BABAD TANAH
JAWA,Syekh Subakir
أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله
Syekh Subakir (Datuk kepada Sunan Kalijaga)
Syekh
Subakir, sangat berjasa
dalam menumbali tanah Jawa, ”Dalam legenda yang beredar di Pulau Jawa
dikisahkan, Sudah beberapa kali utusan dari Negeri Arab, untuk menyebarkan
Agama Islam di tanah Jawa khususnya, dan Indonesia pada umumnya tapi telah
gagal secara makro. Disebabkan orang-orang Jawa pada waktu itu masih kokoh
memegang kepercayaan lama. Dengan tokoh-tokoh gaibnya masih sangat menguasai
bumi dan laut di sekitar P Jawa. Para ulama yang dikirim untuk menyebarkan
Agama Islam mendapat halangan yang sangat berat, meskipun berkembang tetapi
hanya dalam lingkungan yang kecil, tidak bisa berkembang secara luas. Secara
makro dapat dikatakan gagal. Maka diutuslah Syekh Subakir untuk
menyebarkan agama Islam dengan membawa batu hitam yang dipasang oleh Syekh
Subakir di seantero Nusantara, untuk tanah Jawa diletakkan di tengah-tengahnya
yaitu di gunung Tidar . Efek dari kekuatan gaib suci yang dimunculkan oleh batu
hitam menimbulkan gejolak, mengamuklah para mahluk : Jin, setan dan mahluk
halus lainnya. Syekh Subakir lah yang mampu meredam amukan dari mereka.
Akan tetapi mereka sesumbar dengan berkata: “ Walaupun kamu sudah mampu meredam
amukan kami, kamu dapat mengembangkan agama Islam di tanah Jawa, tetapi
Kodratullah tetap masih berlaku atas ku, ingat itu wahai Syeh Subakir.” “Apa
itu?” kata Syekh Subakir. Kata Jin, “Aku masih dibolehkan untuk menggoda
manusia, termasuk orang-orang Islam yang imannya masih lemah”.
Syekh Subakir berasal dari Iran ( dalam
riwayat lain Syekh Subakir berasal dari Rum). Syekh Subakir diutus ke
Tanah Jawa bersama-sama dengan Wali Songo Periode Pertama, yang diutus
oleh Sultan Muhammad I dari Istambul, Turkey, untuk berdakwah
di pulau Jawa pada tahun 1404,
mereka diantaranya:
- Maulana Malik Ibrahim, berasal dari
Turki, ahli mengatur negara.
- Maulana Ishaq, berasal dari
Samarkand, Rusia Selatan, ahli pengobatan.
- Maulana Ahmad Jumadil Kubro, dari
Mesir.
- Maulana Muhammad Al Maghrobi,
berasal dari Maroko.
- Maulana Malik Isro’il, dari Turki,
ahli mengatur negara.
- Maulana Muhammad Ali Akbar, dari
Persia (Iran), ahli pengobatan.
- Maulana Hasanudin, dari Palestina.
- Maulana Aliyudin, dari Palestina.
- Syekh Subakir, dari Iran, Ahli
menumbali daerah yang angker yang dihuni jin jahat.
Dalam legenda yang beredar
di Pulau Jawa dikisahkan, bahwa sudah beberapa kali utusan dari Arab
didatangkan untuk menyebarkan Agama Islam di tanah Jawa khususnya, dan
Indonesia pada umumnya, tapi selalu gagal secara makro. Kegagalan itu
disebabkan karena orang-orang Jawa pada waktu itu masih kokoh memegang
kepercayaan lama. Masyarakat masih senang menyembah barang-barang bertuah dan
ruh-ruh yang diyakininya dapat membimbing, memberi ilham dan menolong mereka.
Dengan
tokoh-tokoh gaibnya, para tokoh masyarakat masih sangat menguasai bumi dan laut
di sekitar Pulau Jawa. Para ulama yang dikirim untuk menyebarkan Agama Islam
mendapat halangan yang sangat berat. Meskipun berkembang, tetapi hanya dalam
lingkungan yang kecil, tidak bisa berkembang secara luas. Artinya, secara makro
dapat dikatakan gagal.
Karena
itu, maka diutuslah Syeh Subakir yang dikenal memang sakti mandraguna. Beliau
diutus secara khusus menangani masalah-masalah yang terkait magic dan spiritual
yang dinilai telah menjadi penghalang diterimanya Islam oleh masyarakat yang
masih demen ilmu-ilmu mistik.
Untuk
menyebarkan agama Islam, menurut cerita yang berkembang, Syekh Subakir membawa
batu hitam yang dipasang di seantero Nusantara, untuk tanah Jawa
diletakkan di tengah-tengahnya yaitu di gunung Tidar . Efek dari kekuatan gaib
suci yang dimunculkan oleh batu hitam menimbulkan gejolak, mengamuklah para
mahluk: Jin, setan dan mahluk halus lainnya. Syeh Subakir lah yang mampu
meredam amukan dari mereka. Akan tetapi mereka sesumbar dengan berkata: “Ya
Syekh, walaupun kamu sudah mampu meredam amukan kami dan kamu dapat
mengembangkan agama Islam di tanah Jawa, tetapi Kodratullah tetap masih berlaku
atas ku, ingat itu wahai Syeh Subakir.” “Apa itu?” kata Syeh Subakir. Kata Jin,
“Aku masih dibolehkan untuk menggoda manusia, termasuk orang-orang Islam yang
imannya masih lemah”.
Tidak
salah bila kemudian, gunung Tidar dikenal dengan Paku Tanah Jawa. Gunung Tidar
tak terpisahkan dengan pendidikan militer. Gunung yang dalam legenda dikenal
sebagai "Pakunya tanah
Jawa" itu terletak di tengah Kota Magelang. Berada pada
ketinggian 503 meter dari permukaan laut, Gunung Tidar memiliki sejarah dalam
perjuangan bangsa. Di Lembah Tidar itulah Akademi Militer sebagai kawah candradimuka yang
mencetak perwira pejuang Sapta Marga berdiri
pada 11 November 1957.
Di
puncak Gunung Tidar ada lapangan yang cukup luas. Di tengah lapangan tersebut
terdapat sebuah Tugu dengan simbol huruf Sa
(dibaca seperti pada kata Solok) dalam tulisan Jawa pada tiga sisinya. Menurut penuturan juru kunci, itu bermakna Sapa
Salah Seleh (Siapa Salah Ketahuan Salahnya). Tugu inilah yang
dipercaya sebagian orang sebagai Pakunya Tanah Jawa, yang membuat tanah Jawa
tetap tenang dan aman.
Gunung
Tidar tidak hanya terkenal sebagai ikon atau identitas Kota Magelang. Bagi
sebagian orang yang memang nglakoni lelaku spiritual , Gunung Tidar merupakan
salah satu obyek yang menjadi tempat tujuan mereka untuk mendekatkan diri
kepada Gusti Allah. Dahulu,
Gunung Tidar terkenal akan ke-angker-annya dan menjadi rumah bagi para Jin dan
Makhluk Halus. Jalmo Moro Jalmo Mati, setiap orang yang datang ke Gunung Tidar
bisa dipastikan kalau tidak mati ya modar (dan mungkin hal ini yang menjadi
asal usul nama Tidar).
Berdasarkan
penuturan Juru Kunci Gunung Tidar, di Gunung Tidar terdapat 2 buah makam
yaitu Makam Kyai Sepanjang dan Makam Sang Hyang Ismoyo (atau yang lebih dikenal
sebagai Kyai Semar). Sedangkan tempat yang selama ini dikenal sebagai Makam
Syekh Subakir sebenarnya hanyalah petilasan beliau.
Jadi,
beliau dikenal sebagai wali Allah yang menaklukkan Jin dan Makhluk Halus di
Gunung Tidar sehingga para makhluk halus tersebut ‘mengungsi’ ke Pantai
Selatan, tempat Nyai Roro Kidul. Setelah berhasil menaklukkan Jin dan Makhluk
Halus, Syekh Subakir kembali ke tanah asalnya di Rom (Baghdad). Di petilasan
Syekh Subakir ini tersedia mushola kecil dan pendopo. Petilasan Syekh Subakir
sebelumnya ditandai dengan adanya kijing yang terbuat dari kayu. Setelah
dipugar, kijing tersebut diletakkan di pendopo dan diganti dengan batu fosil
yang berasal dari Tulung Agung serta dikelilingi pagar tembok yang berbentuk
lingkaran dan tanpa atap.
Pada
tahap berikutnya, kedudukan Syekh Subakir, Sang Babad Tanah Jawa sebagai salah
satu Wali Songo, digantikan oleh Sunan Kalijaga yang banyak disebut-sebut
pimpinan para wali di Tanah Jawa karena kekeramatannya yang begitu melegenda.
ADA satu kisah menarik dalam petilan “Babad Tanah Jawa”. Meskipun kisah ini
merupakan petilan. Namun intisari yang tertanam di dalamnya, ternyata tetap
masih aktual di saat ini sekali pun. Ketika itu, datanglah para ulama dari
“Sebrang Lautan” (Mesir) ke Tanah Jawa. Tujuan para ulama utusan Sultan Mesir
itu adalah untuk menyebarkan agama Islam, yang menurut laporan masih banyak penduduk
Jawa yang kafir. Para ulama itu dipimpin seorang Syeh yang bernama Syech
Subakir Sebelum Syech Subakir datang, telah beberapa kali ulama pendahulunya
menginjakan kakinya di Tanah Jawa. Namun, setiap kali mereka datang, selalu
gagal menyebarkan agama Islam. Mengapa? Pertanyaan itulah yang berada di benak
Syech Subakir. Dan tidak berapa lama setelah sampai ke Tanah Jawa, Syech asal
Persia (Iran) itu berhasil mendapatkan jawaban dari pertanyaannya tersebut.
Ternyata, seluruh Tanah Jawa dari ujung Timur sampai ke Barat di jaga oleh
bangsa jin yang dipimpin Sabdo Palon. Kegagalan para ulama sebelumnya adalah
karena ulah mereka, para jin kafir yang tidak mau masuk Islam dan menentang
Islam berkembang di Tanah Jawa.
Untungnya, Syech Subakir menguasai ilmu tentang
makhluk halus, sehingga dia dan para ulama yang dipimpinnya berhasil mengetahui
keberadaan para jin tersebut. Dalam wujud kasarnya, para mahluk halus itu ada
yang berujud ombak yang besar yang mampu menenggelamkan kapal berikut
penumpangnya. Juga angin puting beliung, dan sebagainya yang mampu memporak-
porandakan apa saja yang ada dihadapannya, termasuk menjelma menjadi hewan
buas, harimau, ular dan sebangsanya. Perubahan bentuk dan ujud itulah yang
selama ini diduga mencelakakan para ulama yang bermaksud menyebarkan Islam di
Tanah Jawa. Maka kemudian terjadilah pertempuran yang dasyat antara para jin
pimpinan Sabdo Palon dengan pasukan ulama pimpinan Syech Subakir. Konon,
pertempuran itu terjadi selama berhasi- hari, tanpa ketahuan siapa yang bakal memenangkannya.
Karena melihat situasi yang tidak menguntungkan, maka Sabdo Palon mengajukan
usulan gencatan senjata. Syech Subakir yang melihat itu sebuah peluang,
menerima ajakan Sabdo Palon.
Maka terjadilah kesepakatan antara keduanya. Isi
kesepakatan antara lain, Sabdo Palon memberi kesempatan kepada Syech Subakir
beserta para ulama untuk menyebarkan Islam di Tanah Jawa, tetapi tidak boleh
dengan cara paksaan atau memaksa. Kemudian Sabdo Palon juga memberi kesempatan
kepada orang Islam untuk berkuasa di Tanah Jawa—Raja-raja Islam—namun dengan
catatan. Para Raja Islam itu silahkan berkuasa, namun jangan sampai
meninggalkan adapt istiadat dan budaya yang ada. Silahkan kembangkan ajaran
Islam sesuai dengan kitab yang dakuinya, tetapi biarlah adapt dan budaya
berkembang sedemikian rupa. Dan yang terpenting, jadi pemimpin janganlah
terlalu lurus, namun juga jangan terlampau bengkok. Hal ini sempat
dipertanyakan Syech Subakir kepada Sabdo Palon, mengapa seorang pemimpin tidak
boleh benar-benar lurus. Dijawab Sabdo Palon, karena pemimpin itu menjadi
pimpinan semua orang. Dan orang tidak semuanya lurus, pasti banyak pula yang
bengkok. Lha, orang yang bengkok-bengkok itu akan ikut siapa, bila pemimpinnya
lurus?
Legenda Gunung Tidar Magelang
Keberadaan daerah Magelang terbungkus oleh berbagai legenda. Salah satu dongeng
yang hidup dikalangan rakyat mengisahkan --sebagaimana dikisahkan M. Bambang
Pranowo (2002)-- bahwa pada zaman dahulu kala, ketika Pulau Jawa baru saja
diciptakan oleh Sang Maha Pencipta dalam bentuk tanah yang terapung-apung di
lautan luas; tanah tersebut senantiasa bergerak kesana kemari. Seorang dewa
kemudian diutus turun dari kahyangan untuk memaku tanah tersebut agar berhenti
bergerak. Kepala dari paku yang digunakan untuk memaku Pulau Jawa tersebut
akhirnya menjadi sebuah gunung yang kemudian dikenal sebagai Gunung Tidar.
Gunung yang terletak di pinggir selatan kota Magelang yang kebetulan berada
tepat dibagian tengah Pulau Jawa tersebut memang berbentuk kepala paku; karena
itu gunung Tidar dikenal luas sebagai “pakuning tanah jawa”.
Dongeng lain yang tentunya diciptakan setelah masuknya Islam mengisahkan bahwa pada zaman dahulu daerah ini merupakan kerajaan jin yang diperintah oleh dua raksasa. Syekh Subakir, seorang penyebar agama Islam, datang ke daerah ini untuk berdakwah. Tidak rela atas kedatangan Syekh tersebut terjadilah perkelahian antara raja Jin melawan sang Syekh. Ternyata Raja Jin dapat dikalahkan oleh Syekh Subakir. Raja Jin dan istrinya kemudian melarikan diri ke Laut Selatan bergabung dengan Nyai Rara Kidul yang merajai laut Selatan. Sebelum lari Raja Jin bersumpah akan kembali ke Gunung Tidar kecuali rakyat didaerah ini rela menjadi pengikut Syekh Subakir.
Legenda ini sangat melekat bagi masyarakat tradisional Jawa, tidak sekedar di Magelang, tapi juga ke daerah-daerah lain di Jawa, bahkan sampai di Lampung dan mancanegara (Suriname). Hal ini karena telah disebutkan dalam jangka Joyoboyo dan mengalir secara tutur tinular menjadi kepercayaan masyarakat. Apalagi pemerintah kota Magelang menjadikan Tidar sebagai simbol atau maskot daerah dengan menempatkan gunung Tidar yang dilambangkan dengan gambar paku di dalam logo pemerintahan. Di samping itu nama-nama tempat begitu banyak menggunakan nama Tidar, seperti nama Rumah Sakit Umum Daerah, nama perguruan tinggi, nama terminal dll. Yang semuanya menguatkan gunung Tidar menjadi legenda abadi.
Dongeng lain yang tentunya diciptakan setelah masuknya Islam mengisahkan bahwa pada zaman dahulu daerah ini merupakan kerajaan jin yang diperintah oleh dua raksasa. Syekh Subakir, seorang penyebar agama Islam, datang ke daerah ini untuk berdakwah. Tidak rela atas kedatangan Syekh tersebut terjadilah perkelahian antara raja Jin melawan sang Syekh. Ternyata Raja Jin dapat dikalahkan oleh Syekh Subakir. Raja Jin dan istrinya kemudian melarikan diri ke Laut Selatan bergabung dengan Nyai Rara Kidul yang merajai laut Selatan. Sebelum lari Raja Jin bersumpah akan kembali ke Gunung Tidar kecuali rakyat didaerah ini rela menjadi pengikut Syekh Subakir.
Legenda ini sangat melekat bagi masyarakat tradisional Jawa, tidak sekedar di Magelang, tapi juga ke daerah-daerah lain di Jawa, bahkan sampai di Lampung dan mancanegara (Suriname). Hal ini karena telah disebutkan dalam jangka Joyoboyo dan mengalir secara tutur tinular menjadi kepercayaan masyarakat. Apalagi pemerintah kota Magelang menjadikan Tidar sebagai simbol atau maskot daerah dengan menempatkan gunung Tidar yang dilambangkan dengan gambar paku di dalam logo pemerintahan. Di samping itu nama-nama tempat begitu banyak menggunakan nama Tidar, seperti nama Rumah Sakit Umum Daerah, nama perguruan tinggi, nama terminal dll. Yang semuanya menguatkan gunung Tidar menjadi legenda abadi.