Sunday, September 12, 2010

MAKRIFAT MEMBEZAKAN ANTARA SIFAT BAHARU DENGAN QODIM

Makrifat dimulai dengan mengenal diri.Apabila seseorang mengenal dirinya nescaya mengenal dia akan Tuhan-Nya.

Seperti sama-sama kita rasakan bahawa apabila seorang hamba membicarakan masalah mengenal dirinya dengan menempuh segala jalan sampai datang hari wafatnya tidaklah akan memperoleh hakikat yang sebenarnya kerana sihamba itu disifatkan dengan lemah, faqir dari mengenal dirinya, dan lemah dari berbuat sesuatu, lemah dari menolak segala yang mudhorat, tidak berdaya untuk melakukan perbuatan bermanfaat dan sebagainya. Manusia harus mengembalikan segala sesuatu kepada Tuhan . Tuhanlah yang mengetahui segala yang nyata dan yang tersembunyi dari ujud sejati yang dikehendaki-Nya.

Apabila kita telah ketahui bahwa diri kita itu mengandung sifat faqir, lemah, kekurangan, kemudian didatangkan beberapa anugerah berupa karunia seperti bergerak, melihat, mendengar, berakal dan lain-lain yang seolah-olah menyerupai sifat-sifat Tuhan, janganlah kita mengaku bersifat dengan sifat ketuhanan tersebut. Allah melarang dan mencegah seseorang mengakui yang bukan miliknya, tetapi kita diperintah untuk bersyukur atas nikmat yang disertakan-Nya kepada kita.

Sebaik-baik waktu bagi kita adalah selalu dalam keadaan berhajat kepada Allah dalam menghadapi segala hal dan ehwal kita. Sebaik-baik waktu bagi kita adalah selalu Ujud Hudhur hati kepada-Nya dan selalu menjaga diri kita tidak putus hubungan dengan-Nya yakni menjauhkan segala sebab yang akan menjauhkan kita dari Allah Ta`ala.

Kita harus merasakan perkembangan diri kita, bahawa keadaan seluruh makhluk tidaklah sunyi dari nikmat Allah. Kita tidak berdiri melainkan dengan kurnia-nya . Yaitu Allah yang Maha Tinggi dan Maha Besar. Kita berkehendak kerana-Nya. Hendaklah tahqiqkan sifat kehambaan bagi diri kita supaya kita faqir dalam kekayaan Allah, kita hina dalam kemuliaan Allah, dan kita lemah dalam kegagahan Allah. Begitulah cara-cara kita menerima tajalli dari Allah.

Perhatikan sebuah hadis qudsi, Allah berfirman yang ertinya :

“Tidaklah sampai orang-orang yang ingin mendekatkan dirinya kepada Allah dengan hanya melakukan ibadah-ibadah yang fardhu. Hendaklah hamba-Ku senantiasa mendekatkan dirinya kepada Allah dengan melakukan ibadah-ibadah yang sunnah (sebagai pelengkap ibadah) sehingga Aku kasih. Apabila Aku kasih kepada hamba-Ku nescaya pendengarannya yang mendengar dengan Dia, dan penglihatannya yang melihat dengan Dia, dan lidahnya yang berkata dengan Dia, dan kakinya yang berjalan dengan Dia, dan hatinya yang bercita-cita dengan Dia”.

Syeikh Abu Yazid Basthomi telah berkata bahawa aku telah bersalah dalam empat perkara. Aku menyangka bahawa aku menyebut Allah , mengenal Dia, dan kasih kepada-Nya, dan menuntut sesuatu dari-Nya . Sesungguhnya sebutan-Nya lebih dahulu daripada aku menyebut, kasih-Nya lebih dahulu daripada aku kasih, pengenalan-Nya lebih dahulu daripada aku kenal, dan tuntutan-Nya lebih dahulu daripada aku menuntut.

Tiada berkesudahan seseorang dalam kecelakaan selama dikembalikannya segala daya dan upaya kepada dirinya sendiri dan tiada selesai puji-pujinya kepada Allah, jika tidak diketahuinya hakikat puji itu. Hakikat puji itu berasal dari karunia Allah berupa Nur iman dan ridho yakni inayah-Nya, dan taufiq-Nya dan ilham-Nya. Apabila telah zohir Nur iman tersebut pada diri seseorang mukmin maka dalam mengerjakan segala amal dan segala macam ibadah nescaya hatinya syuhud dan jinak, dan hilanglah segala kepicikan dan kesempitan. Akhirnya, hapuslah segala gangguan yang menutupi hatinya selama ini.

MAKRIFAT SEBAGAI MUAMALAH HATI HATI KEPADA ALLAH

Yang dimaksud dengan makrifat kepada Allah ialah orang yang menggunakan mata hati untuk menempuh jalan menuju kepada terbukanya hakikat “Asy-ya”,yakni terbukanya hakikat sesuatu sehingga dapat menelaah keindahan alam yang sedang kelihatan i`tibarnya.

Keindahan alam tidak terbatas pada bendanya saja, tetapi harus lebih luas lagi dari itu, yakni sampai terpandang makna alam itu dan sampai bersambung pada pencipta-Nya yaitu Allah Taala, dengan segala sifat kamalat-Nya.

Rahsia yang ditanam kedalam hati orang mukmin yang ingin dekat kepada Allah adalah ditanamkan-Nya rasa fana` kepada Allah dan rasa baqa` dengan Allah.

Rasa fana` adalah perasaan dalam hati bahawa setiap sesuatu pasti terjadi dengan sifat Allah. Tanpa sifat Allah tak mungkin terwujud segala sesuatu itu. Rasa fana` kepada Allah hendaknya dirasakan setiap bertemu dengan sesuatu didalam alam.
Setiap bertemu dengan alam harus dilaksanakan muraqobah (mengintai) kebesaran Allah atas segala sesuatu yang kita temui itu, terutama atas diri kita sendiri. Untuk lebih cepat datangnya rasa fana` itu hendaklah kita menggunakana sifat kehambaan seperti : lemah, hina, faqir, dhaif, dan serba kekurangan. Setelah kita tetapkan sifat tersebut, maka kita menunggu datangnya pertolongan dari Allah, sesuai dengan perkataan Syeikh Ibnu Athoillah bahawa barang siapa menetapkan dirinya bersifat kehambaan nescaya akan ditolong dengan sifat ketuhanan, seperti mendengar, melihat, mengetahui, dan bersuara.

Rasa baqa adalah merasakan bahwa adanya alam dan makhluk kerana ada yang menyebabkannya. Ditetapkannya alam oleh Allah dan hapusnya alam adalah wahdaniah Allah, kerana segala sesuatu harus bersama dengan kekayaan Allah. Segala sesuatu ada dengan kebesaran Allah. Keadaan alam adalah pos atau wadah tempat kita memandang “izmah Allah”.

Apabila kita memperhatikan alam, maka kita tidak luput dari salah satu diantara tiga macam keharusan. Pertama, segala sesuatu harus dengan Jalal Allah yakni dengan sifat ma`anie. Kedua, segala sesuatu harus dengan Jamal Allah yakni dengan sifat salbiyah Allah, sifat keindahan dan kesucian Allah. Ketiga, segala sesuatu harus dengan sifat Qohhar Allah, yakni dengan sifat kekuatan dan kekerasan qodha dan qodhar Allah, yakni dengan sifat maknawiyah Allah.

Setiap orang bermakrifat harus menguakkan pengalaman, tidak cukup dengan ucapan-ucapan semata, kerana barangsiapa yang belum sampai pada tahap pengalaman (tahap rasa) dia belumlah mengenal hakikat ketuhanan yang sebenarnya. Siapa yang betul-betul memahaminya, maka jiwanya akan terasa indah, terasa asyik dan terasa rindu. Kerana selama ini kita berada dibelakang hijab (dibelakang dinding) sedangkan wujud Allah terlalu ghaib, maka kita harus merasa lemah, dan harus membangkitkan semangat rindu kepada kekasih kita, kepada yang mewujudkan kita , yang bersifat kamalat.
Mereka itu selalu mengadakan persiapan untuk membuat pertalian dengan Allah, lalu ber-mu`amalah hatinya dengan menggunakan tafakur. Ketika terbuka jendela hatinya , pada saat itu pula dia menerima impian (ilham) dari yang ghaib sebagai karunia untuk menyiram imannya sehingga imannya mencapai maqam yakin. Dengan demikian, amal ibadahnya mencapai siddiq, yakni siddiq dalam ibadah. Yang dimaksud dengan siddiq dalam ibadah adalah yang sudah selamat dari gangguan syahwat dan hawa nasu. Barangsiapa tidak sanggup memutuskan pohon yang pahit , maka ia tidak akan sampai pada pohon yang manis. Adapun yang dimaksud dengan pohon yang pahit ialah hawa nafsu dan syahwat dan yang dimaksud dengan pohon yang manis ialah hati yang jinak dan rindu pada Allah.