Qalbu Kaum Arifbillah  (Syeikh Ahmad ar-Rifa’y)
 
 Rasulullah Saw, bersabda: "Siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan, 
kemudian dilanjutkan puasa enam hari bulan syawal, maka ia seperti puasa
 setahun.” (Hr. Imam Muslim)
 
 Rahasia dari hadits ini adalah 
melaksanakan fardlu sepenuhnya, dan melaksanakan Sunnah Muhammadiyah, 
karena berkahnya dalam nilai waktu. Tak ada yang lebih penting dibanding
 meraih berkah waktu bagi sang ‘arif. 
Baik ibadah fardlu maupun sunnah atau perpaduan keduanya, dan itulah 
puncak hasrat cita. Sunnah Nabi Saw, adalah ruh bagi sang ‘arif, 
disanalah ia tegak dan duduk, sekaligus menjadi menara bagi jiwa 
terdalam kaum ‘arifin.
 
 Karena yang menegakkan tiang-tiangnya 
dan membangun bangunannya adalah Nabi Saw, yang tidak bicara karena 
dorongan hawa nafsu, namun karena hentakan dari ayat “Mata hati tidak 
pernah menyimpang dan tidak pernah khianat.” Begitu juga para 
pewarisnya, kaum ‘arifin yang meraih berkah dengan mengikuti jejaknya, 
dimana ruh kita dan ruh semesta mendapatkan sarigunanya.
 
 Qalbu Sang  Arif
 Anak-anak sekalian…. Ketahuilah bahwa qalbu kaum ‘arifin adalah perbendaharaan Allah Ta’ala di muka bumi.
 RahasiaNya dititipkan di dalamnya, kelembutan-kelembutan hikmahNya, 
hakikat cintaNYa, cahaya ilmuNya dan ayat-ayat ma’rifatNya, yang tak 
bisa dilihat sekalipun oleh Malaikat Muqorrobun, dan para nabi dan 
Rasul, dan siapa pun juga, tanpa seizin Allah Swt.
 
 Sudah 
selayaknya bagi sang ‘arif mengenal baik dan buruknya, senantiasa 
istiqomah dalam amaliyahnya, mengenal untung dan ruginya, menjaga dari 
rekadaya musuh-musuhnya, dan memohon pertolongan kepada Allah Swt, 
secara total.
 
 Jangan sampai meninggalkan sesuatu di hatinya 
selain Allah Robbul Izzah. Karena Allah Ta’ala manakala memandang qalbu 
hambaNya, lalu disana ada selain Dia, Allah Ta’ala membenci dan 
menghinakannya dan ia akan diserahkan pada musuhNya.
 Amaliyah qalbu 
murni semata bagi Allah Ta’ala, sedang amaliyah rukun banyak ragamnya. 
Sedangkan amaliyah qalbu itu diterima tanpa gerak-gerik rukun, sedangkan
 amaliyah rukun tidak diterima tanpa amaliyah qalbu, dan tidak meraih 
pahala.
 
 Bila seorang hamba mengabaikan amaliyah qalbunya, 
sedangkan dalam amaliyah rukun ia sempurna, ia hanya dinilai sempurnanya
 rukun tetapi bukan qalbunya. Namun jika amaliah qalbunya sempurna 
sedangkan amaliah rukunnya tidak, maka ia dihukumi ketidaksempurnaan 
rukunnya dengan kesempurnaan amaliah qalbunya.
 
 Suatu hari Nabi 
Musa as, berjalan diantara Bani Israil menggunakan pakaian lap dan 
menaburi kepalanya dengan debu, sementara airmatanya menetes terus di 
pipinya. Lalu Nabi Musa as, menangis kasihan melihat keadaan mereka. 
Beliau bermunajat, “Oh Tuhanku, kenapa tidak Engkau sayangi hambaMu? 
Bukankah Engkau Tahu keadaan mereka?”
 
 Allah pun menurunkan 
wahyu kepada Nabi Musa as, “Hai Musa! Lihatlah, apakah perbendaharaanku 
melimpah, bukankah Aku Maha Penyayang? Jangan begitu. Namun Aku lebih 
tahu apa yang ada di hati mereka. Mereka berdoa kepadaKu dengan hati 
yang kosong dariKu, semata-mata condong pada dunia.”
 
 
Diriwayatkan bahwa Nabi Musa as, sedang berjalan berjumpa dengan seorang
 yang sujud di atas batu selama 300 tahun. Ia menangis dan air matanya 
menetes memenuhi sebuah wadah. Nabi Musa as, turut menangis karena 
kasihan padanya. “Oh Tuhanku, tidakkah Engkau kasihan padanya?”
 Allah Swt, menjawab, “Aku memang tidak kasihan padanya.”
 “Kenapa begitu Oh Tuhanku?”
 “Karena qalbunya lebih senang pada selain Aku. Ia masih punya jubah 
yang disayang untuk menupi rasa panas dan dingin!” Jawab Allah Ta’ala.
 Nabi Saw, bersabda, “Seorang hamba tidak akan pernah teguh amaliahnya 
sehingga qalbunya teguh, dan qalbunya tidak akan teguh sampai ucapannya 
teguh.” Bila qalbu hilang, ia kehilangan Rabbnya.
 Nabi Saw, bersabda:
 “Ingatlah sesungguhnya dalam jasad ada segumpal daging, manakala ia 
baik, maka seluruh jasad baik. Dan apabila ia buruk, buruk pula seluruh 
jasadnya. Ingatlah bahwa itu adalah qalbu.”
 
 Allah Swt, 
berfirman kepada Nabi Musa as, “Hai Musa! Katakan kepada Bani Israel, 
jangan sampai mereka masuk ke dalam rumahKu kecuali dengan hati yang 
bersih, dan mata yang khusyu’, dengan badan yang bersih dan niat yang 
benar.”
 
 Yahya bin Mu’adz ra, mengatakan, “Qalbu orang beriman 
itu adalah gumpalan yang berlobang, isinya adalah mutiara Robbani, di 
sekitarnya adalah taman Fardaniyah (penunggalan Ilahi), di bawahnya ada 
hamparan pencahayaan. Dan Allah Ta’ala memandangnya setiap saat dengan 
rahmat dan kasih sayangNya, dan menghadang apa pun yang membuatnya lalai
 antara hamba dan DiriNya.”
 Allah Ta’ala berfirman: “Dan siapakah yang lebih menepati janjinya dibanding Allah?”
 
 Dikatakan, bahwa kinerja qalbu itu sangat pelik, namun pengukuhan qalbu itu lebih berat lagi.
 Ditanyakan kepada sebagian ahli ma’rifat, “Seorang hamba yang kehilangan qalbunya, kapan bakal menemukannya kembali?”
 Dijawab, “Bila dalam qalbu itu turun Kebenaran Allah.” Masih ditanya, 
“Kapan turunnya?” Dijawab, “Makanala ia ia pergi meninggalkan selain 
Allah Ta’ala.”
 Amaliah Qalbu itu berkisar 10 tangga:
 • Al-Khatharat (intuisi terdalam)
 • Ungkapan nafsu
 • Hasrat
 • Tafakur
 • Kehendak
 • Ridho
 • Ikhtiar
 • Niat
 • Tekad
 • Meraih tujuan hingga mencapai amaliah dzohir.
 
 Ishaq bin Ibrahim ra, mengatakan, “Bila hatimu bisa kembali kepada 
Allah Ta’ala sejenak saja, itu lebih baik dibanding segala hal yang 
dicahayai terbitnya matahari. Tak seorang pun yang bersih hatinya dari 
kotoran syahwat, dan membersihkan dari debu-debu kealpaan, serta 
menjernihkan dari keburaman penyimpangan, melainkan Allah Swt, akan 
menampakkan semuanya secara total.”
 Bakr bin Abdullah ra, menafsiri ayat, “Dan ia datang dengan qalbu yang kembali”.
 
 maksudnya yang berjalan dimuka bumi dengan fisiknya, sedangkan hatinya bergantung terus kepada Allah Ta’ala.
 Abu Abdullah ra, ditanya, “Apakah Qalbun Salim itu?”
 Beliau menjawab: “Qalbu yang putus dari kaitan-kaitan dunia, dipenuhi 
cinta kepada Tuhan, tidak mengeluh karena bencana, dan tidak terhalangi 
tirai perlindungan dan ketaqwaan.”
 Disebutkan, “Siapa yang antara 
dirinya dengan Allah ta’ala tidak memiliki amaliah rahasia batin, maka 
ia tergolong buruk, walaupun kelihatannya baik. Dan siapa yang tidak 
melihat dunia dan akhirat adanya Kekuasaan Allah Ta’ala yang berjalan 
dan cepatnya takdir itu, ia tidak akan meraih amaliah qalbu.”
 
 
Abu Said al-Kharraz ra, mengatakan, “Ketahuilah bahwa alamiah qalbu 
adalah memperbaharui rahasia batin untuk menyendiri bersama Allah 
Ta’ala, dan mengaktifkan qalbu untuk menjaga dzikirnya sepanjang waktu 
disertai ruhani yang benar tanpa berpaling pada waktu dan kondisi 
ruhaninya itu sendiri.”
 
 Abu Darda’ ra, berkata, “Allah 
mempunyai hamba-hamba, dimana qalbunya terbang kepada Allah Ta’ala 
karena rindunya, yang kecepatannya tidak bisa dilawan oleh kilat yang 
cepat sekalipun.”
 Nabi Saw, bersabda, “Bukan karena banyaknya sholat
 Abu Bakr yang mendahului derajat kalian, juga bukan karena puasa, namun
 karena kebersamannya dengan Allah dan sejuk dalam qalbunya.”
 Allah 
Ta’ala tidak menolak yang sedikit karena jumlah sedikitnya, juga tidak 
menerima yang banyak karena jumlah banyaknya. Namun Allah menerimanya 
dari kalangan orang yang taqwa (dengan ketaqwaannya).
 
 
Disebutkan, “Tidak benar maqom seseorang manakala masih ada gantungan 
qalbunya pada maqom itu. Namun orang yang benar adalah orang yang 
qalbunya bergantung kepada Sang Pemiliki Maqom belaka, hingga ia tidak 
melihat selain Allah Ta’ala ketika melihat Allah Ta’ala.”
 
 
Dikatakan, “Manakala amaliyah mengarah pada qalbu, seluruh badan 
istirahat.” Disebutkan pula, “Tidak akan ada aktivitas amal qalbu, 
kecuali bagi orang yang qalbunya bening, tidak lupa, sehat dan tidak 
luka, memandang tanpa cacat, sendiri tanpa kontra, mencari tanpa 
memburu, dekat tanpa asing, berakal sehat tanpa alpa, samawi tanpa 
semesta fisik, bersifat Arsy dan tanpa belantara.”
 Penyendirian Qalbu hanya bagi Allah Ta’ala.
 
 Tsabit an-Nasaj ra mengatakan, “Aku membaca Al-Qur’an bertahun-tahun 
penuh dengan rasa takut, namun aku tidak menemukan qalbuku. Lalu aku 
membacanya dengan penuh harapan, aku pun tidak menemukan qalbu. Lantas 
ketika aku membaca dengan qalbu yang sendiri dari segala hal selain 
Allah Ta’ala, pada saat itulah aku menemukan qalbuku. Dan ketika aku 
melihatnya, aku pun melihat adanya Wilayah Keagungan, Kebesaran Yang 
Agung dan Martabat yang Luhur.”
 
 Allah Ta’ala berfirman dalam 
sebagian kitabNya: “Qalbu-qalbu itu di TanganKu, Cinta ada di Rahasia 
perbendaharanKu. Kalau bukan karena CintaKu pada hambaKu, pastilah 
hambaKu tak mampu mencintaiKu. Dan kalaulah bukan karena DzikirKu di 
zaman azali kepada hambaKu, ia tak bakal mampu berdzikir kepadaKu. 
Kalaulah bukan karena kehendakKu padanya di zaman Qadim dahulu, hambaKu 
tak akan bisa berkehendak padaKu.”
 
 Dikatakan, “Seorang ‘arif sedang melihat seorang yang mengitari masjid, “Lalu ditanya, “Apa-apaan ini? Apa yang anda cari?”.
 Ia menjawab, “Aku lagi mencari tempat yang sunyi untuk sholatku…” Sang 
‘arif berkata, “Sunyikan hatimu dari segala hal selain Allah, dan 
sholatlah dimana pun anda berada semau anda.”
 
 Disebutkan, 
“Menurut kadar menghadapmu kepada Allah Ta’ala, maka kedekatan qalbu 
terukur. Dan Allah Ta’ala tidak menampakkan di qalbu orang sang hamba, 
yang masih ada penglihatan selain Dia, melainkan justru Allah 
menyiksanya dan dibebankan kepada si hamba itu.” Yahya bin Mu’adz ra, 
berkata, “Qalbu ketika diletakkan di dunia, ia merana. Ketika diletakkan
 di akhirat ia hendak pergi. Ketika diletakkan di sisi Allah Swt, ia 
merasa baik.”
 Dikatakan, “Dunia itu roboh, dan ada yang lebih roboh 
lagi, yaitu qalbu yang meramaikan dunia. Akhirat itu negeri keramaian, 
dan lebih ramai lagi adalah qalbu yang meraihnya.”
 
 Disebutkan, 
“Jarak-jarak dunia bisa ditempuh dengan langkah kaki, sedangkan 
jarak-jarak akhirat hanya bisa ditempuh dengan qalbu.” Dikatakan, 
“Robohnya nafsu karena ramainya qalbu, dan ramainya nafsu merobohkan 
qalbu.”
 Diantara pemilik qalbu sejati ditanya, “Kenapa anda tidak 
bicara?” Ia menjawab, “Qalbuku bicara.” Ditanya, “Dengan siapa?” , ia 
jawab, “Dengan Yang membolak-balik qalbu.”