertarik dengan terawangan saya. Kemudian saya menerawang temannya, “Orangnya putih, hidungnya mancung dan rambutnya agak ikal.” “Lho kok kamu tahu!” Teman baru saya itu semakin terbengong-bengong. Sebenarnya semua yang saya katakan itu tergambar dengan jelas dipikiran saya begitu saja.

Pada kesempatan lain, ada seorang tetangga yang kehilangan burung. Akhirnya dia beranya kepada saya. Dan dengan reflek tangan saya bergerak, “Seeet”. “Tuh burungnya ada di situ.” Tangan saya menunjuk ke arah tertentu. Akhirnya tetangga itu menyebutkan nama satu persatu. “Namanya si Arman.” “Bukan” kata saya sambil tangan saya mengisyaratkan tidak benar. “Namanya si Atong” katanya lagi. “lya, benar itu dia.” Akhirnya burungnya dicari dan ketemu. Betapa malunya si pencuri yang ketangkap basah itu. Tapi anehnya keesokan harinya saya kehilangan motor. Kemudian saya coba menerawang dengan ilmu saya. Saya tunjuk ini dan itu. Tapi tidak bisa menemukan motor itu hingga sekarang.

Rupanya keahlian saya itu, mengantarkan bapak dan adik untuk mempelajari ilmu sejenis. Meski mereka belajar dari guru yang berbeda. Nah, untuk membuktikan ilmu perguruan mana yang lebih hebat, akhirnya saya dan bapak sepakat untuk diadakan uji kekuatan. Tempatnya di rumah saya. Saat itu, ada tiga orang yang mengetes saya. Setelah pasang kuda-kuda kemudian saya dipukul. Ternyata pukulan itu mengenai wajah saya dan tidak bisa saya elakkan. Padahal sebelumnya saya bisa menghindari dan mementalkan pukulan siapa saja. Saya belum menyerah. Dan dilakukan pengujian ulang. Saya bertahan dengan cara lain, tapi saya tetap kena pukulan. Akhirnya saya mengaku kalah dan berguru dengan mereka, untuk mempelajari ilmu Karamah. Peristiwa ini terjadi pada tahun pertama ketika saya kuliah di UlN.

Sebelum dibaiat atas keberhasilan mempelajari ilmu Karamah, saya disuruh puasa tiga hari dan membaca wiridan juga selama tiga hari, “Ya Allah. Ya Rasulullah. Ya Syaikh Abdul Qadir Jailani disuhunkeun karamahna ku abdi gusti suryajana negara (Ya Allah. Ya Rasulullah. Ya Syaikh Abdul Qadir Jailani dimintakan karamahnya kepada saya gusti suryajana negara) la haula wala quwata illa billahil ‘aliyil adhim” kemudian di test. Orang yang memukul gaya itu terpental semua.

Setelah mengamalkan wiridan ini, saya merasakan adanya perubahan. Orang jadi takut sama saya. Sebaliknya, saya menjadi lebih berani. Pernah saya terjebak tawuran pelajar. Ketika saya ditimpuk dengan batu, tiba-tiba batu itu terpental sendiri sebelum mengenai saya. Akhirnya para pelajar itu kabur, ketakutan. Kondektur bis juga takut. Saya pernah marah dengan kondektur. Hanya gara-gara kurang ongkos. Waktu itu tarif bus untuk mahasiswa hanya seratus sementara penumpang umum membayar limaratus. Kebetulan, saya membayar tigaratus. Tapi, kondektur bis itu tidak percaya. “Kalau kamu mahasiswa bayar seratus juga saya terima,” kata kondektur itu. “Ya sudah kalau berani sini,” saya menantangnya. Ketika sudah dekat, dia ketakutan. Sepertinya dia melihat sesuatu yang menakutkan.

Selain ilmu di atas, saya juga mempelajari dua ilmu lainya. Yang pertama adalah ilmu kebal dan yang kedua wirid Sakran. Saya tidak tahu, mengapa saya seperti haus berbagai macam jenis ilmu. Sehingga saya sering berguru dari satu tempat ke tempat lainnya. Misalnya, saat itu saya juga belajar wirid sakran. Wiridan itu diamalkan setiap selesai shalat wajib selama tujuh minggu dan puasa Senin-Kamis selama tujuh minggu juga. Dengan niat “Aku niat puasa sunnah karena Allah untuk amalan wirid syaikh Habib Ali Abu Bakar As-Sakran.”

Sesudah seluruh ritual dalam tujuh minggu itu selesai, malamnya saya bermimpi sampai dua kali. Mimpi pertama adalah mimpi basah. Dan setelah bangun kemudian tidur kembali saya bermimpi berada di sebuah masjid yang besar di wilayah Tarim, salah satu daerah di Hadhramaut, Yaman. Di dalam masjid itu saya bertemu dengan orangtua. Yang memperkenalkan dirinya sebagai Habib Muhammad bin Abdul Rahman Assegaf. Kemudian ia menuntun saya berdoa di samping makam habib Ali bin Abu Bakar As-Sakran.

Beberapa hari kemudian, saya ceritakan mimpi itu kepada guru. Katanya mimpi itu menjadi wangsit bahwa wiridan saya sudah disahkan. Selang beberapa hari kemudian, ketika sedang berbaring di tempat tidur, tiba-tiba saya mendengar suara yang tidak saya ketahui darimana sumbernya, “Assalaamu’alaikum. Sekarang tuan adalah majikan saya. Dan saya adalah khadam tuan.”

Beberapa hari berikutnya saya sering kesurupan setelah tarawih di mushola. Di tengah kerumunan jamaah laki-laki. “Assalaamu’alaikum. Kenalkan nama saya Abdul Lathif.” Anehnya banyak jamaah yang bahkan menjadikan iin yang merasuk ke tubuh saya sebagai teman bercanda. “Namanya siapa ki?” Tanya sebagian jamaah. “Nama saya Abdul Lathif. Saya dari Baghdad. Saya khadamnya Firmansyah.” Terus banyak yang minta macam-macam. “Saya minta jodoh dong?” pinta seorang dari mereka. “Lu, yang cocok sama lu orangnya yang pendek,” kata Abdul Lathif melalui mulut saya. Mendengar jawaban itu, sontak jamaah tertawa terpingkal-pingkal.

“Saya minta nomer togel nih,” Tapi jin itu langsung menggerakkan tangan saya untuk mengambil buah dan melempar yang meminta, “Maksiat nanya-nanya sama gue,” kata jin Abdul Lathif.

Pernah iuga iin yang merasuk ke tubuh saya itu mengambil kopi dan meminumnya, “Nih, air bekas saya ini berkah” tak tahunya jamaah yang berada di sekitar saya langsung berebut meminum kopi itu. Peristiwa seperti ini teriadi sekitar sepuluh kali selama Ramadhan. Dan waktunya selalu setelah tarawih. Sebelum pergi jin itu pamitan dulu, “Sudah tidak ada pertu lagi dengan saya? Saya pergi dulu ya. Assalaamu’alaikum”. Setelah peristiwa demi peristiwa itu, akhirnya banyak yang konsultasi dengan saya. Dan, untuk menjawabnya, saya gabungkan saja berbagai keilmuan yang saya miliki.

Sehabis Ramadhan, jin Abdul Lathif masih sering merasuk ke tubuh saya. Bahkan saat saya sedang mengajar anak-anak remaia. Disini dia mulai mengisi anak-anak remaja itu. “Ki, saya sering lewat daerah-daerah tawuran. Minta penjagaan dong?” pinta seorang anak. “Ya, sini! Kamu baca “Asyhadu alla ilaha ilallah, . Asyhadu anna Muhammadar rasulullah. La haula wala quwwata ila billah.” lalu ia menjabat tangan anak yang diberi ilmu. Pada mulanya, jin Abdul Lathif baru datang setelah saya panggil. Dengan membaca Al-Fatihah untuk nabi. Kemudian shalawat untuk habib yang menciptakan wiridan ini. Setelah itu, saya memanggil “Ya Lathif” sambil menjejak bumi tiga kali. Setelah itu lin Abdul Lathif datang dan merasuk ke tubuh saya. Tapi lama kelamaan kedatangannya tidak lagi bisa saya kendalikan.



Awal Datangnya Hidayah.

Aktifitas di pengaiian anak remaja, terus menggiring saya untuk berkenalan dengan beberapa aktifis dakwah lainnya. Nah, dari sini saya sering tukar pengalaman dan berbagi cerita. Sejujurnya, saya katakan pada mereka bahwa saya punya ilmu-ilmu teftentu. Yang waktu itu, saya menyebutnya llmu kemukjizaan. Saya juga punya khadam dari jin dan menurut pendapat saya meminta bantuan jin juga tidak apa-apa. Pendapat saya ini dibantah oleh teman-teman. “Lho, itukan bacaan-bacaan lslami. Bacaan shalawat. Bacaan-bacaan Alquran,” saya mencoba beradu argumentasi. “Walaupun itu Asmaul Husna, tapi kalau itu buat kebal saya tidak percaya,” kata teman saya.

Seiring dengan semakin lama berinteraksi dengan mereka, saya merasa ada keanehan. Badan saya panas setiap hari. Saya juga sakit flu tidak henti-hentinya. Dan, setelah membaca artikel di majalah Ghoib, saya mulai meragukan kebenaran jalan yang saya tempuh selama ini.

Hal ini semakin diperparah dengan situasi rumah tangga yang sedikit mengalami goncangan. Dari sini saya mulai tidak yakin akan kebenaran ilmu saya. Akhirnya saya pergi ke Majalah Ghoib. Saat tiba di kantor Majalah Ghoib, saya merasa takut sekali. Kepala saya bergetar tanpa dapat saya kendalikan. Tidak seperti biasanya. Kemudian saya diterapi Ustadz Ahmad Junaidi. Saat itulah jin yang bersarang di tubuh saya dikeluarkan. Pada ruqyah pertama saja, kata ustadz Junaidi ada sekitar sepuluh jin yang keluar, tentu menurut pengakuan jin itu. Ada jin Abdul Jabbar, jin Konghuchu, jin Kristen, jin Budha dan yang paling bandel keluarnya adalah jin Abdul Lathif.

Ketika jin Abdul Lathif diruqyah ia berbicara dengan ustadz Junaidi dengan bahasa Arab. “Saya dari Baghdad. Cuma saya lama di Surabaya,” katanya. “Kenapa kamu masuk ke orang ini?” tanya ustadz Junaidi. “Siapa suruh. Yang baca wiridan itu dia. Ya, saya masuk. Kalau wiridan itu tidak dibaca, saya tidak masuk,” kata jin Abdul Lathif lagi. “Berarti kamu telah sesat dan menyesatkan” bentak ustadz Junaidi. Mendengar bentakan itu, jin Abdul Lathif hanya bisa diam. Kemudian jin itu berdoa seraya meminta pertolongan kepada Ali. “Ya Ali. Anqidzni (lolonglah aku).” “Jin, doamu ini syirik,” kata ustadz Junaidi. “Saya kan tawasul, ustadz,” ujar jin itu mempertahankan diri.

“Tawasul dengan dzat selain Allah itu berarti syirik,” kata ustadz Junaidi. “Tidak. lni tidak syirik. Saya berpegang teguh dengan manhaj Zainal Abidin,” kata jin Abdul Lathif masih membandel. Dia susah dikeluarkan. Karena badan saya sudah kecapekan, akhirnya ruqyah hari itu diakhiri juga. Meski sebenarnya saya masih merasa bahwa jin Abdul Lathif itu belum bisa dikeluarkan. Karena itu ustadz Junaidi menyuruh saya untuk datang lagi minggu depan. Disamping itu says dianjurkan untuk terus berdzikir dan melakukan terapi ruqyah secara mandiri.

Alhamdulillah setelah terapi ruqyah yang keenam, sekarang sqra sudah baik kembali tinggal sedikit pusing di kepala bagian belakang.

Begitulah sepenggal kisah yang saya yakin banyak dialami oleh orang lain, bergelut dengan dunia jin tanpa disadarinya. Atau bahkan sebagian orang menganggap ini merupakan suatu kelebihan yang diberikan Allah. Namun, pada akhirnya saya harus mengakui bahwa pendapat yang demikian itu salah.

Saya berharap kisah ini dapat menjadi renungan tersendiri, bagi siapapun yang berkenan.

(Sumber : Ghoib Ruqyah)

IKHLAS ITU MEMANG MENAKJUBKAN

Oleh : pak Agus Balung



Dalam tulisan saya terdahulu dalam blog ini juga yang berjudul Beda Thariqah dan Ilmu Hikmah sudah saya sebutkan, bahwa menurut kacamata thariqah, ilmu Hikmah itu bisa menjadi hijab bagi para penempuh jalan sufi. Mengapa demikian, karena kalau kita berdzikir pada Allah agar supaya dapat rizqi yang banyak, maka tujuan berdzikir itu tidak lillahi ta’allah, karena tujuan kita adalah agar supaya mendapatkan rizqi yang banyak, nah, ketika kita terbayang akan rizqi yang banyak, maka kita akan kehilangan Allah, ya kan ?

Nah, untuk memperkuat tulisan saya tersebut diatas, maka berikut ini saya sajikan tulisan dari Saudara saya Sun go kong, yang diposting dalam sebuah kolom comment tanggal 19 Oktober 2012, oleh Rishang Mukthi, berikut ini tulisannya :



Suatu ketika saya membaca sebuah koment, yang isinya : “Saya sudah lama mencoba mengamalkan amalan tersebut, tapi koq gak ada hasilnya, ya ?”

Dan mungkin masih banyak lagi pertanyaan yang senada, apa kurang khusyuk, atau bagaimana, dan sebagainya, dan sebagainya



Disini Saya (penulis ini), akan menceritakan pengalaman pengalaman saya, tanpa bermaksud ujub. Yang sedikit banyak sudah saya ceritakan di posting Pengalaman mistis.

Banyak dari kita mengamalkan suatu amalan, dzikir, mantra, hanya untuk semata mata mengejar hikmah saja. Dengan amalan ini maka kita akan bisa begini, bisa begitu, dan seterusnya dan seterusnya.

Dulu sayapun begitu, saya ingin punya kemampuan ini itu, bisa begini bisa begitu, yah, bisa sakti lah, bisa tampil beda dibanding dengan orang kebanyakan lainnya. Tetapi ternyata apa yang saya dapat ? Semakin dikejar, semakin menjauh. Semakin besar keinginan kita untuk memetik sesuatu, justeru semakin dalam kekecewaan yang didapat.

Sehingga sampai pada puncaknya, saya berkata dalam hati : “Persetan dengan ilmu ilmu itu…!!”. Lalu sayapun bertekad dalam hati, dzikir, cuma dzikir, yang penting dzikir, titik. Tidak ada lagi mau begini, mau begitu, hanya dzikir.

Pada titik inilah, justeru terjadi perubahan dalam diri saya. Saya mulai mendapatkan hikmah atas dzikir saya. Saya mulai bisa melihat alam ghaib, ini awal hikmah yang saya dapatkan. Ketika saya tanyakan pada guru, beliau hanya tersenyum, dan berkata : “Nak, itulah ikhlas”


Subhanallah, Ikhlas, satu kata yang sederhana, mudah diucap, ternyata sulit dikerjakan. Lalu kata guru saya selanjutnya : “Itulah buah yang kamu dapatkan, terawangan, itu hanya sekedar buahnya. Nah, satu pelajaran yang telah kamu dapat, yaitu keikhlasan.” Saat itu, saya begitu takjubnya dengan perkataan beliau, begitu indah ditelinga, begitu berharga pelajaran yang saya dapatkan.

Suatu ketika, guru kedatangan seorang tamu yang minta tolong, bapaknya, yang seorang pejabat, terkena guna guna hingga lumpuh dalam hitungan 3 hari. Gurupun menyuruh saya untuk berangkat kerumah orang yang sakit itu. Sayapun patuh pada guru, berngkatlah saya, padahal hikmah yang saya dapatkan Cuma baru bisa melihat yang ghoib saja, tidak lebih. Sebelum berangkat saya dipanggil guru ke musholahnya. Beliau berkata : “ Nak, berangkatlah kamu kesana, tapi ingat, kalau kamu mengandalkan ilmu kamu, mengandalkan dzikir kamu, saya pastikan 90 % kamu akan mati. Tapi kamu harus berangkat, dan ingat lagi, saya tidak akan menolongmu. Kalau kamu tidak mau berangkat, maka saya yang akan membunuhmu”

Mendengar perkataan guru, berbagai macam perasaan campur aduk jadi satu, dalam hati saya berkata : “Guru koq kejam amat sih, menyesal saya berada disini, berguru padanya.”

Dengan perasaan yang tidak menentu saya terpaksa berangkat ketempat orang yang sakit. Berada ditempat orang yang sakit saya cuma bingung dan bingung dengan berbagai pertanyaan yang dilontarkan oleh keluarga pasien, dan oleh hal hal lainnya. Hari pertama dan kedua tidak terjadi apa apa, disitu saya cuma berdzikir dan dzikir mohon pertolongan Allah. Pada hari ketiga, saat saya shalat dhuhur, saya merasa dibelakang saya ada sesuatu yang mengamati saya, dan memang benar. Begitu selesai shalat saya melihat ada satu makhluk yang luar biasa besarnya, saya hanya sebesar jempol kakinya, dia memandang saya dengan marah. Tiba tiba makhluk itu menggenggam tubuh saya, hingga saya tak bisa bernapas, sakit seluruh tubuh saya, begitu takutnya saya, apakah saya akan mati ?

Saya mencoba menerapkan dzikir saya, tapi anehnya makhluk itu malah tertawa dan berkata : “Apa yang kamu baca, aku sudah amalkan ratusan tahun, percuma !”

Hati dan pikiran saya jadi gelap mendengar perkataan makhluk itu, kalau sudah demikian adanya saya harus bagaimana lagi, apa yang harus saya perbuat, kenapa guru tidak mau menolong saya, mengapa guru menginginkan saya mati. Berbagai pertanyaan muncul dalam hati saya.


Sampai pada titik klimaks ketakutan saya, saya bersumpah serapah pada mkhluk itu : “Ayo bunuh aku ! semua orang pasti mati, sekarang mati besok juga mati, ayo cepat bunuh aku !!”

Tapi anehnya, makhluk itu malah melepaskan saya, dan menjauh, dari wajahnya terpancar ketakutan yang amat sangat. Sayapun heran kenapa ini bisa terjadi. Saya sudah tidak takut lagi pada makhluk itu, saya tidak takut mati, sayapun menemukan pencerahan. Inilah yang ditakutkan oleh makhluk itu, ketika rasa takut saya hilang, berganti dengan rasa pasrah pada dzat yang Maha Kuasa, shalatku, hidup dan matiku hanya untuk Allah semata, oleh karena itu terserah Allah kapan mau mengambil aku, kapan saja. Itulah kuncinya. Kemudian saya mencoba membaca Basmallah dengan komposisi batin pasrah, melepas semua ‘ke-egoan’ diri. Dan, apa yang terjadi, tiba tiba makhluk itu lebur menjadi abu, Subhanallah. Saya tertegun bingung tidak mengerti mengapa ini bisa terjadi, sampai keluarga yang sakit memanggil manggil saya, mereka berkata bapak sembuh dengan tiba tiba. Allahu Akbar, hanya itu kata yang terucap dari bibir saya.

Hari itu juga saya pulang ketempat guru, sampai disana, kembali guru tersenyum : “Bagaimana nak, apakah kamu mati ?”

Saya ceritakan kembali pada guru apa yang saya alami di rumah pasien dengan detail tak kurang satupun.

Lalu kata beliau : “Satu lagi buah yang kamu dapatkan dari ikhlas dan pasrah. Hanya itu yang bisa kita lakukan sebagai seorang hamba Allah. Kita pasrahkan hidup kita pada yang memberi hidup. Dan satu hal lagi, yaitu sikap penghambaan kita pada Allah, lepaskan sifat ke-egoan kita, karena sesungguhnya kita ini tidak mempunyai daya apa apa.


Semoga yang sedikit ini membawa manfaat pada kita semua, bahwa sikap yang ikhlas dan pasrah hanya untuk Allah semata akan berbuah sesuatu yang sama sekali tak terduga, kalaupun toh karena hikmah kita kebetulan dikaruniai oleh Allah sesuatu yang lebih dari orang kebanyakan, maka ingatlah sesungguhnya kita ini dihadapan Allah makhluk yang lemah dan tidak mempunyai daya, kecuali atas kehendakNya.



(Sumber : Sun go kong, posting by Rishang Mukhti, tgl.19 Oktober 2012)

KETIKA JIN TIDAK TAKUT PADA ORANG YANG BACA AL QURAN

Oleh : pak Agus Balung


Sering kita jumpai dalam realita kehidupan bahwa banyak orang yang membaca al qur’an tapi masih bisa diganggu oleh jin. Lalu sering pula kita saksikan dalam tayangan dunia lain atau uji nyali alam gaib, peserta uji nyali malah keder atau ketakutan walaupun sudah membacanya ayat ayat Qur’an misalnya ayat kursyi, surat yasin, atau surat surat yang lain. Apakah Al Qur’an sudah tidak ampuh lagi? Atau jin setan sudah kebal terhadap bacaan Al Qur’an?

Fenomena ini sering terjadi dan kadang sering membuat orang-orang menjadi galau, menjadi tidak percaya lagi pada ayat-ayat Al Qur’an, dan akhirnya malah lari dari ayat-ayat Al Qur’an, dan malah mencari selain ayat-ayat Al Qur’an karena iming-iming yang luar biasa dari suatu amalan atau mantera atau ajian tertentu yang bila diamalkan atau akan bisa mengalahkan bahkan mengendalikan jin setan. Bahkan kadang dengan bisa mengendalikan jin ada bonus lain, misalkan rejeki lancar atau kaya, bisa sakti atau di hormati orang lain, bisa mempengaruhi orang lain dan banyak lagi bonus yang memanjakan nafsu anak manusia.

Hal-hal tersebut sangat tidak baik apalagi jika ditonton oleh anak kecil yang masih bersih.

Bila anak-anak kecil menonton hal tersebut pasti akan mempertanyakan kenapa jin tidak takut pada orang yang membaca ayat-ayat Al Qur’an, lebih parah lagi jika sudah menonton tayangan pemburu hantu, pasti dalam benaknya tertanam bahwa orang-orang yang bisa mengalahkan atau mengusir hantu atau jin harus dengan acara mengeluarkan tenaga dalam dan lain sebagainya.

Mungkin anda pernah mendengar ketika ada orang yang kesurupan dan coba diobati atau dibacakan ayat kursyi tapi jin dalam tubuh orang yang kesurupan tersebut malah mentertawakan dan bahkan menyalahkan tajwid dan mengajari ngaji.

Pernah suatu ketika ada kejadian didekat rumah teman yang biasa kami jadikan tempat untuk dzikir. Didekat rumah teman tersebut terjadi kesurupan. Orang-orang yang ada dirumah tersebut mencoba menolong dan membacakan ayat kursyi namun malah ditertawakan karena tajwidnya salah dan malah diajari ngaji yang benar oleh jinnya.



Karena gaduh teman saya keluar rumah. Setelah tahu bahwa terjadi kesurupan, teman saya menyuruh orang yang kesurupan untuk dibawa masuk kedalam rumahnya, dan dibawalah orangyang kesurupan itu masuk keruma teman, namun baru sampai didepan pintu halaman saja jinnya sudah meronta dan pamitan mau kabur dan benar orang yang kesurupan tersebut akhirnya sadar hanya dibawa masuk kehalaman rumah teman saja.

Hal-hal tersebut terjadi adalah karena imannya tidak seratus persen untuk Allah. Ada beberapa bagian imannya yang diberikan untuk selain Allah, jin setan misalnya. Jika orang tersebut percaya bahwa jin setan mempunyai kekuatan dan bisa mencelakakan seseorang maka jin dan setan akan masuk kedalam tubuh orang tersebut dan menguasainya. Dan bila sudah menguasai tentu saja akan dibuat semua bergantung pada mereka, dan tidak pada Allah.

Orang yang beriman sudah pasti tidak akan memberi ruang dalam hatinya untuk selain Allah.

Dia tidak takut pada gangguan jin atau setan karena ia bersama Allah dan yakin bahwa jin atau setan itu lemah. Orang yang beriman atau yakin kepada Allah, apa yang ia ucapkan semua didasari oleh iman, iman kepada Allah.

Orang yang beriman tidak akan pernah bermain-main dengan jin atau setan seperti para dukun atau paranormal itu. Dalam kasus orang kesurupan yang saya ceritakan diatas, insya Allah karena iman. Rumah orang yang beriman ditakuti oleh jin. Tidak perlu menggunakan ayat-ayat Al Qur’an untuk mengusir jin seperti pada kasus diatas.



Percuma saja membaca ayat-ayat Al Qur’an bila ada rasa takut kepada selain Allah. Jin atau setan hanya takut pada orang yang benar-benar takut kepada Allah bukan takut kepada mereka.

Takut kepada Allah berarti mempunyai iman dan takut pada jin dan setan berarti tidak beriman.

Percuma saja mengaji setiap hari atau menjalankan syariat islam bila hatinya tidak islam.

Percuma saja mengaji tapi ngajinya bukan sebagai amal ibadah namun hanya untuk mempertahankan atau memperdalam ilmunya yang berkolaborasi dengan jin atau setan.

Percuma saja orang beribadah tapi tujuannya bukan Allah. Sesungguhnya antara iman dan syirik adalah sangat tipis. Disinilah orang sering tertipu.

Baju muslim, kefasihan berbahasa Arab, kepanjangan janggut, dan ornamen islam lainnya bukanlah ukuran iman seseorang.

Lamanya mondok atau belajar agama tidak menjamin ketebalan iman seseorang. Bahkan gelar ustadz atau kyai tidak menjamin seseorang beriman kepada Allah.



Sering terjadi kesalahan fatal dalam melihat keimanan seseorang dalam masyarakat. Belum tentu orang yang tidak fasih Al Qur’an imannya tipis.



Belum tentu orang yang berpakaian ala kadarnya dan jauh dari baju gamis dan surban itu tidak beriman.

Bila ada orang membaca Al Qur’an namun tanpa di dasari iman, tentu saja jin atau setan akan menertawainya sefasih apapun dia.



Namun walaupun seseorang yang tidak fasih namun beriman, dia akan ditakuti jin dan setan.

Orang yang beriman, insya Allah segala tindak tanduknya akan ditakuti oleh jin atau setan walaupun dalam tidur sekalipun, karena tidurnya orang beriman adalah ibadah, sedangkan tidurnya orang yang tidak beriman dan bodoh tidak akan ditakuti walaupun orang tersebut dalam keadaan menjalankan ibadah.

Orang beriman itu tentu saja akan menjalankan syariat islam sepenuhnya. Dia tidak mungkin keluar dari syariat karena syariat adalah pagar yang akan melindungi dia dari terkaman nafsu setan yang banyak bekeliaran diluar pagar syariat dan akan membawa kepada jalan dosa yang tentu saja dibenci oleh Allah.

Semoga bermanfaat .

KEKUATAN DIRI SENDIRI - KEKUATAN DALAMAN

Oleh : Pak Agus

Sebagian besar orang yang belajar Metafsika biasanya bermimpikan untuk menjadi sakti, berangan angan untuk tampil beda dengan orang kebanyakan, terlebih dalam hal kemampuan. Umumnya sih begitu. Apa itu salah. Tidak, keinginan yang seperti itu sah sah saja. Banyak tayangan televisi yang mengangkat soal itu. Untuk gampangnya kemampuan yang seperti itu kita sebu t saja dengan kemampuan “supranatural”.

Kemampuan supranatural itu misalnya seperti, tahan pukul, kebal bacok, mampu memecahkan balok ataupun baja, mengalihkan hujan, mengusir mahluk halus jahat, mengisi benda biasa menjadi benda bertuah, dan masih banyak lagi. Didalam kitab suci Al Quran banyak kita temui peristiwa yang luar biasa yang dialami oleh orang orang jaman dahulu. Bagaimana Ibrahim a.s dibakar oleh raja Namrud, tetapi sedikitpun kulitnya tidak lecet, bagaimana pada jaman Sulaiman a.s ada seorang pengikutnya yang mampu memindahkan singgasana ratu Balqis dari Yaman ke Palestina dalam waktu sekejap. Dan bagaimana pula Sulaiman a.s sendiri mampu berbicara dengan binatang, mampu memerintahkan jin, dan mampu pula memerintah angin.

Demikianlah kalau Allah berkehendak menjadikan manusia memiliki kemampuan luar biasa, dan kemampuan itu muncul dalam keadaan tertentu. Atau bisa juga dimunculkan setelah melalui proses yang lama dan berat, yaitu melalui latihan ataupun dzikir tertentu, dan proses itu tidak instan, proses itu panjang, berat dan memerlukan kesabaran serta istiqomah, walaupun Allah tidak menutup kemungkinan hal semacam itu bisa muncul secara instan.

Menurut penelitian para ahli, bahwa dalam diri setiap manusia menyimpan potensi yang luar biasa, dan potensi itu tersembunyi rapi dalam dirinya. Dan selama ini, potensi tersebut tertutup rapat oleh berbagai sebab. Orang yang mampu membuka hijab apa yang menjadi penutup kekuatan dalam dirinya itu, maka orang itu akan mampu melakukan sesuatu yang luar biasa, yang dalam kondisi normal, orang tidak mampu melakukannya.

Tidak jarang kekuatan luar biasa yang ada dalam diri ini muncul secara mendadak pada saat kita dalam kondisi terdesak. Dalam keadaan terdesak, dikejar anjing, orang akan mampu melompat pagar yang tinggi, yang dalam kondisi normal, tidak mungkin pagar itu mampu dilompati. Seorang bapak akan mampu mengangkat mobil yang beratnya lumayan yang sedang menghimpit anaknya, dan masih banyak contoh lain yang menggambarkan betapa kekuatan dalam diri manusia akan muncul dengan sendirinya begitu dalam kondisi terdesak. Kejadian mendadak yang mendesak dan rasa terkejut serta khawatir, mampu membuka blocking mental yang selama ini menjadi penutup kekuatan yang tersimpan dalam diri kita. Kekuatan tersembunyi dalam diri setia orang bisa juga dibangkitkan, diaktifkan energy dalam dirinya, lalu diasah dan dirawat, atau dengan kata lain dilatih. Dan proses ini tidak instan, memerlukan waktu lama, kesabaran, istiqomah.

Pada perguruan silat dan seni bela diri, pada tahapan tertentu peserta dilatih untuk membangkitkan dan menggunakan tenaga dalam untuk pertahanan diri dan juga untuk menyerang nusuh. Peserta akan diajarkan tehnik olah napas dan konsentrasi, dan kalau itu dilakukan secara terus menerus dan istiqomah, maka peserta akan mampu memecahkan setumpuk balok es, atau menahan pukulan, ataupun hal hal lain yang bikin orang lain takjub. Kemampuan ini murni dari orang yang bersangkutan, bukan dari jin atau mahluk halus lainnya. Kekuatan ini didapat dari latihan yang panjang dan berat, serta sungguh sungguh, tanpa ditambahi dengan ritual tertentu.

Bagaimana mungkin manusia mempunyai kemampuan seperti itu, wallahu a’lam, Allah maha tau, kenyataan memang begitu. Allah telah menjadikan manusia sebagai sebagai sebaik baik mahluk ciptaanNya, sehingga mahluk yang lain, jin dan malaikat diperintahkan Allah untuk sujud pada manusia. Untuk lebih simplenya, kekuatan yang ada dan tersembunyi dalam tubuh kita ini, kita sebut saja dengan energy. Sebagaimana yang kita tahu dalam ilmu fisika, setiap benda punya energy, termasuk benda matipun punya energy yang tersimpan didalamnya. Begitu juga dengan manusia, pasti menyimpan energy, dan energy ini adalah sumber dari power, kekuatan diri manuasia itu sendiri. Dan energy ini rapi tersembunyi dalam tubuh kita.

Begitu energy ini diaktifkan, maka energy ini siap digunakan untuk apa saja, tergantung kita. Dan energy yang ada dalam tubuh kita ini adalah energy pintar, smart energy. Kita perintah apapun, pasti dia akan
melaksanakan perintah itu tanpa meleset. Baik perintah itu positif ataupun negative.

Kalau kita fokuskan energy ini untuk Healing, pengobatan, baik untuk pengobatan diri sendiri ataupun orang lain, maka energy kitapun akan mampu mengobati. Dalam hal pengobatan, energy ini bisa kita analogikan sebagaimana sinar lasser, kalau sinar lasser kita tembakkan ke titik tertentu sebagai sumber penyakit, maka titik penyakit itu akan mati karena sinar lasser. Demikian juga dengan energy yang ada dalam tubuh kita ini, kalau kita arahkan ke titik yang sakit dan kita perintahkan untuk membunuh virus penyakit dan menyembuhkan, maka insya Allah, sembuh. Cuma bedanya, kalau sinar lasser kita tembakkan ke titik penyakit, dia akan membunuh virus penyakit, tapi sekali gus merusak sel sel yang lain disekitar sumber penyakit tersebut, namun kalau energy, tidak akan merusak sel disekitar sumber penyakit.

Lalu, apakah bisa kekuatan yang ada dalam tubuh kita ini dipergunakan untuk yang lain, selain untuk penyembuhan, jawabnya tentu saja bisa. Dan itu dibuktikan oleh banyak perguruan silat, tai chi, atau perguruan tenaga dalam, walaupun murni hanya dengan menggunakan power yang ada dalam dirinya, tenaga dalam, tanpa ilmu karomah, mereka mampu menunjukkan kekuatan yang melebihi orang kebanyakan.

Sebagaimana firman Allah dalam Al Quran, bahwa jin dan manusia diciptakan hanya untuk beribadah kepada Nya. Oleh karena itu apapun yang kita lakukan janganlah lepas dari bingkai ibadah, apapun yang

kita perbuat kalau kita niatkan hanya untuk ibadah semata, subhanallah, maka pahala akan kita dapatkan, insya Allah. Begitu juga dengan kekuatan, power, energy yang kita miliki dalam tubuh kita ini, hendaknya kita pergunakan untuk hal hal yang diridhoi Allah semata. Sebagai penutup, kami cuplik kata kata hukamah :



Jangan heran melihat orang bisa terbang, karena burung juga bisa terbang.

Juga jangan heran melihat orang bisa berjalan diatas air, karena bebek juga

bisa berjalan diatas air. Akan tetapi heranlah dan kagumlah kepada orang

yang bisa rendah hati, tidak sombong diri, ketahuilah, semakin dalam

orang itu merendahkan diri dihadapan Allah, maka semakin dekatlah hamba itu

dihadapan Allah, kalau sudah demikian maka karomah karomah Allah akan mudah

sekali dia terima.



Semoga tulisan yang sederhana ini membawa

manfaat bagi kita semua.

Wassalam