Kaifiyat Tauhidussifat memandang segala sifat yang berdiri pada dzat adalah sifat Allah. Tidak ada yang mendengar kecuali dengan mendengarnya Allah. Tidak ada bagi hamba sekalian itu mempunyai sifat, kecuali hanya sebagai madzhar sifat Allah. Mengesakan Allah ta’ala dalam segala sifat, sirna semua sifat mahluk di bawah sifat Allah. Sifat sifat 20 itu pada hakikatnya adalah yang dikehendaki dalam asma’ul husna. Pandang, syuhud, baik dengan mata kepala atau mata hati, i’tiqodkan hasil pandangan syuhud tersebut yakini bahwa segala sifat yang berdiri pada dzat yang madzhar pada mahluk seperti sifat qudroh irodah ilmun hayatun sama’ bashor kalam semua itu nyata terlihat dan dirasakan oleh kita bahkan oleh mahluk lain bahwa itu semua bersifat majazi (ja’iz/ ada tapi bukan milik. Hakikatnya yang memiliki semua sifat itu adalah Allah. Orang yang mengakui yang bukan haknya itulah seburuk buruk orang dan itulah yang disebut bid’ah dzolalah. Sifat yang berdiri pada dzat Allah yang bisa kita ketahui adalah kuasa, berkehendak,Ilmu, hidup, mendengar, dan berkata (sifat maani) sifat sifat itu ada pada manusia yang kemudian menjadi sifat ma’nawiyah (subyek). berkuasa menjadi yang berkuasa, berkehendak menjadi yang berkehendak dll. Subyek yang ada pada mahluk itu menjadi madzhar nya Alloh sebagai sifat yang majazi. Yang terasa pada kita itu hakikatnya milik Allah, sebut saja itu adalah sekedar pinjaman. Diumpamakan seperti cahaya, itu adalah cahaya Allah. seperti bumi menjadi terang bukan karena bumi itu terang tetapi karena cahaya matahari yang menyinarinya. Jika sudah benar, tahqiq, cara pandang, cara syuhud, niscaya kita akan tenggelam.
Wa Qolbuhu Ladzi Yuddzmiru bi
Kaifiyat
tajalli sifat engkau pandang bahwa hamba yang mendengar itu dengan
Allah, hamba yang melihat itu dengan Allah, yang berkata kata itu dengan
Allah yang berkehendak itu dengan Allah dst, maka lengkaplah keyakinan
kita, inna sholati wa nusuki …..lillahi robbil alamin, li adalah milik
bukan diartikan untuk.Syariat qouli wa thoriqotu fi’li wa haqiqotu haali wa ma’rifatul ro’sul maali. Tidak ada harta yang paling istimewa kecuali ilmu yang yuntafa’ ubih, ilmu itu bisa berupa ilmu lahir bisa berupa ilmu bathin, ilmu rahasia, ilmu yang menyinari (linuriyahu) yang rahmah dan berkah, rahmah berkaitan akherat berkah berkaitan dengan dunia. Ilmu sebagai kunci dunia dan kunci akherat. Ilmu adalah sifat Allah yang nyata nurnya pada kita.
Ada beberapa cara para malaikat dan ruh (dalam suroh lailatul qodar) turun ke bumi (intholiqu ila abdi). Ruh itu adalah para auliya’. Malaikat kembali lagi ke langit tapi para auliya’ itu tidak langsung kembali. Kadang secara jasad barzakhi dan jasmani wujud menguji kita. Kadang hanya berupa jasad barzakhi dan meminjam jasmani seseorang di dekat kita (contoh anak) lalu menguji kita dengan polahnya jika kita nggak sabar lalu menyakitinya menamparnya, maka auliya’ itu lalu tertawa, ah segitu to sabarnya.
Faidah tajalli memandang Allah dengan tadrij (sedikit demi sedikit). Tidak usah terburu buru yang penting apa yang diketahui maka amalkan. Jadikan laa ilaha illalloh menjadi pohon tauhid yang kuat dari hembusan nafsu. Benih itu tumbuh dengan tadrij. Pandang terus, meski satu menit dalam sehari. Usahakan di awal kesadaran yaitu bangun tidur dan diakhir kesadaran yaitu mau tidur. Sehingga paling tidak di awali ingat pada Allah dan diakhiri dengan ingat Allah meski di tengahnya bolong. Alhamdulillah ternyata saya masih dihidupkan, ternyata saya masih harus mengahadapi ujian, niscaya Allah akan menolong kita menghadapi semua.Seperti orang sholat diawali dengan qosd “Allahu akbar” meski setelahnya lupa lagi nanti diakhiri salam.
Memang susah menerapkan tauhidussifat, karena ini memang maqom para ambiya dan aulia. Mulailah memandang sifat Allah satu persatu. Kita harus mengenal semua sifat dua puluh. Dilantunkan, difaham, ditanamkan. Fahami sifat nafsiah, yaitu wujud. Kemudian lima sifat salbiyah. Wujud itu artinya diri. Salbiyah itu mahkota wujud, keagungan wujud. selanjutnya tujuh sifat ma’ani. Ma’ani itu masdar akar kata, sumber, atau inti. dan tujuh sifat ma’nawiyah sebagai pengembangan sifat ma’ani. Qudroh artinya kuasa, pada saat nyata berkembanga menjadi qodirun, artinya yang kuasa.Ketika sudah berbentuk ma’nawiyah (maf’ul) maka mengandung makna pelaku dan ada kata kerjanya, dan mengandung pula objek.
Dalam kajian tauhid sebetulnya penambahan kata maha itu tidak dibenarkan. karena artinya memberikan jarak antara Allah dengan mahluk.
Ketika Rosululloh menerima wahyu, beliau menerima dengan lantaran jibril, dengan tabir, dengan suara keras, kecuali pada saat menerima perintah sholat. Kita tidak pernah melihat Allah. Melihat mahluk kita menemukan sifat kuasa. Maka munculah yang kuasa, maka yang kuasa itu pandang sedikit demi sedikit bahwa tidak ada yang kuasa kecuali Allah. Maka fana’lah perbuatan, nama, sifat pada mahluk kembali pada perbuatan, asma, sifat Allah. Tanam dalam hati yang kuat, dikunci jangan sampai goyah. Kembangkan sifat dari sifat sifat ma’ani sampai ke ma’nawiyah.
Adam sebagai kholifah fil ardz. Yang namanya bapak jasmani disebut kholifah fil ardz, maka anak keturunannya juga diberi predikat kholifah fil ardz. Apa itu kholifah? Ilustrasinya adalah:
Sebuah negara mengirimkan perwakilannya kepada yang lain namanya duta besar. Di kantor maupun di rumah dubes itu di pagar dengan rapat untuk membatasi hukum yang berlaku. Apapun yang dikata oleh dubes adalah mewakili negaranya. Apapun hukum yang dikata oleh dubes maka itu mewakili negara. Jika kita memaksa melompat pagar, maka kita terkena hukum negaranya.
Contoh lagi adalah seorang mak comblang. Apapun yang dikata oleh si comblang maka seolah itu datang dari arjuna di telinga srikandi. Karena semua merasa terwakili.
Bagaimana dengan kholifah Allah. Kita tidak pernah melihat Allah. Maka kholifah Allah itu yang mewakili di tengah tengah kita yang menyalurkan kita kepada Allah yang gho’ib. Man arofa nafsah arofa robbah. Barang siapa mengenali diri yang kholifah maka akan mengenal Allah.Kholifah adalah yang diutus Allah untuk menunaikan hukum hukumnya. Dia adalah orang yang sudah ma’rifat kepada Allah yang baginya nggak ada yang tersembunyi. Yang mencapai nafsu muthma’innah.
Kholifah pertama di bumi adalah adam. adam secara bahasa adalah berarti dulu. Sebagai kholifah Adam telah diberi bekal mengetahui segala asma’. Tidak ada yang tersembunyi baik yang terkecil maupun yang terbesar.
Huwa lladzi kholaqo samawati wal ardz….. dia mencipta. Dia siapa? dia insan kamil para arifin billah.Kepadanya dia dilimpahkan ilmu laduni. Dengan Ilmu laduni itu ialah yang sebenarnya yang dikatakan alim (alim robbany). Abu yazid bahkan mengatakan kepada ulama’ dhohir “Akhodztum Ilma Minal Mayyit ila Mayyit Wa Akhodzna Ilma Mina lladzi la yamut”.